Hari ke 26 # tantangan gurusiana.id
UMROHKU SERI MADINAH
Sepuluh tahun sudah kita berumah tangga...
Tapi mengapa kita belum berputra...
Nyayian dangdut suara Elvi Sukaesih dan H. Roma Irama, mengingatkan aku, agar segera berputra. Mungkin Allah belum mengabulkan doaku, aku tetap berdoa. Suamiku sudah operasi, tapi belum tahu hasilnya. Hari-hari aku lalui seperti biasa, mengajar berangkat pagi pulang sore, demikian juga suamiku.
“Mas, kita umroh saja,yuk,? Kataku pada suamiku.
“Apa...,?” tidak salah aku dengar, suamiku sambil melotot.
”Iya, umroh.” Kataku memastikan omongan malam ini.
“Coba lihat , tabungan kita.” Kata suamiku sambil membuka almari.
“Tabunganmu berapa Mam,” katanya sambil membuka tabungannya sendiri.
Malam itu, kami berdua mulai hitung-hitung tabungan kami, coba-coba bisa untuk ongkos umroh berdua.
“Wah,” mepet kalo kita umroh, kita tidak bisa beli oleh-oleh.
“Emang kita Umroh untuk beli oleh-oleh,?” kita kan Umroh untuk beribadah.
“Kita kan punya tetangga, pasti kan tanya, mana oleh-olehnya,” kata suamiku.
“Gampang, nanti beli disini saja, seperti kurma, coklat, dan kita pulang bawa air zam-zam saja.” Kataku menjelaskan.
Akhirnya kami mendaftar di biro umroh di kotaku dengan jaadwal yang telah ditentukan. Kami mengikuti saja peraturan di biro itu. Segala administrasi kami penuhi semua termasuk suntik miningitis yang wajib bagi jamaah umroh. Surat izin aku ajukan cuti ibadah selama duabelas hari sudah aku penuhi persyaratannya. Demikian juga suamiku mengurus pasporku di kantor imigrasi. Ternyata paspor suamiku masih berlaku, jadinya hanya aku yang mengurus paspor.
Hari-hari menunggu keberangkatan dari biro kok berubah jadwal, kami mundur kebengkatannya. Jadinya kami berangkat Umroh pas bulan puasa, kami tidak menyangka kalo bulan puasa kami akan umroh. Bulan puasa umroh, wah aku tidak pernah membayangkan. Padahal kami tidak umroh di Bulan Ramadhan, aku dan suami tidak bisa membayangkan.
Puasa kurang satu hari, kami berangkat umroh dari kotaku menuju bandara Solo penerbagan yang pertama ke Jakarta. Pesawat Lion Air kecil membawa kami ke Bandara Internasional Sukarno Hatta Jakarta. Pertama kali nai pesawat terbang, ada perasaan takut dan cemas dalam diriku, mana aku tidak duduk bersama suamiku. Duh... hati ini cemas sebelum naik pesawat terbang, sampai terbang aku baca Allahummasoliallasayidinna Muhammad terus tanpa putus. Doa-doa aku yang hafal aku ucapkan sampai penerbangan ke Jeddah.
“Makan siang bapak ibu,” kata pramugari cantik pada penumpang.
“Lho kok sudah siang , waktunya makan dan shalat di pesawat,” kataku .Tidak terasa penernangan kami sudah waktu duhur. Memang benar, diatas langit masih ada langit itu pemandangan di angkasa. Aku bisa melihat lapisan awan-awan di angkasa. Ada awan yang tipis sekali di bawah pesawatku jadi aku bisa melihatnya, dan kebetulan aku duduk dekat jendela jadi bisa melihat pemandangan diangkasa. Awan yang tebal pergerakannya lambat dan pesawat tidak berani dekat dengan awan tebal. Aku melihat hujan di bawah pesawat, jadi pesawatku lebih tinggi dari hujan itu. Sepuluh kam penerbangan dari Indonesia ke Jeddah , tanpa trasit ke bandara lain. Waktu Ashar juga masih terang benderang dan shalat Magrib juga masih terang benderang. Ternyata baru ku sadari perjalanan pesawat ini menuju sinar matahari, jadi terang terus. Aku merasa tidak ngantuk, karena suasana terang trus. Setelah pesawat menurunkan kecepatannya dan turun barulah aku sadari hari sudah gelap dan terlihat lampu kota Jeddah di bawah sana.
“ Uh...indah sekali pendaratan pesawat ini,” Alhamdulillahirobbillalamin, seruku sepenuh hati tanda syukurku pada Allah.
