Erwin Yarnita

Dilahirkan pada 7 Agustus 1971 di Simpangan OKU Sumatera Selatan. Alumni SDN 16 Baturaja 1984, SMPN 2 Baturaja 1987 SMAN 1 Baturaja 1990, IPB D 3 Pendidikan Bio...

Selengkapnya
Navigasi Web
Suamiku Ternyata ODHA (55)

Suamiku Ternyata ODHA (55)

55. Saatnya Pulang

"Ya Allah, hamba mohon berilah hamba kesempatan untuk datang kembali ke sini bersama keluarga hamba."

Tawaf Wada' telah tertunai. Doa pun telah dilangitkan.

Aku bersama rombongan akan segera bertolak menuju tanah air. Rasa haru dan bahagia menyatu mengaduk-aduk sukmaku.

Sedih harus mengakhiri jamuan istimewa, beribadah di tanah haram. Di sisi lain rasa bahagia membuncah karena akan berkumpul kembali dengan keluarga tercinta.

Hingga tak terasa mata yang mengembun tak mampu lagi bertahan. Titik-titik air mata menerobos tanpa sanggup dibendung.

*

Penerbangan panjang, selama sebelas jam. Akhirnya mengantarkanku kembali menjejakkan kaki di Bandara Adi Sumarmo, Solo.

Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan bus jemputan milik travel.

Sang bagaskara belum lagi sempurna menampakkan diri, saat aku membelah jalan dari Sukoharjo menuju kediamanku.

Sebelum tiba di rumah, aku sengaja membelokkan setir menuju pemakaman dimana Mas Soni kini bersemayam.

"Assalamu'alaikum ya ahlal kubur."

Perlahan kakiku melangkah di sela-sela pekuburan. Semilir bayu yang membawa harum aroma bunga seroja menyambut kedatanganku.

Kusapukan pandanganku ke segala penjuru. Dari kejauhan terlihat onggokan tanah marah berselimutkan bunga mawar berwarna merah dan putih yang masih segar, berada di disi makam papaku.

Naluriku mengatakan jika itu adalah tempat peristirahatan terakhir Mas Soni.

Kuseret langkah kakiku menuju ke sana. Ternyata benar adanya. Batu nisan yang berada di makam yang masih basah itu bertuliskan Soni Putra Perdana bin Yusuf Makkarawo.

Aku berjongkok di sisi batu nisan. Sisa hujan semalam meninggalkan jejak di atasnya. Sebagaimana hatiku, kepergian Mas Soni untuk selama-lamanya meninggalkan luka yang sangat dalam. Perih terasa hingga tanpa kusadari air mataku meleleh, melewati pipi dan bermuara pada bunga mawar merah yang menyelimuti tanah.

"Selamat jalan kekasih, kaulah cinta terbaik dalam hidupku. Aku kehilanganmu untuk selama-lamanya."

Penggalan syair lagu itu merupakan deretan kata yang menghuni hatiku kini.

Maaf masih harus bersambung lagi.

Tabik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cinta sejati selalu di hati. Lanjut, Bun

21 May
Balas

Sedih kisahnya. Tetap semangat, Bun. Salam sukses selalu.

21 May
Balas

Belahan jiwa telah pergi. Separuh nyawa juga dibawa pergi. Yang sabar Hanna

21 May
Balas

Sedihnya bund membaca episode yang ini next bunda

20 May
Balas

Saya suka foto bunga mawarnya, kenangan indah bersamanya tak mungkin hilang. Semoga sehat selalu bunda Yarnita

20 May
Balas

Haduhh...sy ikut sedih, Dinda. Sabarr ya Hanna.

21 May
Balas

Lanjut Bunda. Ditunggu...

21 May
Balas

Ikut hanyut dalam kesedihan. Keren ceritanya. Semoga sehat dan bahagia selalu Bunda.

20 May
Balas



search

New Post