Endang Siwi Ekoati

Saya adalah seorang guru yang ingin terus belajar hingga maut menjemput. Belajar adalah kegiatan yang menyenangkan. Begitu pula mengajar.Terlebih ketika m...

Selengkapnya
Navigasi Web

RPP SATU HALAMAN

RPP itu kurikulum operasional, rel pembelajaran. Semua aktivitas pembelajaran harus berjalan di atas rel itu. Abai terhadap RPP sama saja abai terhadap kurikulum. Pembelajaran menjadi semau-maunya. Mungkinkah RPP hanya satu halaman?

Bapak Ibu yang sudah berpengalaman dalam mengajar tentu akan sangat repot dengan batasan RPP yang satu halaman. Apalagi, jika RPP hanya terdiri atas tiga komponen. Bukan bermaksud melawan kebijangan Mas Mentri yang konon lulusan luar negeri, tetapi kebijakan yang “super ultra cepat” ini membuat guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah perlu berpikr keras agar RPP yang hanya satu halaman itu tetap “berguna” dalam pembelajaran, memenuhi tuntutan PMP (Pemetaan Mutu Pendidikan) dan akreditasi.

Jika instrumen PMP dan boring akreditasi tidak diubah maka komponen RPP yang hanya tiga komponen itu tidak sesuai. Bisakah kementrian mengubah ketiganya dalam waktu singkat ini?

Bukan menolak kebijakan tersebut tetapi contoh yang beredar sangatlah super mini. Niat untuk menyederhanakan, tentu niat yang baik. Niat menghemat kertas juga merupakan tujuan yang mulia. Namun, kalua setiap guru membuat RPP sesuai contoh, apa yang akan terjadi dengan dunia Pendidikan? Untuk apa guru belajar karakteristik peserta didik kalau langkah pembelajarannya sama. Mungkinkan untuk jenjang yang berbeda, SD, SMP, SMA, SMK, model pembelajarnnya sama?

Setiap model pembelajaran memiliki filosofi, metode, langkah yang berbeda-beda. Kalau seragam seperti itu, guru tidak perlu belajar model-model pembelajaran, tidak perlu repot membuat bermacam strategi dan Teknik pembelajaran. “It’s simple, very simple”. Tidak usah membuat RPP toh langkah pembelajarnnya sama, tinggal mempersipakan materinya saja. Begitukah?

Sungguh kita harus belajar bahwa jika kita mempunyai hak untuk membuat kebijakan, pikirkan dan telaah baik-baik kebijakan yang akan kita buat. Kasihan para pelaksana kalau kebijakan yang kita buat seperti angin surga tetapi tidak nyata, sulit dilakukan. Saat ini beredar banyak contoh RPP dengan versi yang beraneka. Itukah yang dimaui sesuai Surat Edaran Menteri poin yang ketiga bahwa sekolah, kelompok guru mata pelajaran (KKG/MGMP), individu guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP secara mandiri untuk sebesar-besarnya keberhasilan belajar murid?

Jika format RPP bebas, bagaimana instrumen untuk menelaah RPP? Mungkin ada yang komen “begitu saja kok repot”, tetapi sungguh aturan RPP ini sudah membuat repot. Khususnya bagi kepala sekolah yang mempunyai tugas supervisi guru. Kasihan amat, kalau kondisi ini tidak segera dicari solusinya. Paling, senjata terakhir yang disampaikan guru “ yang penting membuat”. Tidak ada yang salah. Semua boleh karena kita bebas memilih, membuat, dan mengembangkan format RPP asal untuk keberhasilan siswa.

Okelah… apalah-apalah…. Silakan memilih, memilah, dan menyikapi kebijakan ini dengan bijak. Semoga dunia Pendidikan akan semakin berkibar dengan slogan “merdeka belajar, merdeka membuat RPP”. Salam...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post