eliyani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

BULAN PUN TERSENYUM

BULAN PUN SENYUM

(Eliyani)

Mencapai puncak gunung membawa kesan tersendiri bagiku. Entahlah kalau bagi kalian. Harapku, ya. Puncak yang telah kuraih menyisakan kesan bagiku. Bagaimana dengan Indah? Perjuangan selama kuliah kini tertebus. Wisuda. Titik.

Indah. Nama yang pas untuk gadis berkulit hitam manis. Sederhana harus menjadi pilihan terakhir. Kebiasaan itu seibarat pakaian yang melekat dan sesuai di postur tubuhnya. Kini ia tampak lebih elegan dengan sikapnya. Ia mampu melawan godaan dan bisikan ringan temannya jika ingin berfoya-foya. Sungguh sangat mengkhianati kodrat keluarganya jika ia membaur dengan temannya. Alasannya sederhana. Bisa kuliah. Itu jantung hidupnya.

Oh, ya. Aku lupa menyuguhkan nama lengkapnya. Indah Kurnia Illahi. Wanita yang membangun mimpi di atas optimisme itu seolah tak yakin bisa mengenakan toga. Ia lulus skripsi. Sebenarnya, pelengkap jantungnya bukan hanya saat ia menamatkan kuliah. Ia justru telah lulus dari kerasnya hidup dan kuatnya goncangan angin. Ya, demi ibu. Wanita terhebat yang dikirimkan Tuhan untuk melengkapi kesempurnaan hidupnya. Kesetiaan yang ia pelajari dari sosok ibunya.

Senyum Indah kadang tak seindah namanya. Ia harus bertarung mengumbar senyum di hadapan temannya. Ditopang sepotong kue untuk menunda perut sudah menjadi kesehariannya. Ada satu hal yang ia simpan rapat-rapat dalam hati: pantang berkeluh kesah. Pintunya sangat rapi sehingga tak bisa dimasuki teman sekamarnya. Ya, ia amat ahli. Ahli membangun rumah sedih dari sinar mata orang lain.

“Indah, makan, yo!” kata Vio memecah keheningan.

Vio, teman sekamar Indah, mengajak makan. Kebetulan ibunya baru datang dari kampung. Ketika Indah serius, lebih serius dari situ sebenarnya request lambungnya.

“Ada rendang belut dari kampung. Ayo, kita makan bersama!”

Indah tersenyum. Dihentikannya sejenak tugas kuliah.

“Lanjut, Vio. Aku masih kenyang. Baru saja selesai makan. Maaf, aku harus menuntaskan tugasku untuk besok. Sudah deadline,” katanya sambil menyugesti perut supaya tidak demo cacing dan memperlihatkan bungkus kue. Ia mengeluarkan jurus jitu dengan doa panjang semirip panjangnya usus.

Multitalenta tersemat pada Indah. Asisten fotokopi sudah dilakoninya. Fotografer saat wisuda juga sudah dijamahnya. Sopir? Apalagi. Semuanya bermuara ke perut. Sisanya untuk kuliah. Ia selalu mencari cara supaya tidak gampang dihempaskan angin dan derasnya hujan kehidupan.

***

Niat untuk kuliah dikuburkannya di hatinya saat ditawarkan Mia, Ibunya. Alasannya masih sama. Membantu Ibu. Membantu adik juga.

“Izinkan Indah meringankan bebanmu, Bu. Tak sanggup mataku menatap Ibu bergulat sendiri untuk mampu berdiri dan mengepulkan asap dari dapur,” katanya sambil tegar meski hatinya menyimpan bola niat yang sengaja dipadamkan.

Mia menatap lembut tepat pada bola mata anak sulungnya itu, seolah mencari celah meresapi setiap kata-kata Indah sambil mengenggam tangan anaknya yang lembut semirip parasnya.

“Kamulah dian bagi adikmu, Nak!”

Keduanya tak saling melihat. Ibunya menerawang masa depan anaknya. Sementara Indah? Entahlah.

“Lihatlah, mata Ibu sayang. Saat ini, benar keadaan kita tak seperti jalan tol. Ibu percaya Allah SWT tidak pernah tidur. Selalu ada jalan untuk keluar dari kesulitan jika kita mau. Jalan berkerikil pun ada untuk menguji konsentrasi, ketabahan, dan kelihaian kita untuk mengindarinya,” kata Ibunya sambil merapikan jilbabnya.

Ia menatap wajah teduh ibunya. Kata yang manis dan ampuh menutupi jalanan pesimisme.

Cepat dewasa termasuk makanan baginya. Kerasnya hidup cukup lihai untuk membuat otot mentalnya kian mantap. Jika gunung masalah dihadapi, artinya adiknya juga akan mengikut. Untuk melangkah, Indah harus hati-hati. Gegabah bukan termasuk kosakata suksesnya.

Malamnya, Indah tenggelam dalam bincang-bincang dengan kekasih hatinya lewat Sholat. Beberapa pengaduan ditujukan kepada-Nya termasuk niat baiknya dalam sujud panjang di rakaat terakhir tahajudnya.

Akan ada matahari yang bersinar jika di hatinya telah ditanamkan terlebih dahulu. Mentari di langit bakal redup jika berkas sinar di hatinya dipalang golakan serbuan pikiran negatif.

Jadi guru bukan pilihan awalnya. Perawat. Begitulah dibangunnya tekat di pikirannya. Alasannya sederhana. Cepat kuliah langsung bisa kerja. Setumpukan uang cita-cita singkatnya.

. “Bu, Indah ingin kuliah di Akper Bina Insan Padang. Sudah Indah cari tahu. Gimana, Bu? usul Indah penuh semangat sambil menunjukkan brosur pendaftaran. “Boleh, sayang” kata Mia singkat. Ia tidak ingin mematahkan harapan anak sulungnya yang sedang membuncah.

