Eko Adri Wahyudiono

Saya hanyalah seorang guru biasa. Jika bukan pengajar pastilah pendidik dalam tugasnya. Bisa jadi adalah keduanya. Namun, jika bukan keduanyapun, saya pastilah ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bukan Akhir Segalanya
dokpri

Bukan Akhir Segalanya

Kehidupan Pak Rekso bisa dikatakan kekurangan. Ia menggarap sawah majikannya setiap hari. Upahnya tak seberapa dibanding kebutuhan keluarganya. Pak Rekso kini sudah menduda, istrinya meninggal saat melahirkan putri kesayanganya.

Tinggal di rumah gedek beralas tanah tak membuat Pak Rekso putus asa untuk menyekolahkan putrinya. Sebisa mungkin ia memberikan yang terbaik untuk anaknya. Tiap hari ia giat bekerja. Pergi pagi pulang malam sudah menjadi kebiasaannya kini.

Berkat kerja keras bapaknya, Mawar kini sudah duduk di bangku SMA. Karena miskin, Mawar selalu dirundung di sekolahnya. Karena hal tersebut tidak ada yang mau berteman dengan Mawar. Ia merasa frustasi dengan hidupnya yang tak sesuai dengan impianya.

Suatu malam, Pak Rekso terlihat gelisah. Ia mondar mandir kebingungan dan sesekali menatap ke arah luar. Berharap kesayanganya menampakan batang hidungnya.

Saat pulang Mawar melihat bapaknya duduk di depan rumah. "Darimana nak, jam berapa ini?", tanya Pak Rekso. Mawar tak menjawab dan langsung masuk rumah. Pak Rekso pun ikut masuk dan berbicara lagi, "Ingat nak, kamu sudah besar, sebentar lagi kamu lulus tolong siapkan masa depanmu."

Mawar menjawab dengan marah, "Bapak yang harusnya ingat, katanya mau membelikan aku tas, sepatu, baju tapi mana bapak cuma obral janji. Aku malu pak malu ga punya apa-apa. Aku juga malu jadi anak bapak!"

Mendengar itu Pak Rekso sangat sedih. Rasa gelisahnya kini sudah berganti dengan nyeri yang menjalar di hatinya. "Maafkan bapak nak", kata Pak Rekso dengan berlinang air mata. Mawar tak menggubris dan langsung masuk kamarnya.

Keesokan harinya, Mawar tidak berniat sekolah. Ia memutuskan pergi ke makam ibunya. Sebelum pergi Mawar ke dapur untuk mengambil cutter. Ia berniat memotong bunga dan di bawa ke makan ibunya. Sudah lama ia tidak mengunjungi rumah baru ibunya.

Setibanya di rumah, Pak Rekso mencari-cari keberadaan Mawar, namun nihil. Ia malah menemukan sepucuk kertas dengan tulisan tangan. "Aku sudah tidak kuat pak. Mawar capek. Kalau bapak baca surat ini berarti Mawar sudah senang sekarang."

Membaca surat itu Pak Rekso kebingungan, kemana perginya Mawar. Pak Rekso pun pergi ke sekolahnya tapi guru mengatakan hari ini Mawar tidak masuk. Pak Rekso kemudian menyusuri jalan berharap dapat bertemu dengan Mawar.

Satu hari tak kunjung datang, Mawar ditemukan warga yang hendak berziarah tergeletak di makan ibunya. Nadi tanganya luka parah. Mawar kehabisan darah sehingga merenggut nyawanya. Pak Rekso yang mengetahui itu hanya bisa pasrah.

Dia merasa gagal menjadi sosok bapak untuk putri satu-satunya. Pak Rekso harus merasakan kehilangan untuk kedua kalinya. Kini Pak Rekso menjalani hidupnya dengan berselimut sepi. (MGT-HR7-EA 30102023)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kabar duka yang mendalam. Terbawa arus membaca ceritanya

02 Nov
Balas

Yaa Allah sedih amat. Duh ini cerita bikin mewek. Sukses, Mas

30 Oct
Balas

Terima kasih apresiasinya sahabatku. Salam hormat selalu dan tetap semangat

31 Oct



search

New Post