Eliana Safitri lubis

Assalamualaikum wr.wb. Salam kenal sebelumnya dengan sahabat-sahabat guru se-Indonesia. Saya Eliana Safitri Lubis, S.Pd. Lahir di Medan. Menamatkan kuliah tahun...

Selengkapnya
Navigasi Web

Biarkan Aku Jatuh Cinta (3)

Tak terasa aku pun tiba di rumah. Lamunanku membuat perjalanan pulang tak terasa. Kuhela napas dalam-dalam sebelum beranjak masuk. Sudah kuputuskan ibulah yang pertama tahu tentang surat ini. Setelah meletakkan tas di kamar tanpa mengganti pakaian aku langsung menjumpai ibu yang sedang mempersiapkan makan siangku. Masakan ibu sangat lezat hari ini namun nafsu makan ku hilang.

"Ada apa Kakak, kok sedikit sekali makannya? sapa ibu. Kakak adalah panggilan sayang orangtuaku padaku. Tanpa basa-basi lagi aku langsung berkata, "Ibu, Kakak dapat surat panggilan, besok Bapak disuruh datang ke sekolah menjumpai Pak Ihsan guru BP. "Loh...Kok Kakak bisa dapat surat panggilan sih?" tanya ibu heran. "Kakak ketahuan pacaran". Hah...Kakak pacaran? Dengan siapa? Sejak kapan? Ya, ampun Kakak sudah mulai ya? Cecar ibu padaku membuat selera makanku semakin hilang. Udah deh ibu, Kakak pacaran yang baik kok, orangnya juga baik, dan Kakak yakin ibu pasti suka dengannya. Kataku sambil meninggalkan ruang makan, tak kuhiraukan lagi ibu memangil-manggil namaku.

Aku menangis di kamar. Guru matematika, pacarku pasti menanyakan kabarku hari ini. Bagaimana aku bisa menghubunginya sementara HP ku saja ditahan oleh Pak Ihsan. Kudengar suara ibu mengetuk pintu dan memanggil namaku lagi. Tak kuhiraukan. Tanpa terasa aku pun tertidur. Aku merasa waktu cepat sekali berlalu. Kuyakin malam ini adalah malam penghakimanku. Aku gelisah. Tanpa terasa malam pun tiba. Seusai makan malam aku kembali masuk ke kamar. Kulihat ibu menatapku sebelum beranjak pergi. Pasti ibu akan menceritakan ini semua pada Bapak pikirku. Belum sampai di pintu kamar. Tiba-tiba aku dikejutkan suara Bapak. "Kakak, Bapak tunggu di ruang tamu, sekarang ya" ujar Bapak padaku. "Yes.." pikirku senang. Bapak tak marah, biasanya kalau marah atau kesal Bapak pasti memanggil namaku bukan sapaan kakak.

Dengan malu-malu aku masuk ke ruang tamu. Kulihat Bapak sudah di sana. Aku tak melihat ibu. Berarti benar ini adalah malam penghakimanku. Biasanya jika kami memiliki masalah, pembicaraan seperti ini memang dilakukan antara hakim dan terdakwa saja. Ya, saat ini aku dan Bapak. Detik ini aku tak berani menatap wajah Bapak. "Besok, kamu tidak usah sekolah" kata Bapak tegas. Loh, kenapa Pak! tanyaku heran. "Masih tanya kenapa, kamu Nisa? Seharusnya Bapak yang tanya! Aduh, ternyata Bapak marah. Dia memanggilku Nisa. Ya, benar memanggil namaku. Jelaskan siapa pacarmu itu. Kelas berapa? Bagaimana kelakuannya. Dan sebagainya. Sebelum besok Bapak datang menjumpai Pak Ihsan. Jangan sampai gurumu lebih tahu kelakuan mu Nisa dibanding Bapakmu sendiri. Dibanding orangtuamu sendiri. Bikin malu saja kamu. Masih satu SMA kok sudah mulai pacaran. Masa depanmu masih panjang. Pacaran hanya hambatan kesuksesanmu. Lagian apa kamu tidak tahu Nisa dalam Islam tidak kenal pacaran.

Seketika jantungku berdegup kencang, air mataku hampir saja jatuh. Ternyata Bapak tak suka aku pacaran. Tapi mengapa selama ini Bapak seolah-olah setuju. Bapak bilang kalau punya pacar bawa ke rumah jangan jumpa di luaran. Tapi, apa ini yang barusan kudengar. Apakah aku harus menceritakan sebenarnya. Ataukah aku harus menutupi status pacarku. Kasihan dia. Akulah yang mengejarnya hingga tak berdaya. Setelah tamat dari SMP kami tak pernah bertemu. Akulah yang selalu memburunya. Kucari dia lewat berbagai media: WA, Line, IG, FB dan semuanya. Kukatakan padanya bahwa aku mencintainya. Aku sudah besar. Bukan anak kecil lagi. Sudah SMA. Kupastikan dia belum punya pacar. Kuyakinkan dia bahwa aku bisa menjadi pacar yang baik. Hingga dua bulan lalu. Aku memaksanya untuk bertemu di sebuah cafe dekat sekolah. Dan aku sangat senang ia datang. Aku katakan padanya untuk mengabulkan permintaanku menjadi pacarnya. Aku yang memaksanya. Hingga akhirnya ia berkata. "Baiklah, Nisa." Dan sejak dua bulan itu kami tak pernah bertemu. Dia mengajar di sekolah di mana aku belajar dulu. Sedangkan aku di sini. Pacaran kami kuistilahkan LDR (long distance relationship) alias pacaran jarak jauh. Ia hanya tertawa. Komunikasi kami juga biasa saja. Tak ada hal-hal romantis seperti anak SMA kebanyakan. Dan aku suka. Aku suka gayanya memperlakukanku. Sangat dewasa pikirku. Oh, mungkin seperti inilah pacaran secara dewasa. Diakuinya pacar saja sudah membuatku klepek-klepek. Oh, Bapak, biarkan aku jatuh cinta.

*Bersambung.....

*Edisi belajar membuat cerpen

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post