Eni Siti Nurhayati

Assalamualaikum Wr.Wb. Tak kenal maka tak sayang, Perkenalkan, sekuntum bunga senja dari ujung timur Jawa Timur menyapa. Sudah sangatlah terlambat tuk ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ketika Panggilan Itu Datang (Tantangan 60 Hari Gurusiana)- 32

Ketika Panggilan Itu Datang

“Ibu mungkin tidak jadi pergi haji tahun depan, Le,” keluhku pada anakku lanang yang baru duduk di kelas enam.

“Kok?” jawabnya sambil tetap asyik mengerjakan pe-ernya.

“Nggak cukup niatnya!” sahutku sambil menerawang ke luar, melewati belahan pintu menatap langit malam.

“Niat apa duitnya?” Anakku bertanya lagi. Dua-duanya, mungkin. Batinku yang menjawab.

Aku baru menyadari sekarang, bahwa aku belum punya cukup niat untuk berhaji. Begitu banyak ‘pesan sponsor’ yang kubawa saat aku mendaftar haji tahun 2009 lalu.

Aku ingat betul, dasar dari aku mendaftar dulu sebenarnya hanya sebagai wujud rasa syukur karena ayahnya anak-anak masih mau nguwongna aku. Wanita, seorang istri, rela mengorbankan apa saja untuk suami dan keluarganya. Salah satunya, aku!.

Berbekal uang celengan 25 juta, ditambah ngutang di koperasi 15 juta, kuajak suamiku mendaftar. Surprise!. Kuingin selalu menyenangkan hatinya, dan kulihat itu berhasil. Bahkan sebulan setelah itu, dia sudah kawentar dipanggil abah oleh rekan-rekan kerjanya. Subhanalloh...

Tabunganku habis, tidak masalah. Toh masih bisa nyelengi lagi. Apalagi aku sudah lulus sertifikasi, yang berarti aku berhak mendapat tunjangan sebesar satu kali gaji pokok. Wow..., fantastis! Namun masalah baru muncul lagi saat aku menerima rapel tunjangan profesi selama setahun di tahun 2011.

“Dhik, aku pengin beli mobil. Punggungku sering sakit kalo naik sepeda motor terus. Apalagi dinesku kan jauh,” gleniknya.

“Pakai uang apa?” tanyaku.

“Hla itu uang rapelmu kan 20 juta lebih, nanti sepeda motorku kujual, cukup untuk beli sebuah Charade,” katanya.

Padahal rencana awalku uang itu untuk menutup utang di koperasi dan membeli gelang baru, soalnya gelangku kemarin dulu kujual untuk mbiayai anakku masuk SMP RSBI. Namun, sekali lagi, aku manut, demi suami tercinta. Seneng juga nyawang suamiku yang ganteng nyetir mobil sendiri. Dobel keren,...itu pendapatku!

Tabunganku kosong lagi. Menabung dari gajian? Sudah tidak mungkin, karena aku sendiri punya cicilan koperasi. Meski tiap bulan tetep gajian, tapi kalo mbayar listrik, telpon, biaya sekolah anak-anak juga dari situ, nggak mungkinlah. Uang tunjangan profesi pun lebih banyak mawutnya daripada ngendon di rekening.

Namun bagaimana pun, kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga tetaplah yang pertama dan utama bagiku. Uang toh masih bisa dicari...

Namun, apa mau dikata, pertengahan 2012 prahara besar mendera biduk rumah tanggaku. Kalau dulu-dulunya Cuma angin ribut, sekarang sudah badai topan lesus plus angin puting beliung. Aku tak sanggup lagi bertahan. Mobil yang kubeli bersama dengan uang daman-daman, ternyata memancing seseorang untuk menaiki sekaligus memiliki sopirnya. Ealah...

Untuk mengobati luka hatiku, kumemilih meninggalkan segala yang kumiliki dengan mutasi kerja ke tanah kelahiranku. Sakit badan bisa diobati,hla sakit hati? Kalau setiap hari di dinding rumahku kulihat bayangan mereka berdua terus menerus, bisa gila aku!

Dan beginilah aku sekarang. Memulai hidup baru dengan tabungan yang masih cumpen, karena sebelum aku memutuskan kembali ke tanah kelahiran,aku mendahulukan merehab rumah orang tua yang akan kutempati.

Hingga tadi sore aku ziarah haji ke rumah ibu teman kerja di tempat baruku.

“Bu, untuk persiapan menyambut kedatangan ibuku dari tanah sucike kemarin aku belanja oleh-oleh di Ampel habis dua puluh jeti,” kawanku mulai bercerita.

“Apa saja,... semua ini?” kataku sambil mengedarkan pandangan ke semua makanan kecil yang berbau tanah arab. Kurma, kacang arab, kismis,...

“Lho,...mamiri ini hitungannya lain lagi. Uang itu khusus untuk oleh-oleh haji. Ya kerudung, sajadah, tasbih, dan banyak lagi...”

Aku ternganga! Banyak juga habisnya..., pikirku.

Sambil berjalan pulang kuhitung-hitung uang yang mesti kupersiapkan andai aku terpanggil tahun depan. Mulai dari biaya tutupan, selamatan pergi datang, oleh-oleh, dengan perhitungan minimal masih kujumpai angka yang menurutku sangat besar. Delapan belas, ditambah lima, ditambah lima, ditambah lima belas, ketemu empat puluh tiga juta. Wah, dapat uang darimana?

Sekarang sudah bulan November, andai tunjangan profesiku kutabung pun aku baru memeroleh tiga puluhan dalam sepuluh bulan ke depan.

Aku thenger-thenger. Banyak solusi berseliweran di depan mataku.

Yang pertama muncul dengan jalan berutang. Apa aku mesti utang bank? Toh, yang nyicil nanti juga aku. Gaji-gajiku sendiri! Tapi sisi hatiku yang lain menentang. Bagaimana mungkin aku setega itu di saat anakku sulung tahun depan akan masuk kuliah.

Menjual rumah gono-gini? Toh nggak ada yang menempati? Tapi rumah itu sudah ku alihkan kepemilikannya buat si sulung. Teringat aku akan kata kakakku, pergi haji itu, kalo dengan biaya menjual barang yang dimiliki, di Mekah nanti kepanasan. Ah, apa iya?...

Ya Allah yang maha kaya,...Engkau pasti tersenyum sedih melihat aku, umat-Mu, yang model begini. Hatiku dipenuhi malu karena merendahkan ke maha kaya-Mu.

“Ibu kalo pergi haji, ya pergi saja. Nggak usah ngoyo-ngoyo, riya’ namanya...” Aakku berkata seolah tahu apa yang kupikirkan.

Astaghfirullah hal adzim..., ucapku berulang-ulang.

Labbaikallohumma labbaik...

Selesai

Kosa kata:

1. nguwongna (Jawa) artinya menganggap manusia

2. kawentar (Jawa) artinya terkenal

3. abah (Arab) artinya bapak yang sudah pergi haji

4. daman-daman (Jawa) artinya sangat berharga

5. thenger-thenger (Jawa) artinya berpikir sambil melamun

6. dakon (Jawa) artinya permainan memindahkan sekelompok batu, bermakna konotasi; rumitnya mengatur keuangan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sebenarnya tulisan ini, barangkali, bukanlah cerpen murni,...hehehe...

18 Feb
Balas

Amin. terima kasih, Bapak.

19 Feb
Balas

Mabrur buk

18 Feb
Balas



search

New Post