Eko Prasetyo

Eko Prasetyo, pemimpin redaksi MediaGuru dan penjaga gawang Majalah Literasi Indonesia. Dia menyelesaikan pendidikan S-1 Sastra Indonesia Unesa dan S-2 Ilm...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pulau Penyengat

Pulau Penyengat

Belum sah berkunjung ke Tanjungpinang jika belum singgah di Pulau Penyengat. Ini pulau yang unik. Dikelilingi pantai, tapi airnya tawar.

Karena itu, dahulu sebenarnya nama pulau ini adalah Pulau Air Tawar. Di sini ada museum rumah adat Melayu yang terdapat sumur air tawar yang airnya bisa diminum. Kami berempat (Pak CEO, saya, Mas Roy, dan Mas Yasin) merasakan langsung kesegaran air sumur tua tersebut. Segarnya masyaAllah.

Untuk menuju Pulau Penyengat, kami naik perahu motor kecil. Jarak tempuhnya hanya sekitar 15 menit dari Tanjungpinang. Pulau ini menyimpan sejarah panjang karena merupakan saksi kebesaran Kerajaan Riau-Lingga. Kerajaan ini punya hubungan erat dengan Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang di Malaysia.

Saya beruntung karena pernah mengunjungi bekas pusat pemerintahan Kerajaan Riau-Lingga di Kota Daik Lingga, Kepulauan Riau. Plus Pulau Penyengat ini.

Dahulu Pulau Penyengat merupakan pusat pemerintahan Kerjaan Riau-Lingga, Johor, dan Pahang. Di pulau ini, terdapat makam Raja Haji Ali (penemu gurindam dua belas) dan Raja Ali Fisabilillah yang merupakan pahlawan nasional.

Ada satu lagi pesona di Pulau Penyengat, yaitu Masjid Pulau Penyengat yang menawan. Kami berempat kebetulan bisa melaksanakan salat Zuhur berjamaah di sini. Alhamdulillah.

Masjid ini juga unik karena dahulu dibangun dengan putih telur. Pada 1832 Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman ingin membangun masjid. Rakyatnya ikut mendukung. Ada yang menyumbang telur ayam hingga berkapal-kapal. Putih telurnya dipakai sebagai perekat bangunan.

Oya, pulau ini dinamakan Penyengat karena dahulu banyak tawon. Lantaran banyak hewan penyengat tersebut, namanya dibuat menjadi Pulau Penyengat untuk menggantikan Pulau Air Tawar.

Kembali ke Masjid Penyengat, warnanya dominan hijau dan kuning. Hijau dijadikan simbol agama Islam, sedangkan kuning perlambang kesejahteraan.

Setelah puas menikmati wisata sejarah dan ziarah di Pulau Penyengat, kami kembali ke Tanjungpinang. Meskipun belum musim barat, angin berembus lumayan kencang. Saya sendiri merasakan isis (sejuk) di sepanjang perjalanan. Sesampai Hotel Bintan Beach Resort tempat kami menginap, saya baru sadar ritsleting celana terbuka sejak keluar dari kamar kecil di Pulau Penyengat. Pantes isisnya gak karu-karuan.

Tanjungpinang, 19 Januari 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ha, ha, ha. Mantap ulasannya, pak Eko. Semoga sukses dan sehat selalu!

19 Jan
Balas



search

New Post