Ervina Yuni Sinaga

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Buah Si Malakama

"Bagaikan si buah simalakama", mungkin itu adalah istilah terbaik untuk kondisi yang terjadi saat ini. Di era tuntutan kurikulum 2013, nilai utama adalah bahwa peserta didik dituntut untuk mempunyai akhlak dan karakter yang baik. Sementara nilai akademis merupakan faktor pertimbangan kedua setelah karakter dalam penentuan kenaikan kelas.

Namun apa yang terjadi jika disaat pertimbangan kenaikan kelas, kedua faktor baik karakter maupun nilai akademis tidak memenuhi syarat untuk diperjuangkan naik kelas?

Keputusan naik atau tidaknya peserta didik pada tingkat kelas berikutnya sudah dilakukan berdasarkan ketentuan teknis tertulis. Dan berdasarkan hasil musyawarah seluruh majelis guru telah dihasilkan keputusan bersama bahwa ada beberapa peserta didik yang belum berhasil untuk naik kelas.

Disatu sisi guru ingin menerapkan displin dan ketegasan. Guru ingin menanamkan karakter yang kuat. Namun disisi lain, orangtua tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya "tinggal kelas". Orangtua beserta anak berusaha sekuat mungkin agar keputusan "tinggal kelas" berubah menjadi "naik kelas".

Berbagai cara dan usaha dilakukan sedemikian rupa. Termasuk mendatangi sekolah setiap hari dan bahkan mendatangi rumah seorang pimpinan sekolah. Tidak cukup sampai disana, orangtua tersebut menggendong seseorang sebagai pendukung (deking) demi untuk mencapai suatu kesepakatan yang dikehendaki.

Berdalih dengan anak stress setelah melihat hasil raport dengan keterangan "tinggal kelas", orangtua sekuat mungkin meyakinkan seluruh guru termasuk mantan wali kelas bahwa anak tersebut akan berubah menjadi baik.

Nah, yang jadi pertanyaan adalah apakah status "tinggal kelas" tersebut benar-benar tidak disukai sedemikian rupa sehingga membuat anak dan orangtua super gelisah dan stress?

Tinggal kelas hanyalah kesuksesan yang tertunda. Mungkin anak tersebut membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk bisa menyelesaikan satu tingkat kelas.

Apakah "tinggal kelas" membuat harga diri menjadi hilang?

Jika demikian, apakah perlu semua anak didik diberikan keringanan untuk naik kelas meskipun tidak memenuhi syarat? Mengapa orangtua hanya fokus kepada nilai akademis saja? Mengapa orangtua kurang memperhatikan nilai sikap dan karakter anak?

Jikalu salah satu diantara anak yang tinggal kelas akhirnya dinaikkelaskan, bagaimana dengan yang lainnya?

Perlukah guru menaikkan seluruh siswa tanpa memperhatikan nilai sikap dan karakternya?

Bagaimana kualitas pendidikan jika guru merasa tidak perlu lagi mendidik anak dengan sungguh-sunguh? Guru akan santai dalam proses kegiatan belajar mengajar karena yang dikejar anak hanyalah angka nilai bukan proses mendapatkan nilai.

Untuk semua pertanyaan ini, guru tidak perlu takut untuk meninggakan anak. Dengan catatan bahwa guru wali kelas mempunyai pendukung dokumen lengkap tentang rekam perilaku sikap dan karakter siswa bersangkutan. Misalnya kumpulan surat peringatan, kumpulan catatan sikap anak, buku absensi, catatan tentang pembinaan siswa, serta lampiran foto maupun video tentang kasus siswa tersebut.

Sebagai orangtua sebaiknya ajarkan anak tersebut untuk berlapang dada. Dan berikan penjelasan bahwa "tinggal kelas" adalah konsekuensi dari proses belajar yang kurang serius. Anak harus lebih serius lagi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar.

Orangtua sebaiknya tidak hanya memperhatikan hasil akhir belajar anak. Namun perhatikan proses yang dilakukan anak selama pembelajaran disekolah maupun dirumah.

Sebagai siswa yang menyandang status "tinggal kelas", berjiwa besarlah!

Sebagai guru, "anak tinggal" adalah bukanlah anak "bodoh". Mereka adalah anak-anak yang memerlukan perhatian ekstra luar biasa. Memerlukan perhatian dan bimbingan yang mungkin tidak didapatkan dari keluarganya. Mari kita rangkul "anak tinggal kelas" untuk bisa lebih termotivasi belajarnya.

Menghargai "proses" perolehan nilai adalah lebih penting daripada angka nilai tinggi tanpa proses.

#Guru harus tetap semangat# jangan mau diintervensi hanya karena anak tinggal kelas.

Ervina Sinaga

16 juli 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post