JARIANG
Seumur hidup, saya tidak pernah makan jengkol. Saya sebenarnya tidak suka dengan makanan ini. Tapi, baru di Sumatera Baratlah saya pertama menikmati makanan yang di sini disebut jariang itu.
Nyatanya, jariang alias jengkol di masakan Minang itu berbeda dengan jengkol yang saya kenal di Jawa. Di sini jariang dibiarkan masih dengan kulit tipisnya.
Mungkin cara mengolahnya juga berbeda. Itulah mengapa aroma jengkinya tidak menyeruak. Tidak menyengat sama sekali.
Saya bermalam di Edotel SMKN 1 Sawahlunto. Kebetulan menu makan siang Selasa siang, 6 Agustus 2024 salah satunya jariang alias jengki.
You know what, sambal di sini jarang pakai terasi, tapi cita rasanya tetap nikmat. Saat dipadukan dengan ikan bumbu pedas dan jariang, whuaaaaaa….ritsleting serasa lepas dan angin semilir terasa isis (sejuk).
Dengan bumbu balado dan sedikit cocolan gulai nangka muda, biyuh lutut saya langsung bergetar hebat. Tak sabar rasanya untuk segera berlari ke lapangan upacara sambil mengelilingi tiang bendera dan mengibarkan syal “Selamat HUT PGRI” lalu berpidato berapi-api tentang sehatnya mandi besar.
Yaa Rabb, ini ujian yang nyata. Bertubi-tubi saya menjumpai kuliner lezat di bumi Minang ini. Ndak nyangka bisa menikmati jengki yang begitu nikmat ini.
Tapi, pagi ini saya punya firasat yang kurang enak. Tampaknya akan ada menu putus asa lagi di sarapan pagi ini. Nasi goreng.
Sawahlunto, 7 Agustus 2024
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga jengkol membawa kerinduan