Perasaan Takut dan Berani yang Salah Tempat dalam Tindakannya
Memangnya ada nih perasaan takut dan berani yang salah seperti yang dijadikan topik pembahasan di artikel ini?
Jawabannya pasti akan beragam dan bervariasi tergantung dari kondisi pengetahuan, keterampilan, afeksi dan banyak faktor lainnya yang memengaruhi psikis bagaimana mengolah perasaan ketakutan dan keberanian pada anak didik.
Bahkan ada yang setengah bercanda untuk memberikan definisi rasa takut dan berani yang salah tempat itu, yaitu " Perasaan Berani muncul karena banyak dan takut karena sedikit".
Sudah diketahui bersama bahwa yang dimaksud banyak atau sedikit di atas pastilah berhubungan dengan jumlah orang. Meskipun perilakunya salah dan melanggar norma hukum, agama, adat dan lainnya, mereka tetap berani bertindak bahkan cenderung anarkis karena menang jumlah.
Begitu juga sebaliknya, meskipun benar, justru takut karena jumlah masanya sedikit yang padahal kita tahu bahwa seharusnya seseorang itu berani karena benar dan takut karena salah.
Bagaimana dengan perasaan takut dan berani pada anak didik terkait dengan pendidikan mereka dalam menggapai cita-cita?
Sebetulnya sama saja juga. Perasaan ketakutan dan keberanian mereka bisa dikatakan banyak yang salah tempat.
Bagaimana tidak, cita-cita mereka di masa depan dengan berani menyebutkan ingin jadi perwira, pilot, insinyur, dokter, peneliti dan lainnya, namun takut untuk belajar giat dalam menguasai ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan akademisnya.
Parahnya, banyak yang ketakutan untuk datang ke sekolah atau masuk kelas guna mengikuti proses pembelajaran untuk mengasah kognitif dan psikomotoriknya.
Ada juga yang sudah tahap "Trauma" dan benar-benar takut untuk datang di sekolah. Mendengar kata "Belajar" saja, rasanya sudah, maaf, ingin muntah karena perasaan enggan yang luar biasa.
Semua itu karena kejadian yang luar biasa yang membuat kejiwaannya menjadi terganggu seperti mengalami kasus perundungan atau pelecehan seksual. Akan lebih sulit bila sudah "Phobia" melihat gedung sekolah sudah ada perasaan benci dan ingin segera lulus.
Maka tidak heran, begitu traumanya, saat kelulusan banyak anak didik yang berkonvoi dengan sepeda motornya dan mencorat-coret pada baju seragamnya.
Bila ditawari lomba di tingkat nasional atau internasional, memberikan pidato resmi, ditawari beasiswa ke luar negeri demi masa depan mereka, akan terlihat ekspresi ketakutan di wajah mereka.
Anehnya, keberanian membolos sekolah, drop out sekolah, tawuran dengan senjata tajam, menerobos lampu lalu lintas, mengebut dengan standing bike di jalan raya, dan lainnya, mereka malah berani. Fenomena yang menarik, kan?
Sungguh homo sapiens atau manusia itu adalah Human being, yaitu The thinking animal. Saat semua malas berpikir, yang muncul selanjutnya pastilah sisi sifat dari animal itu sendiri. Untuk mencegahnya, dunia pendidikan adalah solusinya.
Nah, solusi lainnya bagaimana menurut Anda semua?
Surabaya, Oktober 2024
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Karya seni yang keren
Solusi lain: penanaman akhlak yg benar dr keluarga bs jd modal hidup yg berkualitas mas Kepsek.
Mantap. Saya juga sependapat dengan bu Siska. Terima kasih hadirnya. Salam literasi
Mantap ulasannya. Kenyataan sekarang pendidikan juga makin tak jelas arah.
Semua sedang berbeda pendapat perihal arah dunia pendidikan kita, bu. Kemana menuju?