Eko Pramono

Ayah dari 3 anak ini bernama Eko Pramono, adalah seorang Kepala Sekolah SD di Gunungkidul. Lebih suka dipanggil pelayan masyarakat atau pelayan anak-anak keti...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pakaian Jawa, memanusiakan Orang Jawa

Pakaian Jawa, memanusiakan Orang Jawa

Kemis Pahingan, itulah istilah yang dilontarkan teman-teman PNS atau simbok-simbok bakul di pasar Kota Yogyakarta. Kemis Pahingan berasal dari kata Kamis Paing, paing merupakan salah satu dari 5 pasaran hari yang ada dalam tradisi Jawa. Pasaran hari yang lain yaitu Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Pasaran hari ini akan berulang setiap 35 hari sekali, yang orang Jawa lazim menyebut "selapan". Dengan kata lain selapan adalah 35 hari. Pasaran hari ini dalam tradisi Jawa sangat efektif untuk mengingat kejadian-kejadian penting dalam perjalanan hidup manusia Jawa.

Setiap hari Kamis Paing para PNS di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta diwajibkan mengenakan busana Jawa Gagrak (model) Yogyakarta. Ketentuang pemakaian busana Jawa ini berdasarkan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 173 tahun 2014 tentang Penggunaan Pakaian Dinas Tradisional Gagrak Ngayogyakarta di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Keputusan Walikota yang ditandatangani 28 Maret 2014 awalnya ditujukan untuk para PNS di lingkungan Kota Yogyakarta. dalam rangka melestarikan, mempromosikan dan mengembangkan salah satu budaya daerah melalui penggunaan busana tradisional Yogyakarta, namun pada perkembangannya diwajibkan pula untuk para pelajar dan pedagang pasar di wilayah Kota Yogyakarta. Ketentuan pemakaian Pakaian Busana Jawa ini untuk pegawai putra menggunakan: baju surjan (takwa) bahan dasar lurik; blangkon batik cap atau tulis; kain/ jarik batik yang diwiru biasa dan berlatar warna hitam atau putih; Setagen/ lonthong; kamus timang; memakai keris atau duwung; dan memakai selop/cenela. Sedangkan untuk pegawai putri memakai: baju kebaya tangkepan; kain/ jarik batik yang diwiru biasa dan berlatar warna hitam atau putih; rambut menggunakan gelung tekuk/menyesuaikan; dan memakai selop/cenela. Pemakaian busana Jawa Gagrak Ngayogyakarta ini dikecualikan bagi pegawai yang melaksanakan tugas operasional di lapangan yang tidak memungkinkan menggunakan Pakaian Dinas Tradisional Ngayogyakarta.

Jelas tidak mungkin mewajibkan pegawai yang bertugas memanjat gedung atau tiang harus berpakaian Jawa :)

Iya kan???

Peraturan ini awalnya membuat beberapa PNS mengeluh karena repot dan perlu waktu dan biaya tambahan untuk memakai busana Jawa. Seiring berjalannya waktu, saat ini para PNS Kota Yogyakarta mulai enjoy memakai busana seperti surjan dan kebaya. Semangat dari peraturan ini adalah melestarikan salah satu budaya daerah yang mulai terkikis oleh arus globalisasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa busana Jawa di Yogyakarta, mulai jarang dipergunakan oleh warga Yogyakarta. Hanya saat acara upacara pernikahan atau kirab budaya Jawa saja, masyarakat Jogja mau mengenakan surjan atau kebaya. Bahkan saat ini, pada acara pernikahan mulai sering menggunakan busana jas ketimbang surjan/kebaya. Kalau pun memakai busana Jawa, masyarakat sudah tidak bisa lagi membedakan gagrak Ngayogyakarta atau gagrak Surakarta. Ini bukan sentimen kedaerahan, tetapi ketika pengguna budaya sudah tidak paham lagi dengan budayanya maka lambat laun budaya tersebut akan tercerabut dari masyarakat. Seperti ramalan pujangga Prabu Jayabaya bahwa kelak Wong Jawa bakal ilang jawane (orang jawa akan hilang kejawaannya), maka peraturan pemakaian busana Jawa ini patut diapresiasi dan didukung oleh seluruh warga Kota Jogja.

Namun sayangnya, gebrakan yang baik ini tidak ditiru oleh kabupaten lain di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Di Kabupaten Gunungkidul misalnya, pemakaian busana Jawa baru bersifat wacana dan belum terealisasi sampai tulisan ini dibuat. Semoga saja, daerah lain segera meniru langkah Kota Yogyakarta dengan mewajibkan minimal para PNS untuk mengenakan busana jawa di hari-hari tertentu. Supaya warga Yogyakarta yang notabene adalah wong Jawa tidak kehilangan kejawaannya.

Semoga.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post