Endang Widiarti Ningrum,S.Si.

Lahir di Purworejo, Rabu Pahing 4 Oktober 1978. Mulai sekolah TK Pertiwi Sapuran, SD N 2 Sapuran (1991) dan SMP N 1 Sapuran (1994), SMU N 1 Purworejo (199...

Selengkapnya
Navigasi Web
Dilema
Dilema

Dilema

“Bu, Ivy ditemani tidur yuk Bu...”, rengek Ivy kepada ibunya yang dari tadi asyik di meja kerjanya memegang HP dan daftar nilainya.

“Ibu sibuk nak. Ini ibu sedang memeriksa pekerjaan murid-murid Ibu. Ivy sama Ayah dulu ya”, kata Tunik kepada anaknya, berharap anaknya yang berumur 5 tahun itu mengerti.

“Ayah sedang ada tamu. Ivy disuruh masuk sama Ibu.”, jawab Ivy jujur. Tunik mendengar suara percakapan orang di luar, mungkin itu percakapan Mas Jazz dengan tamunya batin Tunik.

“Oh, kalau begitu Ivy sama kak Izaan ya.”, kembali Tunik meminta Ivy agar tidak mengganggunya.

“Kak Izaan sedang mengerjakan tugas sekolah. Katanya Ivy tidak boleh mengganggu.”, suara Ivy terdengar agak sayu.

Merasa kehabisan akal, Tunik berkata “Ivy duduk di ruang tengah nonton TV, nanti ibu menyusul ya.” Mendengar perkataan Ibunya Ivy mengangguk. Tunik bangkit kemudian bersama Ivy menuju ruang tengah. Tunik menghidupkan TV, memilih chanel untuk anak-anak.

“Ibu melanjutkan kerja dulu ya..”, kata Tunik kepada Ivy. Melihat anaknya telah asyik menonton TV tak lagi peduli dengan pekataan Tunik, ia segera kembali menuju meja kerjanya.

“Bu, Izaan lapar. Buatin lauk dong.”, belum lama Tunik melanjutkan memeriksa hasil pekerjaan siswanya dari tugas daring, Izaan anak sulungnya minta makan. Sebagai seorang ibu naluri kewanitaannya tetap tak tega melihat anaknya sudah pucat karena lapar.

“Bu, Ayah pergi dulu sebentar sama bang Amran ya. Ada urusan penting.”, tiba-tiba Mas Jazz masuk mengambil kontak mobil dan keluar lagi tanpa sempat mendengar jawaban Tunik yang memang belum menjawab.

Tunik ke dapur menyiapkan makan untuk Izaan. “Ivy mau makan juga ga nak?”, tanya Tunik setengah berteriak kepada anaknya dari dapur.

“Iya, sama mi dan telur.”, suara Ivy terdengar agak samar.

“Ini makananna sudah siap.”, kata Tunik kepada dua anaknya. Mereka segera menyambut dan melahap makanan mereka masing-masing.

“Ibu lanjut kerja lagi ya.”, kembali Tunik melanjutkan pekerjaannya. Kegiatan pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 ini sangat menyita waktu Tunik. Tetangganya melihat Tunik sangat nyaman hidupnya. Mereka berpikir Tunik tak perlu bekerja, namun tetap terima gaji.

“Enak jadi Bu Tunik, ga perlu berangkat kerja gajinya utuh.”, kata Yu Wage suatu hari di awal-awal masa pandemi dulu. Saat itu Tunik Cuma tersenyum mendengar perkataan Yu Wage. Karena pada saat itu Tunik berpikir pandemi ini akan cepat berakhir. Namun, pada kenyataannya malah berkepanjangan sampai sekitar 7 bulan tanpa ada tanda-tanda akan berakhir.

Sudah ada 2 jam Ivy tak lagi muncul di dekat Tunik, ia penasaran sedang apa anak bungsunya itu. Melihat pekerjaannya yang telah hampir tuntas untuk hari ini, Tunik beranjak menuju ruang TV. Tak ada siapapun di sana meski TV masih menyala. Tunik mulai gusar, ia menuju kamar Izaan. Didapatinya Izaan tidur dengan pulasnya. Tunik segera kembali menuju ruang TV memastikan keberadaan Ivy. Namun tak juga ia temui. Tunik mulai cemas. Ia berteriak “Ivy...!”, sambil berlari menuju ruang tamu yang juga kosong. Tunik lari menuju ruang dapur juga sepi.

