KESEMPATAN KE DUA
Dari 5 siswa yang mengikuti lomba menulis Tingkat nasional bulan ini, Alhamdulillah 3 anak lolos sebagai pemenang lomba mewakili sekolah kami, SD Negeri Jalmak 1. Prestasi ini tidak serta merta. Program sekolah “LENTERA” adalah salah satu inovasi menggerakkan literasi di sekolah. Berliterasi Setiap Pekan, Berihtiar untuk sebuah karya, adalah bentuk akronim dari LENTERA. Dalam kegiatan ini, setiap pekan para siswa yang memiliki bakat dan minat di bidang literasi akan di bimbing untuk membuat sebuah tulisan dengan tema tertentu. Tak banyak memang guru yang komit dengan kegiatan ini. Layaknya ekor tikus, semakin ke ujung semakin mengecil, itulah gambarannya.
Hal ini memang tak mudah, apalagi untuk anak di jenjang SD yang notabene masih suka bermain dan mudah berubah pikiran. Alhamdulillah sampai saat ini, untuk kelas 6B masih komit dengan program inovasi sekolah ini. Sekitar 12 buku antologi sudah kami koleksi di perpustakaan sekolah. Karya- karya terbaik para peserta didik kami.
Hari ini jadwal tematik tema 8 mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Siswa dapat mengidentifikasi teks non fiksi dengan tepat, adalah tujuan pembelajaran yang kami sepakati. Pada proses eksplorasi, siswa dapat menceritakan kembali isi teks non fiksi menggunakan bahasa sendiri. Untuk bisa mencapai tujuan ke dua ini, siswa harus mampu membuat parafrase yang baik. kemudian menyampaikannya secara lisan di depan kelas. Sampai menit ke 30 tak ada siswa yang berani maju untuk tampil mewakili kelompoknya. Sambil berkeliling aku mencoba menyerap aspirasi siswa.Berusaha mencari tahu kendala yang mereka temui, sehingga tidak ada yang berhasil menuntaskan pekerjaan sampai menit menit terakhir pengumpulan tugas. Suasana senyap. Tak ada yang menjawab.
Diri masih berusaha tenang, meskipun secara samar sudah mulai menangkap sejauh mana hasil kerja para siswa. Satu, dua, tiga anak tampaknya sudah berhasil meresum sekitar 2, 3 paragaraf. Sementara lainnya masih terlihat 1 paragraf. Itupun paragraph langsing, bukan paragraph gemuk. Berusaha untuk tetap mengontrol diri dengan melempar beberapa pertanyaan pemantik terkait isi teks. Terdengar beberapa siswa menjawab dengan suara hambar. Menunjukkan tak adanya rasa percaya diri dalam menyampaikan informasi dan menuangkan ide-idenya. Selevel para penulis cilik seperti yang sudah diketahui banyak orang. Sebagian dari mereka mungkin berfikir tak sulit untuk membuat dan menyampaikan tulisannya secara lisan dari teks yang sudah tersedia. Tapi pada keyataannya, sungguh mengkhawatirkan.
Sambil terus berkeliling diantara deretan meja yang diatur secara berkelompok, mengalir kata perkata dalam kalimat penuh penekanan tanpa terasa . Sebuah ungkapan rasa tak percaya dengan kondisi yang ada saat ini. Hampir 15 menit penghakiman ini aku lakukan, sehingga menghabiskan waktu jam istirahat mereka. Banyak mata tertunduk. Merasa bersalah, capek, letih, bosan dengan omelanku, entahlah. Yang pasti aku pun merasa capek. Frustasi karena hasilnya tak sesuai ekspektasi.
Ku tinggalkan ruang kelas, berjalan lesu menuju ruang guru. Hanya ada satu guru yang bertugas sebagai operator sekolah tampak duduk santai dikursinya . Guru-guru yang lain mungkin sudah kembali ke kelasnya masing-masing. Ku arahkan langkah kakiku ke tempat dudukku. Menatap kosong jauh kedepan, seakan ingin menembus dinding ruang guru. Terpekur sendiri mencoba berefleksi. Apa yang sudah aku lakukan?. Sudah tepatkah aku berucap dan bertindak pada mereka?. Tidakkah ini hanya sebatas obsesiku dengan ekspektasi yang terlanjur tinggi. Padahal aku hanyalah tukang kebun yang hanya bisa merawat tanamannya dengan baik. Mereka berasal dari benih-benih yang berbeda. Tak pantas untukku menggantinya dengan bibit baru agar lebih produktif sesuai keinginanku.
Selama ini, mereka sudah melalui proses yang sulit. Tak banyak siswa yang istiqomah setiap pekan membuat sebuah tulisan, apalagi setingkat anak SD. Tak mudah merangkai kata demi kata menjadi sebuah kalimat yang apik sesuai ejaan yang sebenarnya. Akupun juga begitu kan? Tanpa persiapan yang matang, aku pun sulit menyampaikan sebuah ide dan informasi ke orang lain dengan tepat dan sistematis. Masih sering melakukan pengulangan kata yang terkesan mubazir. Ini setaraf guru pembimbing Tingkat Nasional. Layakkah?
Benar….sekarang aku mulai menyadari. Semuanya masih berproses untuk tumbuh dan berkembang. Kegagalan itu adalah sesuatu yang wajar untuk kita yang sedang berproses. Jangan abai dengan Nasib dua, tiga anak yang hampir menuntaskan tugasnya, mereka perlu di hargai dan di apresiaisi.
Ya Allah…..inilah aku, selalu dan selalu terburu-buru mengampil tindakan. Setelah sakit itu aku torehkan, kemudian baru menyadarinya. Terlambat!..Beri hambamu ini kesempatan untuk senantiasa berbenah ya Rob…..Beri hamba kemampuan untuk bisa mengelola emosi dan menahan hawa nafsu. Besar harapanku untuk mendapatkan pembelajaran yang lebih berfokus pada pengelolaan emosi seseorang. Semoga melalui pembelajaran di modul 1.2, ada nilai positif yang bisa dijadikan acuan untuk melanjutkan proses ini. Sebuah proses untuk tumbuh kembangnya pemikiran dan tindakan yang lebih baik kedepannya. Aaminn
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap