Endang Widiarti Ningrum,S.Si.

Lahir di Purworejo, Rabu Pahing 4 Oktober 1978. Mulai sekolah TK Pertiwi Sapuran, SD N 2 Sapuran (1991) dan SMP N 1 Sapuran (1994), SMU N 1 Purworejo (199...

Selengkapnya
Navigasi Web
Melawan Arus

Melawan Arus

Sebagai ibu rumah tangga yang berprofesi guru tidaklah mudah. Para ibu sudah tidak asing lagi dengan tupoksinya. Meskipun seringkali para adam memandang sebelah mata tentang apa yang dilakukan istrinya sepanjang hari untuk bisa melayani seluruh anggota keluarga. Di sini penulis tidak akan menceritakan tentang suka duka menjadi perempuan, namun lebih pada berbagi pengalaman pribadi selama proses penulisan buku.

Hampir semua pekerjaan rumah dapat dilakukan dengan "nyambi" (menggendong) anak. Kegiatan memasak, mencuci, menyapu, ngepel, menjemur, setrika bahkan menyusui pun bisa dilakukan berbarengan dengan menulis. Penulis mempunyai seorang anak yang umurnya masih kurang dari dua tahun. Di sela-sela pekerjaannya sudah biasa dilakukan sambil menyusui anaknya, termasuk pada saat menulis. Tentu saja banyak orang yang membayangkan bagaimana bisa itu dilakukan? Tentu saja hal ini sudah biasa dilakukan penulis. Suatu pekerjaan yang menurut orang lain mustahil, tidak wajar bahkan ada yang menganggap tidak waras.

Secara logika banyak orang yang tidak mempunyai pekerjaan di luar rumah, merasa sudah kerepotan dengan sekian banyak pekerjaan rumahnya. Untuk sekedar bersosialisasi dengan warga setempat saja tidak ada waktu. Demikian juga ada wanita pekerja yang sudah puas dengan melakukan pekerjaannya namun melupakan tugas rumah tangganya. Bahkan tak jarang ketika si wanita bekerja maka bapak-bapak yang menggantikan peran ibu di rumah. Karena hal ini sudah menjamur sehingga muncul sinetron berjudul "Dunia Terbalik" yang seolah menggambarkan dunia masa kini.

Pada saat proses penulisan buku hasil pelatihan sagusabu, penulis dapat menyelesaikan tulisan tepat di batas akhir yang ditentukan. Genap sebulan penulis melakukan kegiatan menulis di sela-sela kegiatannya sebagai guru yang aktif juga di organisasi kemasyarakatan sekaligus sebagai ibu rumah tangga lengkap dengan tupoksinya. Pada awal menulis, penulis memiliki target menulis sebanyak tiga halaman per hari. Sehingga untuk dapat menyelesaikan satu buku dengan lima puluh halaman dapat selesai dalam waktu kurang lebih tujuh belas hari.

Namun apa daya, sebagai manusia hanya bisa berencana. Ternyata menulis tidaklah semulus yang dibayangkan. Perjalanannya penuh liku dan turunan seperti jalanan di pegunungan. Penulis butuh tenaga ekstra untuk tetap bisa mempertahankan semangat dan motivasi diri. Melihat teman sekantor yang awalnya semangat kemudian mundur dengan teratur, terkadang menurunkan semangat juang penulis juga. Apalagi anak bungsu penulis sempat demam tinggi, sehingga mau tidak mau harus menghentikan aktivitas menulisnya. Kegiatan pelatihan sagusabu berakhir hampir bersamaan dengan waktu penilaian akhir semester, sebagai panitia tentu saja penulis tidak dapat tinggal diam dalam persiapan maupun pelaksanaannya.

Selesai kegiatan penilaian akhir semester tibalah hari raya idul fitri. Pada saat yang bersamaan, tuntutan administrasi seorang guru harus dipenuhi juga karena bersamaan dengan tahun pelajaran baru. Sebagai panitia penerimaan siswa baru, penulis juga harus bekerja ekstra, sehingga terkadang ia kehilangan waktu untuk bisa menulis. Belum lagi sebagai pembantu pimpinan, penulis juga dituntut berperan serta dalam penyusunan rencana kerja sekolah. Sebagai sekretaris sebuah organisasi yang pada saat itu harus mengadakan kegiatan maka penulis harus menyusun proposal, membuat surat-surat keluar dan mempersiapkan tempat bersama panitia yang lain.

Bisa dibayangkan seperti apakah penulis harus membagi waktu agar kegiatan menulis tetap dapat dilakukan. Akhirnya satu-satunya pekerjaan yang bisa dilakukan bersamaan dengan menulis adalah pada saat menyusui. Sambil memangku anak, penulis pun mengetik di laptop. Sangat tidak wajar dan aneh menurut banyak orang. Ada teman yang mengapresiasi namun ada juga yang mencemooh seolah mengatakan bahwa penulis tak punya pekerjaan. Itulah "tantangan". Penulis teringat betul kalimat pak Ikhsan pada saat menyampaikan materi "jadikan masalah sebagai tantangan". Kalimat itulah yang selalu penulis ingat hingga tak takut untuk melawan arus sekalipun terasa berat. Terima kasih pak Ikhsan dan pak Murman yang telah memberikan banyak ilmu, sehingga penulis dapat selesai menulis buku pada detik-detik terakhir meski pun penuh dengan tantangan dan harus melawan arus. Salam literasi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semangat yang luar biasaaaa..... sukses ya bu endang...

07 Sep
Balas

Tadi pagi ada teman yang mengingatkan saya tentang bagaimana saya nyambi. Saya jadi ingat sdh lama tidak menulis di gurusiana. Terima kasih bu dwi

07 Sep

Salut buat mbak endang

07 Sep
Balas

Terima kasih atensinya bu Tutik.

07 Sep

Wow..luar biasa bu. Semangat menulisnya menyala-nyala

19 Oct
Balas



search

New Post