“Ivy dimana kamu nak... “, sambil berjalan mencoba menelusuri setiap ujung ruang di rumahnya Tunik terus memanggil-manggil nama Ivy. Tunik menuju ruang kamar Izaan dan membangunkannya.

“Bangun mas, bantu ibu cari adik kamu. Ivy dimana?”, Tunik menarik Izaan yang masih setengah sadar.

“Izaan bantu Ibu mencari Ivy, cepat cari Ivy!”, Tunik membentak Izaan sambil menangis, tak tertahankan air matanya keluar. “Tadi Ivy kan sama Izaan pas makan. Trus kemana?”

“Izaan ga tahu Bu. Selesai makan Ivy berjalan menuju ruang kerja Ibu terus tak muncul lagi. Izaan masuk kamar terus ketiduran.”, kata Izaan dengan polosnya.

“Tapi Ivy tak masuk ke ruangan Ibu.”, kata Tunik kembali mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi. Izaan segera menuju ruang lain membantu ibunya mencari Ivy. Tunik segera mengambil HP dan menghubungi suaminya.

“Mas, Ivy hilang mas. Segera pulang.”, suara Tunik terdengar terisak di telinga Jazz.

“Kok bisa? Tadi kan di rumah to?”, suara Jazz terdengar dari seberang sana. Jazz tak mendengar jawaban Tunik melainkan bunyi “Tuuuuuuut...”. Ternyata Tunik telah menutup teleponnya.

Jazz segera pamit pulang. Sampai di rumah ditemuinya Tunik dan Izaan sedang sibuk mencari Ivy. Jazz langsung membantunya. “ Sudah dicari dimana saja Bu?”, tanya Jazz pada istrinya.

“Sudah di semua ruang Yah. Kita harus bagaimana?”, tangisan Tunik menjadi.

“Tenang Bu, kita cari lagi setelah ini. Tapi kita harus menjernihkan pikiran dulu. Ibu yang tenang dong.”, kata Jazz pada istrinya.

“Sudah dicari di ruang belakang belum? Mungkin Ivy mencari mainannya di sana.”, kata Jazz. “Ayo kita cari bareng-bareng di sana.”

Mereka bertiga segera menuju gudang belakang rumah. Didapati pintu gudang terbuka sedikit. Jazz yakin Ivy pasti masuk ke ruang ini. Karena dalam kondisi biasa ruang ini selalu tertutup. Memang sengaja ruang ini tak pernah dikunci, agar Ivy atau Izaan bisa leluasa jika ingin mengambl mainannya. Setengah berlari Tunik mendahului suaminya menuju ruang gudang. Dari kaca ia melihat tubuh Ivy tergeletak di lantai. Tunik menambah kecepatan larinya. Sesampai di pintu dilihatnya Ivy tergeletak dengan sebuah gunting tak jauh dari tangannya. Spontan Tunik berteriak “Ivy...... !” sambil berlari menghampiri anaknya.

Mendengar teriakan Tunik, Jazz dan Izaan segera berlari menuju ruang gudang. Ditemuinya Tunik telah memangku Ivy. Potongan rambut berserakan dimana-mana. Jazz segera mendekati tunik. Ia berjongkok. Dilihatnya kepala Ivy sudah botak tak beraturan. Ternyata Ivy telah memotong rambutnya sendiri. Ia merasa perlu mencari kegiatan yangg tak membosankan, maka Ivy mencari mainannya di gudang. Kemungkinan Ivy melihat gunting dan iseng-iseng bermain potong rambut, seperti yang biasa dia mainkan di HP ketika bermain game barbie. Karena kelelahan akhirnya ia tertidur di gudang.

Pernahkah pembaca mengalami hal ini? Di saat memenuhi kewajiban tugas sebagai guru, sekaligus meninggalkan kewajiban lain yaitu memberi perhatian kepada anak-anak kita. Apa sebenarnya yang harus kita lakukan? Lebih utama mana antara tugas kita sebagai guru atau sebagai Ibu. Dalam kondisi normal kita akan sulit jika diberikan pilihan ini. Jawaban kita pun akan beragam, sesuai dengan tingkat pemahaman kita terhadap arti kewajiban.

Semoga bermanfaat. Jangan berhenti di diri anda. Sebarkan kepada saudara kita.

Salam Jum’at berkah.

Sikoang, 16 Oktober 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen yang asyik. Mantab bu. Sukses selalu dan salam literasi

16 Oct
Balas



search

New Post