Penulis itu manusia disiplin. Bukan menganggap selain penulis tidak disiplin. Jangan berpikir yang sebaliknya. Justru pernyataan di awal merupakan pemicu membuka cakrawala pemikiran tentang kedisiplinan itu sendiri. Kedisiplinan identik dengan keteraturan dan ketertiban. Hanya saja kedisiplinan bagi seorang penulis tidak seperti disiplin ala kemiliteran. “Siap, laksanakan!”, tidak seperti itu.

Dunia kepenulisan merupakan lingkungan yang dinamis. Tidak statis. Apa saja dapat dijadikan bahan tulisan. Peristiwa-peristiwa besar selalu menjadi bahan tulisan yang menarik. Meskipun demikian, tetap saja hal-hal kecil dan sederhana bisa menjelma menjadi tulisan yang berbobot dan menginspirasi banyak orang. Kesemuanya terpulang kepada kepiawaian penulis meramu kata merangkai kalimat dalam penulisannya. Pilihan-pilihan kata yang cenderung membumi dan enak dibaca juga turut menentukan kenyamanan menikmati sebuah karya tulis.

Apapun genre tulisan yang dipilih, tetap saja penulis terikat dengan aturan kedisiplinan. Saya tidak ingin membahas kedisiplinan dunia kepenulisan dari sudut pandang perundang-undangan yang ada. Sudah banyak yang membahasnya. Tidak terhitung juga berapa banyak penulis yang tersangkut dengan pelanggaraan hak cipta karya tulis. Biar pihak lain saja yang mengutarakannya. Biarlah saya membahas dari sudut pandang pengalaman pribadi saja. Lebih santai.

Semakin mendalami dunia kepenulisan, semakin sadar bahwa kedisiplinan mutlak diperlukan bagi seorang penulis. Mematuhi rambu-rambu tersebut sesungguhnya memberikan manfaat besar bagi penulis itu sendiri. Mengetahui ambang batas daya tahan tubuh perlu dipelajari. Kesehatan jasmani dan rohani harus diperhatikan. Sudah banyak pakar kesehatan yang mengingatkan ancaman gangguan kesehatan. Seseorang yang terlalu lama berhadapan dengan laptop. Radiasi layar laptop disinyalir sangat mempengaruhi kesehatan mata penggunanya. Berjam-jam melihat layar laptop bukanlah sesuatu yang baik. Mata pedas dan memerah. Pandangan berkunang-kunang. Ketidakfokusan melihat objek tulisan merupakan gangguan awal kesehatan mata bagi pecandu laptop.

Menulis tidak boleh menjadi racun bagi hubungan sesama manusia. Disiplinlah untuk menyelaraskan dengan kehidupan di luar menulis. Penulis memiliki keluarga. Keberadaan teman dan kerabat tidak bisa dipinggirkan begitu saja. Ada dunia yang lebih besar lagi selain dunia kepenulisan. Jangan sibuk dengan menulis terus. Jangan keseringan berkomunikasi dengan pikiran sendiri. Asyik mengolah kata merangkai kalimat dalam kesendirian. Tersenyum sendiri. Tertawa sendiri. Nanti dibilang “ Orang Gila.”

Berkarya teruslah penulis hebat. Jangan berhenti melahirkan karya-karya menginspirasi orang banyak. Dirimu pembangun peradaban bangsa. Namun, jangan lupakan hak diri sendiri. Jasmani dan rohani ada keterbatasannya. Berikan haknya dengan adil. Jangan menzalimi diri sendiri. Jangan menjadi orang yang terasing di tengah keramaian. Dirimu bukan sekadar untuk menulis belaka. Kehadiranmu juga dibutuhkan orang lain. Keluarga jangan terabaikan karena sibuk menulis.

Kehidupan yang dijalani dengan berimbang sesungguhnya karya tulis yang terhebat. Sebab ia terdokumentasikan sebagai teladan yang sesungguhnya. Melebihi dokumentasi pemikiran yang dituliskan dan dibukukan dalam ratusan lembar kertas. Disiplin hidup seorang penulis merupakan naskah buku yang patut dituliskan guna menginspirasi orang lain. Namun, menjadi teladan dalam menjalani hidup jauh lebih penting.