Eko Adri Wahyudiono

Saya hanyalah seorang guru biasa. Jika bukan pengajar pastilah pendidik dalam tugasnya. Bisa jadi adalah keduanya. Namun, jika bukan keduanyapun, saya pastilah ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Lisa
dokpri

Lisa

Langit di kala senja memang tidak ada tandingannya, melihat indahnya dunia dengan empat mata, aku dan kamu. Namaku Lisa, biar sedikitku deskripsikan diriku.

Gadis dengan sedikit kata, aku jauh dari kata sempurna. Tidak seperti remaja pada umumnya yang memiliki banyak teman, bisa menikmati masa sekolahnya dengan bahagia.

Hidupku penuh dengan luka, hanya kepedihan yang kurasakan. Menurutku hal ini terjadi karna masa kecilku, aku selalu dibully dan dipojokkan. Aku tidak pernah diberi ruang untuk bersuara, semuanya berenang begitu saja dalam pikiran.

Di pagi itu, aku berjalan memasuki ruang kelasku, tampak semua murid sedang asik bercanda gurau dengan temannya.

“Eh si cupu datang nih” teriak Amara, ia adalah murid paling disegani oleh para murid lain di sekolah ini. Amara berserta teman-temannya menghampiriku dengan membawa spidol berwarna ditangannya, salah satu dari mereka mulai mendekati wajahku dan menggambarkan garis demi garis di wajahku.

Aku hanya bisa pasrah, tak bisa berbuat apa pun karena tidak satu pun yang berpihak padaku, sisanya hanya menertawakanku dan menjadikanku bahan konten untuk diupload di media sosial hanya untuk candaan.

Lalu bel masuk pun berbunyi, semua siswa termasuk aku duduk di bangku masing-masing dengan wajah penuh coretan dan kotoran. Aku berusaha membersihkan coretan di wajahku dengan tisu, sayangnya mereka mencoretiku dengan spidol permanen, yang membuat sulit untuk dihilangkan.

Aku hanya bisa menahan tangis di bangku belakang sendirian tanpa seorangpun yang menemaniku. Sepanjang pelajaran aku hanya bisa tertidur untuk menenangkan pikiranku yang kacau.

"Itu yang di bangku belakang tidur ya?" teriak guru yang mengajar pada waktu itu.

"Suruh maju aja Bu, suruh jelasin ke depan" jawab Amara dengan disertai sorakan dan tawaan teman sekelasku.

Aku tersentak kaget mendengar sorakan dan tawaan dari teman-temanku, aku reflek berdiri dari tempat dudukku. Tiba-tiba terdengar suara “sreekk” yang tak lain suara dari rokku yang sobek karena terdapat lem di kursiku. Aku menahan malu, aku sudah tak bisa menahan bendungan air mataku, air mataku menetes tanpa henti. Semua orang menertawakanku, aku menangisi semua kekacauan yang terjadi pada hari ini.

Mereka melakukan ini padaku setiap hari, hingga aku sudah terbiasa dengan perlakuan Mereka padaku. Aku tidak memiliki daya untuk melawannya. Aku hanya bisa terdiam dan pasrah. Yang aku lakukan hanya bisa melamun di bangku belakang sendirian sampai menunggu bel pulang berbunyi.

Bel pulang pun berbunyi. Aku berjalan meninggalkan kelas dengan wajah lesu. Terdengar yang memanggil namaku.

"Lisa, tunggu!" teriak Amara dari kejauhan berlari menghampiriku.

"Lisa maafin kejadian tadi pagi yaa" ucapnya sambil memegang bahuku.

Aku tersenyum mendengar ucapannya sambil berfikir "Apakah Amara sudah berubah?

Mengapa secepat ini?”. Baru saja aku ingin menjawab perkataan Amara, tiba-tiba badanku didorong keras olehnya sampai aku jatuh tersungkur.

"Jangan ngarep deh! Dasar bocah perebut" ucap Amara sambil menunjukku dengan tatapan marah. Amara pun pergi berjalan meninggalkanku yang masih menahan sakit.

Aku pulang dalam keadaan yang sudah tak karuan. Sesampainya di rumah aku langsung Pergi ke kamar, aku terkejut disana sudah ada gadis cantik yang menungguku. Aku pun berjalan menghampirinya.

“Ada cerita apa hari ini?” tanya gadis cantik itu padaku.

Lalu aku menceritakan kejadian yang ku alami hari ini, karena hanya dialah tempat aku bercerita. aku pun terpaksa mengajukan satu permintaan kepada gadis itu untuk membuat aku tidak dibully lagi di sekolah dan aku memiliki teman lagi.

Aku diperlihatkan kehidupan di sekolah jika aku tidak dibully lagi, aku memiliki banyak teman, Amara mulai berteman denganku, dan kehadiranku dianggap baik oleh mereka, aku tidak membayangkan betapa bahagianya aku di masa itu. Tak sadar air mataku pun menetes dan akhirnya aku tersadar bahwa itu hanyalah bunga tidur, hanya khayalku yang indah. Andai semua itu menjadi kenyataan, andai aku memiliki teman untuk bercerita, pasti masa SMA-ku seperti remaja lainnya.

Mataku mencari di semua sudut kamarku, tapi aku tak kunjung menemukan sosok ini. Iya benar, aku mencari sosok gadis cantik yang tadi aku ajak cerita. Mataku tertuju pada boneka cantik pemberian sahabatku yang ada di rak boneka, aku pun tersadar bahwa gadis cantik hanyalah imajinasiku dari boneka cantik tersebut.

Aku pun teringat kenangan masa SDku dengan sahabat yang memberiku boneka cantik itu, tak lain dia adalah Amara, aku sangat merindukan masa kebersamaanku dengan Amara, dimana kami masih bersahabat tak dapat dipisahkan seperti saudara sendiri. Aku pun terdiam dan teringat kejadian yang membuatku tidak bisa seperti dulu lagi dengan Amara.

Andai kita tidak tahu tentang perselingkuhan yang terjadi pada kedua orang tuaku dengan Amara, mungkin kita masih berteman baik hingga saat ini. (H16N26 EAW8 MGT21)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren, Pak ...... Saya ikut terhanyut sedih.

21 Nov
Balas

Mantap ceritanya. Keren Pak Eko

21 Nov
Balas

Mantap ceritanya, selamat Hari Guru Pak Eko

25 Nov
Balas

Amara penyebabnya? Kisah yang menarik, Bapak. Salam sukses.

04 Dec
Balas

Keren ceritanya. Sukses selalu Pak Eko.

23 Nov
Balas



search

New Post