endas dasiah

Guru di SDN. Cijulangadeg Kecamatan Cikalong Kab. Tasikmalaya. Aktif dalam Gerakan Pramuka. Hobi menulis ditekuni sejak tahun 2016. Beberapa judul cerpen dan ca...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tanda Cinta 18
Tantangan hari ke-205

Tanda Cinta 18

Suara Miftah sang pembawa acara menggema. Pemuda tampan itu mempersilakan semua finalis lomba tahfiz untuk menunggu hasil akhir dari dewan juri. Mereka disuruh turun dari panggung dan mengambil duduk di kursi yang tersedia di ruangan itu.

Alina, Laila, dan Hanifah berjalan beriringan menuruni tangga menuju kursi di bawah panggung. Mereka duduk berjajar tidak terpisahkan. Begitu pun dengan Winata. Lelaki baik hati itu tidak mau jauh dari Alina dan Hanifah.

“Umi, aku pamit sebentar, ya!” bisik Laila di telinga Umi Sepuh. Tak menunggu jawaban dari gurunya, Laila berjalan ke belakang panggung. Laila membuntuti tamu kehormatan yang juga turun dari atas panggung menuju ruang khusus untuk mendapat jamuan kehormatan.

Umi Sepuh dan Hanifah memandangi langkah Laila. Ada sorot mata kekhawatiran dari keduanya. Namun mereka tidak memperlihatkan semuanya. Hanifah dan pimpinan pondok pesantren itu saling pandang tanpa mampu berkata-kata.

Laila tidak mampu dicegah. Tak seorang pun bisa menghentikan langkahnya. Dengan mantap dialangkahkan kakinya untuk menemui pejabat penting di Kementerian Agama itu.

“Assalaamu’alaikum, Abah apa kabar? Bagaimana pula kabar, Umi?” lirih Laila. Dia bersiap untuk mencium tangan orang yang diapanggil abah. Namun, sungguh di luar dugaannya, orang itu tidak merespon sedikit pun panggilan dan sikap hormat Laila. Pejabat itu bersikap seolah tidak mendengar apa yang diucapkan Laila.

“Abah, apakah ada kesalahan Laila sehingga Abah bersikap seperti ini? Ataukah Laila bukan anak Abah? Laila sudah dewasa, Abah. Laila sudah bisa merasakan kebencian Abah. Tolong jelaskan semuanya!” pekik Laila. Suara gadis cantik penghafal Al-Qur’an itu bergetar menahan kesedihan. Kata-katanya terbata. Namun gadis cantik itu berusaha menahan kesedihannya.

Laila sangat mengharap jawaban dari pejabat yang diasebut sebagai abah. Namun, harapannya tak kunjung menjelma. Pejabat itu seakan buta dan tuli. Mata hatinya sudah tertutup tirai kebencian masa lalu yang tidak mampu Laila sibak. Rupanya ada misteri lampau yang tidak diketahui oleh Laila.

“Anakku Laila, jangan sekali-kali kau gantungkan harapanmu kepada sesama manusia. Berharaplah kepada Rabbmu, Nak! Ayo kita kembali ke tempat dudukmu. Lupakan Abahmu itu! Bukan dia yang memberimu kehidupan. Buktinya, tanpa uluran tangannya kau masih bisa hidup sampai saat ini. Hapus air matamu, Tabahkan hatimu. Mintalah Allah untuk melunakkan hati semua orang agar mampu saling mengasihi!” lirih Umi Sepuh. Suara wanita penuh kharisma itu berusaha menenangkan Laila.

Laila, tidak mengira kalau pimpinan pondok pesantren yang sangat menyayanginya itu akan membuntuti dirinya menemui ayahnya. Laila berhambur ke dalam pelukan Umi Sepuh. Diatumpahkan segala kepedihan hatinya atas perlakuan ayahnya yang selama bertahun-tahun diarindukan.

Kini Laila sudah sangat paham, ternyata dia memang bukan anak kandung ayahnya. Jika dahulu, dia hanya menerka-nerka, kini gadis cantik saliha itu sudah sangat yakin kalau ayahnya yang selama ini hidup seatap dengan ibunya, ternyata bukanlah ayah kandungnya. Selaksa tanya berjubel dalam hatinya menuntut jawaban.

“Umi, siapakah ayah Laila?” rintih Laila. Pertanyaan gadis itu begitu mengiris hati Umi Sepuh. Dia memeluk Laila sangat erat. Dibimbingnya Laila kembali ke tempat duduknya. Mereka disambut dengat tatap sedih dari Hanifah, Winata, dan Alina yang ada di kursi masing-masing.

Sudut mata Laila menangkap kesedihan yang sangat dalam tergambar di wajah Winata. Lelaki yang dipanggil Om Baik oleh Alina itu menatap Laila sangat tajam. Deraian air mata Winata bukti nyata kalau lelaki baik hati itu sangat berempati kepada Laila. “Om Winata emang sangat baik. Siapakah dia sebenarnya?” bisik hati Laila.

Bersambung…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post