Mia dengan nanar menatap brosur yang baru saja diberikan Indah padanya dibacanya satu per satu biaya kuliah di Akademi Perawat Bina Insan Padang tersebut.

Total Biaya Masuk

Rp. 3.500.000

Pengembangan Pendidikan

Rp. 6.000.000,-

B. BIAYA KULIAH SEMESTER I

Jumlah Biaya Kuliah Semester I Rp. 12.000.000,-

Rasa terkejut ibunya disembunyikan meski mulutnya sedang berperang. Batinnya sedang tak akur. Pikirannya menyerangnya dengan cukup sempurna.

“Sudah ibu siapkan, Nak!” kata Ibunya dengan iman.

Indah merekam kalimat itu.

“Pilihan baik niatmu, Nak. Jika saat kita mau makan, tiba-tiba ada panggilan lain tak bisa kita tinggalkan pinggan. Jika hari tidak secerah harapan tiba-tiba ada petir, jangan perah mundur. Jika belum tersedia payung, tak ada salahnya mengurungkan langkah kaki bergerak di waktu yang sama.”

Tak bisa memaksa ulat langsung menjadi kupu-kupu. Itulah simpulan yang diarik Indah. Kata-kata ibunya lembut di telinga namun menyayat hati. Apalagi bagi anak muda seperti Indah.

Dengan memperpanjang doa malamnya, Indah mohon diberikan kekuatan serta petunjuk, dari Allahu ‘azawajalla. Indah Sholat istikharah, untuk memutuskan mana yang harus ia pilih, kuliah di Akademi Perawat Bina Insan Padang atau menjadi guru seperti usulan Ibu. Begitu khusuk munajat Indah malam itu, diiringi setiap tetes air matanya yang terurai tanpa sengaja. Berharap sangat akan kekuatan dari Allah SWT, agar keluarganya bisa keluar dari cobaan hidup yang Allah gariskan buatnya.

Indah resmi menjadi mahasiswi S1 PGSD di Padang dengan segala liku-liku perjalanan. Kepedihan yang tumbuh di hati harus dicabuti dengan tekad yang bulat. Lilitan utang menguras kebahagiaan yang pernah tersemai bagi keluarga kecilnya. Ibunya ASN dan ayahnya pengangguran menjadi kenyataan yang harus ditelan. Berkutat di kantin menjadi penghias keseharian ibunya. Belenggu harus dilepas. Ikatan kemiskinan harus ditepis melalui pendidikan.

Sadar sebagai anak tertua, Indah harus tabah menjalani proses perjuangan meraih cita-cita, demi ibu dan adik-adiknya. Walau dalam melewati proses itu, ia harus berjibaku dengan berbagai aral rintangan, termasuk berjuang melawan lapar yang acap singgahi perutnya. Hal itu tidak membuat Indah patah semangat. Justru itu memacu semangat juang Indah untuk terus bertahan.

Malaikat dikirimkan Tuhan kepada Indah sehingga bisikan manis dari temannya mampu menjadi penyelamat. Amanah yang diembankan kepadanya harus dirawat supaya tumbuh subur dan mekar. Matanya memancarkan semangat. Ia mau tak mau pudar dan berpencar.

Memanfaatkan barang bekas menjadi kubus transparan dan mempermak payung bekas untuk dijadikan payung satuan dan pecahan desimal mampu mencuri perhatian dosennya. Penelitian yang berjudul Pengaruh Model CTL Terhadap Pembelajaran Matematika di Kelas 4 di SD Tunas Bangsa membuatnya menerima pujian dari dosen pembimbingnya.

Benar sungguh Tuhan tidak tidur. Kata-kata ibunya tetap terngiang di telinga sampai sekarang. Kemudahan bertubi-tubi mulai dari mengajukan judul, observasi, seminar, penelitian, kompre, hafalan juz 30, beserta hadist yang menjadi syarat wisuda dilaluinya dengan lancar.

Saatnya merayakan kemenangan. Kelegaan memenuhi rongga dada Indah. Seolah ia tengah menatap masa depan dengan semangat yang dititipkan oleh Ibunya. Ia semakin optimis melangkah untuk mewujudkan mimpi-mimpinya yang masih tertunda.

Seragam merah bata keluarga indah mewarnai cerahnya hari, di tengah hiruk pikuk upacara sakral prosesi wisuda, dengan lancar indah melafadzkan lantunan ayat demi ayat juz amma, serta beberapa hadist. Kesuksesan adalah hasil dari kesempurnaan, kerja keras, belajar dari pengalaman, loyalitas, dan kegigihan. Ia teringat kutipan Colin Powell.

Tidak terasa air mata haru membasahi pipi Mia. Segurit wajah senyum tergantung sempurna dan mendarat di wajah putrinya. Utang yang belum kunjung lunas dianggapnya sebagai bagian dari cara Allah SWT membantunya.

Iapun percaya bahwa Allah SWT punya cara untuk melepaskan dirinya dari himpitan hidup yang tengah ia jalani. Melihat buah hatinya berdiri di hadapannya dengan toga menghiasi kepala, seolah semua jerih itu terobati.

Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam. Hal itu sejalan dengan pemikiran R. A. Kartini dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Kalimat motivasi hidup dari tokoh legendaris wanita Indonesia ini melengkapi simpul semangat Indah. Kalimat yang bernyawa.

Pengalaman indah sebagai nikmat kurnia Ilahi dirayakan dengan hati penuh syukur. Bulan di atas sana sedang memancarkan sinar maksimalnya karena turut bersukacita atas rasa syukur Indah.

Lasi, 24 Desember 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post