Eko Sutanto

Lahir di Banjarnegara, menjadi guru sejak maret 1997, sampai saat ini masih belajar menulis dan mengeja huruf demi huruf serta angka demi angka....

Selengkapnya
Navigasi Web
Pamudhita
Foto Koleksi Pribadi

Pamudhita

Tiga bulan ini rumah orangtuaku tidak lagi sepi. Setiap saat terdengar celoteh bocah perempuan kecil berumur kurang dari empat tahun. Kadang tertawa, menyanyi, ngomong tidak karuan, ada kalanya suara tangisnya juga terdengar dari balik tembok rumahku. Rumah kami memang bersebelahan, rumah ayah menghadap ke utara sementara rumahku menghadap ke arah timur. Bocah perempuan itu Pamudhita,bocah yang lahir tepat tanggal 28 Oktober. Kami memanggilnya Dhita saja. Dia anak perempuan adik perempuanku dan cucu perempuan satu – satunya Ayahku. Sudah tiga bulan ini Dhita ikut kakek neneknya, lebih tepatnya dititipkan oleh orangtuanya untuk ikut kakek neneknya di desa.

Ayu, ibu Dhita berprofesi sebagai perawat di salah satu rumah sakit yang menangani pasien terpapar covid-19. Sementara Roby, ayah Dhita berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah menengah kejuruan di kota lain. Tuntutan pekerjaan membuat Ayu untuk sementara waktu tidak dapat rutin pulang ke rumah setiap hari. Bahkan karena posisi sebagai perawat yang ikut bertugas menangani pasien covid-19 terpaksa Ayu bersama teman – temannya diharuskan tinggal di sebuah hotel yang disediakan oleh pemerintah daerah. Sejak bertugas sebagai perawat pasien khusus, Ayu tidak pernah pulang menemui anak – anak dan kami keluarganya. Hanya melalui sambungan video atau pun telepon kami dapat berkomunikasi, saling bertanya tentang kondisi kami masing – masing. Sering kali Ayu minta didoakan agar diberi keselamatan dan kesehatan selama bertugas. Tampak ada rasa sedih yang ditahan Ayu ketika mengucapkan salam untuk anak kesayangannya, Dhita. “Baik – baik Dede sama Embah dan Budhe ya, Nak. Ibu pasti pulang setelah tugas ibu selesai” setiap kali ucapan itu yang keluar dari mulut Ayu ketika pamit ke anak – anaknya.

“Budhe, Ibu Dhita diganti Budhe Sri saja ya”, ujar polos Dhita ketika suatu malam minta ditemani bermain karena tidak bisa tidur. Mungkin dia kangen dengan ibunya sehingga mencari seseorang yang dapat mengurangi rasa yang mendera. “Kenapa, Nak?”, tanyaku pelan. “Dhita kangen ibu”, jawabnya sambil terisak. “Sabar, Nak. Besok pasti ibumu pulang” jawabku mencoba menenangkan hatinya. Hari menjelang pagi, kokok ayam mulai terdengar membelah sunyi malam. “Tidurlah, besok kita jemput ibu”, sambil aku usap – usap punggung si bocah yang sudah tampak kelelahan namun matanya masih belum juga terpejam. Mungkin karena hawa dingin yang semakin menusuk akhirnya dia tertidur pulas dipangkuanku. “Ya Allah, berikan keselamatan kepada adikku”, tiba – tiba ada rasa kangen yang sangat kuat menyeruak dalam hatiku. “Semoga kamu baik – baik saja, Ayu”, batinku. Aku berbaring di samping tubuh perempuan kecil yang tiga bulan ini kehilangan kebersamaan dengan ibunya akibat pandemik Covid-19 dengan perasaan tidak menentu.

Pukul enam pagi telepon genggamku berdering, segera aku angkat setelah melihat Ayu yang menelepon. “Assalamu’alaikum, Mba”, suara Ayu di seberang telepon. “Wa’alaikum salam, sehat Yu?” tanyaku didorong rasa ingin tahu keadaan adikku. “Alhamdulillah, baik – baik saja, Mba”, jawab Ayu. “Bagaimana kabar anak – anakku, Mba?” lanjutnya. “Baik, semua baik – baik saja. Hanya semalam Dhita tidur ditempatku, sepertinya dia sudah sangat kangen ingin ketemu kamu, Yu” Sejenak hening, mungkin Ayu sedang menahan gejolak perasaannya. “Mba, aku titip Dhita dan kakaknya ya”, sedikit terisak Ayu berkata. “Iya, iya, Mba akan menjaga Dhita dan kakaknya untuk kamu. Segeralah pulang jika tugamu sudah selesai” Tidak ada jawaban dari Ayu, hanya suara tangis sesenggukan yang kudengar di telepon. “Yu, ada apa sebenarnya?” aku bertanya menyelidik, mendengar suara tangis Ayu yang semakin jelas terdengar. “Ga papa, Mba. Titip anak – anakkku ya Mba. Assalamu’alaikum” Ayu menutup teleponnya.

Selang lima hari setelah Ayu menelepon aku terakhir kali, sore hari ketika aku baru selesai memandikan Dhita tiba – tiba ayahku memanggil dengan suara yang tidak biasanya. Suaranya keras, terdengar parau seperti menahan sesuatu. “Sri … Sri … kesini cepat”, aku bergegas menemui Ayah. “Iya Pak, ada apa?” tanyaku panik melihat Ayah terduduk lemas di kursi ruang tengah. “Adikmu …” kata beliau sambil memberikan telepon genggamnya kepadaku. Ada panggilan yang masih aktif terdengar di telepon itu, tapi nomornya tidak aku kenali. Aku terima telepon genggam dari tangan Ayah dan segera aku sambung komunikasi yang tertunda. “Assalamu’alaikum. Dengan siapa saya bicara?” aku bertanya dengan hati – hati. “Baik, kami dari rumah sakit Harapan Insan akan memberi informasi tentang perawat kami yang bernama Ayu Pratiwi. Maaf kalau boleh tahu dengan siapa kami bicara, Ibu?” Tanya suara dari seberang. “Saya Sri, kakak Ayu”,jawabku. Tiba – tiba ada rasa was – was dan khawatir tentang keadaan Ayu. “Jadi begini Ibu, kami turut berduka cita atas ….” Baru setengah suara diseberang sudah tidak aku dengar lagi, seluruh sendi ditubuhku melemas. Tidak kuat aku menerima berita tentang Ayu sehingga aku pingsan entah berapa lama.

“Budhe Sri, Budhe Sri … Ibu Dhita sudah pulang” lamat – lamat terdengar suara Dhita ditelingaku. Aku buka mata dan memandang sekeliling, ternyata aku terbaring di kamar. Suara banyak orang mengaji tahlil terdengar jelas, aku menangis sejadi – jadinya tidak peduli dengan orang – orang yang datang mengerumuni sambil menenangkan aku. “Sudah Mba, ikhlaskan saja. Allah sayang kepada Ayu”, Rini tetanggaku mencoba menenangkan hatiku. Aku pandang wajah Dhita yang duduk kebingungan di sebelahku. Aku peluk dengan erat dan tidak aku lepaskan, berkali aku cium wajah polosnya dengan berurai air mata. Hatiku terasa sangat sakit menahan beban yang teramat berat.

(Huma di Lembah Serayu, 15 Juli 2020)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ikut menangis aku ni Pak. Sungguh.

15 Jul
Balas

Ikut halu ya Bun

16 Jul



search

New Post