Eko Prasetyo

Eko Prasetyo, pemimpin redaksi MediaGuru dan penjaga gawang Majalah Literasi Indonesia. Dia menyelesaikan pendidikan S-1 Sastra Indonesia Unesa dan S-2 Ilm...

Selengkapnya
Navigasi Web
Atjeh

Atjeh

Saya punya dua buku sejarah yang bertema Aceh. Dua-duanya istimewa, tapi beda rasa. Yang satu berjudul Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Buku ini merupakan hasil disertasi Denys Lombard waktu menempuh ujian di Ecole Pratique des Hautes Etudes (institut setingkat univertas) di Paris pada 1963.

Buku tersebut akhirnya diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Penerbitan ini hasil kerja sama dengan Forum Jakarta-Paris dan Ecole Francaise d’Extreme-Orient pada 2014. Bukunya menyenangkan. Maksud saya, isinya masih aman dibaca karena merupakan interface antara dunia Nusantara dan dunia Barat pada masa kejayaan Aceh di bawah Sultan Iskandar Muda. Buku ini saya beli di toko buku saat pertama rilis.

Yang satu lagi buku tua. Judulnya Atjeh. Karya H.C. Zentgraaf. Versi Indonesia cetakan 1983. Saya mendapatkannya dari seorang teman di Bandung yang juga kolektor buku-buku sejarah langka.

Nah, buku ini lumayan ngeri-ngeri sedap saat dibaca. Menceritakan cuak. Orang Aceh yang menjadi mata-mata marsose (serdadu Belanda) disebut cuak.

Di buku tersebut, para pejuang Aceh memperlakukan para cuak lebih kejam dibandingkan dengan cara memperlakukan musuhnya (Belanda). Para cuak akan dibunuh dengan cara sadis seperti disembelih atau dimutilasi.

Salah satu yang dituturkan adalah kisah Keuchik Maha di Tangse, Kabupaten Pidie. Disebutkan di buku Atjeh, pada Juli 1910 Keuchik Maha memburu cuak yang bernama Banta di Desa Pulo Kawa. Karena hanya mendapati istri Banta, Keuchik Maha membunuhnya (saya nggak perlu menceritakan kesadisannya). Mata perempuan itu ditusuk lalu tubuhnya dicincang. Hadeeh, kok jadi cerita juga.

Gara-gara banyaknya pembunuhan cuak di Aceh, pihak Belanda sulit merekrut warga Aceh untuk menjadi mata-mata. Mengapa bisa ketahuan?

Ternyata itu tak lepas dari keteledoran para cuak tersebut. Mereka royal dalam menggunakan uang dari Belanda. Ini bisa diketahui secara mudah oleh masyarakat yang satu desa dengan si cuak. Semacam orang kaya baru (OKB).

Oya, ada satu lagi buku bertema Aceh yang pernah saya koleksi, yaitu Laksamana Keumalahayati. Saya sebut ”pernah” karena dipinjam seorang teman dan tak pernah kembali lagi. Ya sudah saya ikhlaskan saja. Sebab, saya memang meminjam buku itu dari beliau dan lupa saya kembalikan dalam waktu berbulan-bulan.

Castralokananta, 19 Juli 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post