Eko Adri Wahyudiono

Saya hanyalah seorang guru biasa. Jika bukan pengajar pastilah pendidik dalam tugasnya. Bisa jadi adalah keduanya. Namun, jika bukan keduanyapun, saya pastilah ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kedai Bawah Tanah
DOKPRI

Kedai Bawah Tanah

Suara lonceng berdentang di dekat pintu masuk menandakan kedatangan seseorang, kedai kopi bawah tanah yang tidak banyak orang ketahui keberadaan nya. Namun kedai itu tetap berjalan hingga saat ini, aroma kopi hitam mengepul didalam segelas cangkir kecil, aromanya mengudara ke seluruh bagian sudut kedai.

Seorang pria menyeruput segelas kopi miliknya, buku dengan sampul berwarna coklat tua di meja. Tangan kekar yang lincah menari kesana kemari menggores sentuhan abu-abu hingga terbentuklah wanita manis yang sedang memberi makan kucing liar di jalanan. "Tch..Wanita itu lagi huh ? sudah berapa banyak lembaran kertas yang berisikan foto yang sama ?"

Pria itu Erlangga barista, Kentaka menatap keatas melihat Erlangga yang sedang menatap kearahnya sembari menyilangkan kedua tangan di dada. "Apa urusanmu?" "Astaga! Apa kau marah? Kentaka Matsui aku hanya bercanda." "Hey kau benar-benar marah kepadaku? Hey Kentaka! Aku memanggilmu!" Hari yang gelap ditemani dengan sang rembulan malam, Kentaka Matsui datang kembali.

Kopi yang sama dengan tangannya yang selalu menggores kertas putih dengan gambaran yang sama. "Siapa yang kau gambar itu?" tanya seorang kakek tua yang tiba-tiba berdiri disamping Kentaka. "Apakah wanita itu kekasihmu?" lanjutnya "Aku melihat dirimu selalu datang kemudian menggambar wajah perempuan itu"

Diletakkan pena diatas meja, Kentaka menghela nafas kemudian melirik kakek tersebut. kakek itu tersenyum lalu menepuk bahu Kentaka pelan. "Datanglah kesini disaat sang surya mulai tenggelam, jika kamu beruntung wanita yang kamu selalu gambar itu akan muncul di hadapanmu, pastikan urusanmu selesai sebelum kopi mu dingin dan jangan sesekali kamu beranjak dari tempatmu"

Ditutupnya sketchbook coklat tua milik Kentaka, tanpa sepatah kata, dia beranjak dari tempat duduk dan meninggalkan kedai. Jalanan yang lembab, tetesan air hujan dari dahan pohon membasahi coat berwarna coklat muda milik Kentaka, dengan sebuket bunga tulip putih bunga kesukaan kekasih dilengannya.

Senyum mengembang di pipinya kala itu melihat sang pujaan hati terlihat menawan dengan gaun biru tua selutut, rambut tergerai dan pipi bersemu. Kentaka melambaikan tangan kearah kekasihnya dengan kaki melangkah mendekat menghampiri kekasih. Dalam kedipan mata semuanya berubah menjadi kisah sedih. Truk yang mengangkut Lobak itu menabrak ke sebuah pembatas jalan, kemudian kedua mata Kentaka melirik kekasih yang sudah tergeletak tak berdaya dengan darah berkubang dijalan.

Buket bunga yang dipegang jatuh begitu saja. Kedua kakinya seakan sulit untuk berlari menghampiri, direngkuhnya badan kekasih. Kala itu hatinya menangis, air mata yang terus mengalir dari pelupuk mata. Sang kekasih, ratu penjaga hatinya telah pergi untuk selamanya. Kentaka mendecih "Konyol sekali" Ucapnya. Langkahnya berhenti, ditempat dimana kejadian tragis itu terjadi, Kentaka menatap nanar dan memijat pangkal hidungnya pelan.

Semilir angin malam, suara denting lonceng terdengar. "Seperti biasa, satu. dibangku pojok" Tidak lama, pelayan dengan nampan berisi kopi latte panas didalamnya. "selamat menikmati" Kentaka terkekeh geli melihat tingkahnya "Itu tidak mungkin terjadi" Diseruput kopi latte miliknya pelan, kepulan asap berputar putar di ruangan, semuanya terasa berbeda, dingin. Lonceng terdengar sekali lagi, tampak wanita cantik dengan gaun berwarna biru tua selutut menghampiri tempat dimana Kentaka duduk.

Kentaka hendak melayangkan amarah, namun semuanya berhenti. Matanya menatap wanita didepannya tanpa berkedip, tanpa disadari air matanya mengalir menganak sungai. "Liana.." Digenggamnya tangan kekasih dengan penuh rindu yang mendalam. Senyum terbit di bibir kekasih, diusapnya air mata dipipi.

"Bagaimana kabarmu, Sayangku?" Suara sehalus angsa air menyapa. Kentaka tersenyum begitu lebar dengan semu merah di pipinya "Liana disini, aku baik-baik saja." "Sayangku Kentaka, aku mencintaimu sangat bahkan hingga akhir hidupku, lanjutkan hidupmu sayang.

Menikahlah dengan wanita yang kamu cintai." Setelah Liana berkata, seketika kepulan asap berputar menyelimuti mereka seraya hilang entah kemana bersamaan dengan Liana. Dengan terkejut Kentaka melirik sekeliling dan menyadari semuanya telah kembali seperti semula. Kentaka mengusap wajahnya dengan kasar.

Namun, seketika Kentaka sadar bahwa apa yang sudah terjadi atas kehendak Tuhan, Kentaka tidak bisa seperti itu lagi dia harus melanjutkan kehidupannya. Buket bunga tulip putih diletakkannya diatas nisan. 'Liana Harris' penguasa hidupnya, dunianya. "Akan aku tepati janjiku, Liana. Berbahagialah diatas sana, menjagaku." (A1-WA36 EAW8 MGT101123)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kisah yang keren Pak Eko

11 Nov
Balas

Wah klo ini dunia nyata boleh tahu di mana ya Pak

10 Nov
Balas

Cerpennya menarik dengan narasi yang apik. Sukses selalu Pak Eko

10 Nov
Balas

Wah... keren banget. Khayal tingkat tinggi, Mas. Sukses

10 Nov
Balas

So sweet, Bapak. Kentaka akhirnya bisa move on. Salam sukses.

10 Nov
Balas

Kisah haru cinta sejati seorang pria. Sukses selalu Pak Eko.

10 Nov
Balas



search

New Post