Ervina Yuni Sinaga

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Tangisan Si Anak Bungsu

Tanggal 6 april 2019, tepatnya 13 hari yang lalu, mereka baru saja bersuka cita atas pernikahan anak kedua dari tiga bersaudara. Setahun lamanya ayah mereka dalam kondisi sakit namun saat pesta pernikahan ayahnya tampak kuat dan semangat. Dengan kondisi kesehatan yang kurang memungkinkan, si ayah tidak mampu mengikuti acara keseluruhan.

Beberapa hari setelah acara pesta pernikahan, kondisi kesehatan si ayah turun drastis. Dengan cepat, keluarga membawanya ke Rumah Sakit terdekat. Setelah membaik dan seijin dokter, keluarga membawanya pulang kerumah.

Tidak lama setelah kembali dari rumah sakit, terpaksa si ayah harus dibawa ke UGD. Seluruh keluarga tampak sangat cemas. Dan dokter meminta agar si ayah tetap tinggal dirumah sakit untuk perawatan lebih intensif. Di hari jumat tepatnya pada hari perayaan Jumat Agung, tanggal 19 April 2019, si ayah meminta ibu untuk pergi beribadah ke Gereja. Si ayah mencoba meyakinkan ibu bahwa dia akan baik-baik saja. Karena melihat wajahnya mulai tampak segar, si ibu akhirnya mengabulkan permintaan ayah. Semua keluarga berangkat untuk beribadah, kecuali si bungsu.

"Ada apa ayah", tanya si bungsu kepada ayahnya yang sedang berusaha bangkit duduk dari ranjang tidurnya. Si bungsu membantu ayahnya duduk. Tidak lama kemudian siayah meminta untuk berbaring kembali.

Saat berbaring, si bungsu memperhatikan ayahnya mulai sulit bernafas. Si bungsu meminta ayahnya untuk berdoa. "Berdoa ya ayah. Ayah pasti sembuh. Berdoa kita ya ayah", katanya berkali-kali. Si bungsu tidak memahami apa arti dari desahan nafas ayahnya yang terasa berat. Yang dia paham hanyalah memberikan semangat kepada ayah tercinta.

Ternyata nafas berat yang didengar oleh si bungsu adalah nafas terakhir dari ayahnya.

"Ayah.......bangun".

Ayah...bangun ayah".

"Ayah......"

Si bungsu berteriak sekuat-kuatnya sambil menangis. Tuhan telah memanggil ayah tercinta. Sepanjang jalan menuju pulang kerumah, si bungsu menangisi jenazah ayahnya.

Ramai orang mulai berdatangan. Tangisan si bungsu masih memenuhi ruangan. Terisak-isak menangis sambil memeluk jenazah. "Ayah...", kata si bungsu dalam tangisnya.

Si ibu mencoba menenangkan anak bungsunya. "Diamlah, nak", kata ibu sambil mengusap air mata dan memeluk si bungsu. "Sudah cukup, jangan menangis lagi. ayahmu sudah sembuh dari sakitnya".

"Ga ada lagi ayahku"....."jangan tinggalkan aku ayah", kata si bungsu.

"Ayah memang sudah tidak ada, tetapi abang-abangmu kan masih ada. Merekalah pengganti ayahmu kelak", bujuk si ibu.

Begitulah seterusnya tangisan si bungsu yang belum merelakan kepergian sang ayah. Sangat jelas sekali, sosok ayah tidak tergantikan dengan siapapun.

Bagi suku Batak, jika sudah tiada, anak laki-lakilah yang akan menjadi pengganti sosok ayah dalam keluarga; khususnya anak laki-laki tertua. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa kehadiran anak laki-laki dalam sepasang suami istri sangat penting. Hak dan tanggung jawab keluarga akan beralih kepada anak laki-laki tersebut. Meskipun demikian anak perempuan, dalam suku Batak, tetap mempunyai peran yang penting saat kedua orangtua sudah tua.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Patrilineal

20 Apr
Balas



search

New Post