Eko Prasetyo

Eko Prasetyo, pemimpin redaksi MediaGuru dan penjaga gawang Majalah Literasi Indonesia. Dia menyelesaikan pendidikan S-1 Sastra Indonesia Unesa dan S-2 Ilm...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bos vs Leader

Bos vs Leader

Percayalah, semua bisa jadi bos atau bersikap seperti bos. Tapi, tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin (leader). Bos itu menyuruh, sedangkan leader itu memimpin.

Di S-3 Manajemen Pendidikan (MP) Unesa, porsi pelajaran tentang leadership ini lumayan besar. Ada matkul manajemen SDM, manajemen risiko, dan manajemen kepemimpinan. Ilmu turunannya pun masih banyak. Termasuk ilmu komunikasi seorang pemimpin.

Tak heran jika kawan-kawan saya di S-3 MP Unesa ini rata-rata adalah kepala sekolah, pengawas sekolah, dan guru yang dipersiapkan sebagai calon pemimpin. Ternyata menjadi pemimpin itu tidak mudah. Di sisi lain, memimpin itu sebuah seni dalam hidup bersosial.

Apa bedanya? Kalau Anda melihat ada sebuah perusahaan yang karyawannya sering gonta-ganti, itu bisa jadi disebabkan salah satunya oleh faktor orang yang bergaya bos (suka menyuruh dan mengecam karyawannya jika berbuat salah). Jika ada perusahaan yang mampu menjaga iklim kerja secara kondusif, salah satu faktornya ialah orang yang punya leadership bagus.

Di dunia kerja, kita dapat menemukan kondisi rekan yang toksik atau sering dengki pada prestasi rekannya yang lain. Kondisi ini tidak akan berlarut-larut apabila atasannya punya jiwa kepemimpinan yang baik. Manajemen konfliknya akan diterapkan secara proporsional.

Tapi, situasi itu bisa berbanding 180 derajat apabila atasannya adalah tipe bossy. Suka menyuruh, menuntut, memarahi, dan kurang memotivasi. Wah iki alamat ajur, Jum!

Apakah seorang leader itu selalu atasan? Tidak juga. Seorang pendidik di jenjang apa pun, termasuk perguruan tinggi, bisa menjadi seorang leader. Tolok ukur keberhasilannya sederhana. Misalnya, apakah kehadirannya dicintai oleh para anak didiknya atau ketidakhadirannya justru disoraki dan disyukuri oleh mereka.

Ilmu ini sebenarnya juga bisa diterapkan dalam kehidupan rumah tangga. Tujuannya adalah menghindari gaya bossy dalam keluarga. Misalnya, seorang istri sering memerintah suaminya untuk nyapu ngepel, cuci daleman istri, cuci popok anak, atau membersihkan genteng rumah, serta mencabut uban istrinya. Kalau si suami membina dua dapur dan dua istrinya sama-sama bossy, bisa dibayangkan seberapa dahsyat ujian mentalnya.

Castralokananta, 20 April 2024

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Menginspirasi. Luar biasa

20 Apr
Balas

Terimakasih Pak.

20 Apr
Balas



search

New Post