"Pokoknya kamu harus nurut Delia" bentak Cindi sambil memegang pundak ku. Aku pandangi wajah Cindi yang mencoba menggertakku. Ku dongakkan kepalaku dan tetap tak bergeming, tak menjawab gertakannya.

"Iya nih Del kenapa kamu keras kepala sih" Nena menimpali. Mencoba menyakinkan ku untuk mematuhi perintah Cindi.

"Pokoknya ini terakhir kita negur kamu Del. Kita tak mau pakai cara kasar ke kamu. Jadi ini terakhir kami menegurmu" ancam Cindi lagi. Aku masih tak habis pikir tentang sikap Cindi dan kawan-kawan satu gengnya.

"Kalau aku gak mau kenapa? Aku kan sudah menegaskan ke kamu berkali-kali kalau aku tak mau seperti itu" jawabku tak mau kalah dengan Cindy. Sambil ku singkirkan tangannya dipundakku.

"Delia!!" Bentak Cindi sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai dan kedua tangannya mengepal erat. Sepertinya ia mulai frustasi. Beberap hari ini ia memang berusaha mempengaruhiku. Sebelumnya ia mencoba merayuku dengan kata-kata manisnya. Bahkan sempat menyogokku dengan coklat dan kue lainnya. Dan sekarang mencoba menggertakku. Nyatanya aku tetap dengan pendirianku dan tak gentar dengan gertakannya.

"Sudahlah Cin akhiri semua ini. Sikapmu seperti itu salah. Seharusnya kau sadar semua ini salah dan harus segera di akhiri" jawabku menenangkan hati Cindi. Berharap Cindi sadar dengan kesalahannya dan berhenti merayuku, untuk mengikutinya.

"Delia aku tak butuh ceramahmu. Kenapa kau susah seksli sih" Cindi kembali memegang kedua pundakku. Masih saja ia tak menyerah. Aku sudah mulai bosan dan risih menanggapi permintaanya.

Ku singkirkan tangannya dari pundakku " sudah hentikin Cin! jawabanku tetap sama seperti kemaren" ku keraskan nada bicaraku. Berharap Cindi menyerah dengan tindakannya. Lalu ku tinggalkan Cindi dan kawan-kawannya di lorong belakang kelas. Ku langkahkan kakiku menuju ke kelas. Entahlah sekarang apa yang dipikirkan Cindi.

Bersambung