Kenyamanan berlalu lintas adalah dambaan setiap orang.Alangkah nikmat bisa berkendara dengan leluasa tanpa terjebak macet,tanpa terdengar suara klakson yang ditekan keras berkali-kali ,tanpa rasa kemrungsung karena aksi srobot sana sini.

Tetapi bumi ini dihuni oleh manusia dengan berbagai karakter dan latar belakang pendidikan serta sosial budaya yang berbeda.Perbedaan ini menimbulkan perilaku yang berbeda pula di jalan raya.

Saya pernah selama 14 tahun lajo dari Rembang ke Blora.Setiap hari pergi pagi pulang sore dengan kendaraan umum bus mini.

Dalam rentang waktu yang tidak sebentar itu saya berkesempatan untuk mencermati perilaku para sopir dan kernetnya.

Pernah suatu pagi saya terpaksa menegur seorang sopir muda yang membawa busnya secara ugal-ugalan.Saya lihat semua penumpang berwajah tegang.Tak seorang pun yang bersuara.Semua berpegangan erat-erat ,termasuk saya.Bahkan satu persatu penumpang minta diturunkan meskipun belum sampai di tempat tujuan mereka karena rasa takut yang benar-benar takut.

Bagaimana tidak takut? Sopir itu memacu kendaraan dengan kecepatan super tinggi.Yang lebih fatal lagi,di sebuah tikungan tajam ia menyalip bus lain tanpa mengurangi kecepatan .

Saya tidak bisa membayangkan,seandainya dari arah yang berlawanan tiba-tiba muncul kendaraan lain dengan kecepatan tinggi pula.

Setelah saya tegur,sopir itu baru mengurangi laju kendaraannya sembari meminta maaf.

Saya jadi berpikir,jangan-jangan dia ngga bisa baca rambu,ya? Buktinya? Jalan beraspal di depannya bergaris lurus putih tanpa putus,tetapi ia main salip begitu saja.Dengan kecepatan tinggi pula.