Endang. M. E (eme effendi)

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
ANTARA SHIFT+8 DAN SHIFT-> 8

ANTARA SHIFT+8 DAN SHIFT-> 8

Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) sebagai mata pelajar di sekolah muncul tenggelam. Dalam kurikulum sekolah terutama SMP?MTs dan SMA (KKPI di SMK) nasibnya muncul beberapa tahun kemudian (di)hilang(kan). Konon menurut para master suhu di langitan sana, TIK tidak perlu menjadi satu mata pelajaran karena anak-anak sekarang sudah pandai dan akrab dengan komputer tanpa harus diajarkan di sekolah. Di sekolah, TIK cukup diperankan sebagai media dan alat yang digunakan di setiap mata pelajaran. Teori dan asumsi boleh demikian, tapi kenyataan bisa berbeda.

Tahun ini, ujian nasional SMP/MTs dan SMA/MA/SMK dihebohkan dengan ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Memang dalam titah dari langitan sana UNBK saat ini hanya merupakan pilihan, sebagaimana tahun kemaren. UNBK tidak wajib. Tahun ini masih disediakan dua alternatif teknis pelaksanaa UN yakni UNBK dan UNKP (ujian berbasis kertas dan pensil). Tidak wajib namun digaungkan dengan promosi yang gencar. Sudah dapat ditebak, bagaimana respon Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap kebijakan ini.

UNBK hanya dianjurkan dengan himbauan bagi sekolah yang memang sudah siap. Secara teknis dapat ditempuh melalui dua pola. Mandiri, yakni segala sesuatunya di siapkan dan dilaksanakan oleh sekolah sendiri. Sekolah mengajukan kesiapan kepada Dinas Pendidian Kabupaten/Kota atau Pemprov bagi SMA/SMK, kemudian Dinas pendidikan melakukan verifikasi. Pola kedua, gabung. Jika dalam hal sarana belum bisa mandiri tapi ingin melaksanakan UN dengan pola UNBK dan ada sekolah lain dengan lokasi radius 5 km, maka sekolah tersebut gabung dengan sekolah yang siap UNBK mandiri.

Entah demi gengsi atau karena alasan lain (bisa obsesi, rasional atau dirasionalkan) akhirnya banyak Pemerintah Kab/Kota serta sekolah yang “memaksakan” diri melaksanakan UNBK dengan berbagai resiko dan tantangan yang dihadapi. Pokoknya UNBK (titik). Kayaknya UNBK dipandang sebagai prestise sekolah. Sekolah yang tidak UNBK ipersepsi sebagai sekolah yang ketinggalan zaman. Sedangkan sekolah yang melaksanakan UNBK dipandang sebagai sekolah yang “kekinian”. Hari gini masih UN kertas? Malu doong, begitu kira-kira kesan yang sekarang muncul.

Alhamdulillah, di sekolah tempat saya bertugas, UNBK dilakukan secara mandiri (malu dong masa SMK yang ada TKJ nya gak siap UNBK) dan saya mendapat kesempatan bertugas sebagai proktor. Proktor merupakan jabatan yang –bersama teknisi- memegang kunci kendali dalam mengeksekusi pelaksanaan UNBK. Di Kabupaten tempat saya tinggal, banyak SMP/MTS yang ikut UNBK dengan cara gabung. Kebanyakan SMP/MTs gabung ke SMA/SMP. Termasuk di sekolah saya, kedatangan “tamu” yang gabung dari dua SMP swasta.

Tahpa persiapan UNBK, selain penyiapan infra dan supra struktur, juga dilakuakn simulasi. Siswa diberi kesempatan uji coba (simulasi) UNBK masing-masing sebanyak 2 kali. Simulasi tahap pertama dan simulasi tahap kedua. Simulasi tahap kedua sekaligis berfungsi sebagai gladi bersih untuk mengevaluasi kesiapan, baik kesiapan perangkat, kesiapan siswa maupun kesiapan petugas (Teknisi dan proktor). Dengan demikian, saya melakukan empat kali simulasi, dua kali untuk siswa saya sendiri (SMK) dan dua kali untuk siswa SMP yang gabung. Malah menjadi lima kali, karena SMP ditambah dengan try out yang diselenggarakan provinsi.

Selama saya melakukan simulasi untuk siswa SMP, banyak pengalaman dan pelajaran yang berharga. Rupa-rupa, dari mulai kejadian siswa gemetar, bingung mengetik usser name , password dan TOKEN, sampai teknisi sendiri keringat dingin saat tegangan listrik naik turun drastis.

Masih banyak siswa yang ngetik di keyboard seperti sedang mencari kacang yang bercampur dengan pasir. Idikator bahwa siswa asing dan belum akrab dengan papan ketik komputer sangat nampak dengan jelas. User name semuanya dimulai dengan inisial tingat sekolah, SMP pasti dimulai dengan hurup P yang diikuti dengan angka. Hurup P yang dimaskukkan harus hurup kapital. Sistem tidak mau menerima hurup p kecil. Banyak siswa yang tiap kali ngetik kecil lagi kecil lagi. Demikian pula dengn password yang harus diketi semuanya angka yang diakhiri dengan karakter *.

Saat memasukkan usser name dan password inilah, banyak siswa yang salah, salah, dan salah lagi. Persoalannya ya itu tadi, siswa belum kenal bagaimana hurup kapital harudi tulis. Masih mending untuk P kapital bisa ditolong dengan menghidupkan caps lock. Namun untuk karakter *, mesti menggunakan tombol shift. Di sinilah pemandangan yang lucu, sekligus menyedihkan terjadi. “Untuk menulis bintang, gunakan tombol shift bersama 8”. Di papan saya tulis SHIFT+8. Sebagian siswa (agak banyak lho) ada yang selalu menekan shift dulu baru kemudian *, (shift--> 8), ya hasilnya pasti 8, sistem gak mau nerima. Akhir dengan penuh “kesabaran” saya sebagai proktor menuntun tangan siswa satu persatu untuk menegeksekusi SHIFT+*.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Muantap. Ngalir, rapiii n nyelekit

22 Mar
Balas

Prihatin membaca siswa SMP belum bisa mengetik karakter * dan huruf kapital. Semoga kebijakan-kebijakan ke depan lebih melihat kondisi sesungguhnya di lapangan. Tidak bijak, apabila keputusan besar hanya dilandaskan pada pemikiran pribadi atau potret yang diambil dari kondisi siswa/sekolah yang tidak mewakili heterogennya kondisi siswa/sekolah di Indonesia.

22 Mar
Balas

iyah, amiin

22 Mar

sabar ya Kang...

22 Mar
Balas

Disekolah saya diberi tugas sebagai teknisi, Dan satu satunya smp sekabupaten kami yg melaksanakan unbk!! Dipaksakan, tanpa ada usulan dari sekolah, gengsi kepala dinas, ahirnya UNBK menjadi pertrung gengsi, yang jadi korban sekolah!!!! Hmmmm!

21 Mar
Balas

waah...kok bisa begitu yah?

22 Mar



search

New Post