# tantangangurusiana hari ke-90

Sepi sekali rasanya tanpa kehadiran Willy dan Rully, gaya mereka yang kocak terkadang membuat tamu terhibur begitu juga dengan keluarga kami. Tak ada hari mendung kalau bersama mereka. Willy dan Rully memang dapat diandalkan untuk di kafe. Rendi juga harus kembali ke Palembang, masa cutinya hanya sepuluh hari kerja. Tapi cukup untuk mengunjungi orangtua dan menghadiri acara wisuda Siska. Aku persiapkan bekal untuk Rendi bisanya masakan kesukaannya rendang dan dendeng paru. Dan lagi masakan ini bisa tahan beberapa hari, beberapa hari anak anak tidak memikirkan apa yang harus dimasak.

Sebelum keberangkatan Rendi, aku sempatkan menanyakan kembali kapan rencana berumah tangga, “Rendi, sini Nak”, “Ada apa Bu?”. Sudah ada rencana kapan mau menikah?, apa kamu tunggu Ibu sakit sakitan kemidian meninggal baru kamu menikah?”. “Sabar ya Bu dua tahun lagi ya,” Rendi memohon kepadaku untuk diberi waktu.”Baiklah Nak, jangan sampai duluan Siska menikah sementara kamu sibuk dengn pekerjaan. “Rendi serius Bu, Insya allah dua tahun lagi”. Rencana Rendi mau belikan Ibu rumah yang permanen dan memang khusus untuk tempat tinggal saja, kalau untuk usaha kita perpanjang saja kontrakan. “Ibu setuju Nak, apa uang Rendi cukup?. Nabung dulu Bu, kita kumpulkan uang, kalau sanggup kita beli cash saja, atau kalau ke bank pakai yang syariah ya Bu”. Kita lihat dulu kondisi keuangan kita ya, tabungan yang Ibu punya, Ibu siapkan untuk pernikahan kamu dan Siska. Kalian masih tanggung jawab Ibu sampai menikah.

Menjelang keberangkatan Rendi, Bima berusaha mendekatkan diri dan bergabung dengan anak-anak,syukurlah anak- anak tidak pernah memelihara dendam terhadap ayahnya, malahan mereka bersyukur Bima mengalami perubahan yang luar biasa. Permainan togel sudah ditinggalkan semenjak kecelakaan kereta bebapa waktu yang lalu. Kebiasaan baru yang Bima lakukan adalah memelihara burung. Kalau hobby memelihara burung tidak ada yang akan melarang. Yang penting jauh dari judi dan taruhan. Aku sudah trauma berat dengan yang namanya judi, kami pernah merasakan tidak makan, karena uang gaji habis untuk berjudi.

Sesuai janjinya setelah beberapa hari dikampung. Willy dan Rully kembali ke Padang, dan siap bekerja kembali. Ternyata uang yang dibawa pulang memang dibelikan untuk sapi, “sapinya gemuk Bu, sama dengan badannya si Willy. “Willy cemberut mendengar ucapan Rully”. “Besok kita lansung star buka kafe Bu Fitri?”. “apa kalian tidak capek baru saja sampai”. “Semangat Bu, rencana mau beli sapi lagi”. “Ibu ikut saja, terserah kalian saja, yang penting kompak dan selalu akur.

Alhamdulilah ya Allah, mudah mudahan ini awal dari kebahagiaan yang selama ini berselimut kabut. Perlahan kabut ini hilang dan mentaripun muncul membawa sinar yang mampu merubah airmata menjadi cinta. Rendi sudah kembali ke Palembang, Siska rencananya akan menyambung pendidikannya di Pasca Sarjana, sementara si bungsu baru memulai menapaki perguruan tinggi dengan jurusan Teknik Informatika. Aku dan Bima sudah kembali seperti dulu lagi, menikmati masa masa indah yang seharusnya puluhan tahun silam kami rasakan. Menyesal bukan untuk mengakhiri segalanya, mungkin saja pembuka lembar yang baru, dan memulai hidup yang baru. Tamat