Kami turun dari pesawat Sholat di bandara setempat dan dilanjutkan naik bus menuju Kota Madinah. Kota Jeddah menuju Kota Madinah perjalanan delapan jam waktu setempat. Bus kami besar dan tingkat dua, tingkat pertama khusus untuk koper-koper dan atas untuk penumpang sedangka sopir ada di bawah. Semua bus di arab sejuk karena ada pendingin ruangannya. Perjalanan kami lancar ke Kota Madina hanya enam jam perjalanan tanpa ada perjlanan naik turun gunung, semuanya lurus mulus jalan raya di arab.
Kamar hotel tingkat lima belasan tidurku dengan teman- teman. Lima orang sekamarnyaa dan satu kamar mandi dan dapur keci diluar kamar. Ternyata hari itu hari pertama puasa kami cepat-cepat membersihkan diri dan shalat trus istirahat. Tidur sebentar kami harus makan sahur di lantai tiga, kami turun untuk makan sahur. Ruang makan kami cukup luas untuk setatus orang kurang dan bergantian. Di lanjutkan pergi ke Masjid Nabawi untuk Shalat subuh berjamaan, supaya dapat tempat, kami langsung pergi ke Masjid Nabawi.
“Ya Allah, “ seruku setelah melihat Masjid Nabawi, begitu luas halamannya. Masuk Masjid Nabawi aku shalat dua rokaat dan doa-doa yang aku bisa tak lupa doa Allahummasoliallasayidina Muhammad Wa Allaalihisayidina Muhammad, aku ucapkan terus menerus. Seakan –akan aku tidak percaya , kok aku bisa sampai Madinah. Kucubit tanganku untuk memastikan bahawa aku tidak bermimpi. Setelah shalat subuh aku berkeliling di sekitar masjid, ada beberapa pintu yang boleh untuk wanita pintu 16 dan 17 dan jumlah pintunya ada banyak kurang lebih tiga puluh enam. Luas dan megah Masjid Nabawi itu. Shalat Duha sekalian baru kami pulang hotel, dan baru tahu hotel kita dengan jelas dipagi menjelang siang itu. Kota Madinah cantik, tenang dengan udara dingin semriwing dan langit cerah. Siang hari kami Shalat Duhur di Masjid lagi dan kami diajak ke Raudoh, tempat taman surga dekat mimbar nabi. Kami serombongan besar diatur oleh tentara wanita untuk masuk ke Raudoh itu gantian, karena sempit. Aku ikut berdesak-desakan dalam rombongan menuju Roudoh itu. Benar-benar aku menangis kok bisa sampai Roudoh yang berkarpet hijau, tak kusia-siakan langsung aku shalat dua rokaat dan bermohon pada Allah. Doa-doa apa saj aku ucapkan tak lupa salam dari teman-teman dan handai toulan yang titip pesan pada Baginda Nabi. Tangisku tak terbendung, kucurahkan segala doa-doaku, besama uraian air mataku. Tak terasa aku sudah berdiri di sebuah tiang kulihat tiang itu ke atas ternyata ada kubah diatasnya, warnanya orange cantik sekali, tiang itu wanggi sekali.
“Duh Gusti, aku kok bisa sampai di sini.” Kataku sendiri, seperti mimpi.
Tak terasa badanku ini sudah di dorong bersama orang-orang dan berjalan menuju keluar ruangan. Aku binggung, arah mana yang harus aku lewati, terpaksa aku duduk-duduk dulu menunggu pembimbing kami mencari kelompok kami yang ketinggalan. Kami pulang ke hotel sebentar dan kembali lagi untuk shalat Ashar dan menunggu aktu buka puasa di dalam masjid, karena kami menunggu di dalam masjid saja.
Waktu hampi buka puasa, hari pertama puasa di dalam Masjid Nabawi aku langsung merasakan nikmatnya air zam-zam yang asli. Air zam-zam melewati tenggorokanku yang kering, sungguh nikmat yang tiada tara. Di dalam Masjid telah diberi plastik-plastik tempat makan buka bersama, tradisi orang arab memberi makan orang berbuka puasa adalah berakat dan rahmat, jadi selain korma, air zam-zam, ada roti, mayones, kopi arab, sampai jeruk dan apel. Khusus di dalam Masjid tidak boleh nasi, tapi di pelataran masjid, makanan begitu banyak.
Pemandangan yang luar biasa aku lihat di sana dan langsung masuk tong-tong sampah, karena sebentar lagi masjid buat shalat. Kami shalat magrib di dalam masjid dan pulang untuk makan malam di restoran hotel. Bulan puasa begitu ramai sekali orang beribadah umroh, masjid penuh sesak dan hotel-hotel penuh, seperti musim haji saja.
Di sinilah baru aku teringat suamiku, karena laki-laki dan perempuan kamarnya terpisah maka aku dengan teman-temanku wanita dan suamiku juga nyaman dengan teman-teman sekamarnya. Madina tidak begitu panas jadi seperti di Indonesia, siang hari ya panas. Aku di Kota Madina tidak menemukan burung-burung dara, mungkin beda tempat ya?.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar