Erwin Yarnita

Dilahirkan pada 7 Agustus 1971 di Simpangan OKU Sumatera Selatan. Alumni SDN 16 Baturaja 1984, SMPN 2 Baturaja 1987 SMAN 1 Baturaja 1990, IPB D 3 Pendidikan Bio...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ternyata Suamiku ODHA (37)

Ternyata Suamiku ODHA (37)

37.

"Tugu Kujang ya, Kang!"

Aku menaiki ojol sambil mempertegas tempat pertama yang ingin kutuju.

Membelah keramaian di beberapa ruas jalan utama di kota hujan yang terkenal sangat akrab dengan kemacetan itu, membutuhkan stok kesabaran yang berlipat.

Setelah memakan waktu hampir satu jam dari stasiun, akhirnya aku tiba di kampus Baranangsiang yang beralamat di Jalan Raya Pajajaran. Dulu kampus ini merupakan kampus pusat sekaligus ikon IPB. Tapi kini sudah berubah fungsi menjadi pusat administrasi dan diperuntukkan bagi mahasiswa tingkat lanjut, S.2 dan S.3.

Kampus pusat telah sejak lama berpindah ke Kampus Dramaga yang berlokasi di Jalan Dramaga, Babakan Kota Bogor.

"Terima kasih ya, Kang!"

Kuangsurkan lembaran uang berwarna biru kepada pengendara ojol yang belakangan kuketahui bernama Kang Iwan.

Kusapukan pandanganku ke segala penjuru, lalu kupenuhi dada ini dengan oksigen. Seketika hilang rasa lelah yang mendera di sepanjang perjalan.

Aku duduk di kursi yang tersedia di pinggir trotoar, tepat menghadap ke Tugu Kujang. Sebuah tugu yang merupakan ikon kota Bogor.

Bangunan tugu kujang tidak mengalami perubahan. Tetapi ada tambahan beberapa bangunan di sekitarnya.

Tepat di seberang jalan merupakan Kebun Raya Bogor yang merupakan Kebun Raya peninggalan zaman penjajahan Belanda. Ribuan koleksi tanaman langka ada di sana. Bahkan banyak diantaranya telah berusia ratusan tahun.

Aku seolah sedang berjalan memasuki lorong waktu, tepat pada seperempat abad yang lalu. Saat itu kami sering duduk tepat di bawah tugu kujang, sekadar duduk santai sambil bercanda ria menunggu bemo yang akan membawa kami ke kampus 4 Gunung Gede. Ah aku mengulum senyum mengingat masa-masa itu.

Setelah merasa cukup bernostalgia sembari memandangi tugu kujang yang gagah itu. Aku segera memesan ojol kembali untuk singgah napak tilas di tempat kos dahulu.

Sebelumnya aku sudah membuat janji dengan Dik Lia. Dik Lia adalah anak dari Pak Sulis sang pemilik rumah kos. Saat itu Dik Lia masih duduk di bangku SMP. Tapi kini adik kecilku itu telah menjelma menjadi seorang ibu dari satu anak lelaki bernama Rasya.

Hanya membutuhkan waktu lima menit saja, aku telah memasuki kawasan kampung Babakan Fakultas atau Bafak. Babakan Fakultas tepat berada di belakang kampus IPB Baranangsiang. Dengan kontur tanah yang naik turun.

Aku terperangah dibuatnya karena tepat dipintu masuk kampung terhampar jembatan layang menuju pemukiman modern yang lebih di kenal dengan apartemen. Entah berapa lantai apartemen itu karena aku tak sempat menghitungnya.

Pemandangan yang sangat kontras karena di bawahnya terdapat pemukiman padat penduduk yang terkesan sebagai pemukiman kumuh.

Memori yang tersimpan di dalam kepalaku berebutan minta diputar. Sementara kaki ini teru melangkan menuju rumah Lia yang ada di bawah sana. Aku masih ingat betul dengan jalan yang kulewati ini. Dua rumah lagi aku akan segera tiba.

"Kak Hanna!"

Tiba-tiba terdengar suara memanggil namaku. Aku menoleh ke sumber suara,

"Dik Lia...?"

Kamipun berpelukan dengan sangat erat, hingga lupa jika di belakang kami telah menunggu beberapa orang yang mengantre untuk lewat. Maklum jalan atau tepatnya disebut gang berukuran cukup sempit.

"Ayo masuk, Kak!"

Dik Lia menggandeng tanganku dan membantu membawa tas yang kubawa.

"Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumussalam, ayo masuk Mbak Hanna."

Seorang ibu menyambutku dengan sangat ramah. Dialah uminya Dik Lia. Aku biasa menyapanya dengan teteh.

"Teteh, kumaha damang?"

Aku berlari menghambur ke pelukannya.

"Alhamdulillah damang, Mbak! Sorangan wae?"

"Muhun, Teh."

Aku masih sedikit mengingat bahasa Sunda, walau sesungguhnya lebih banyak kosa kata yang telah lupa, tergerus karena jarang digunakan.

Keseruan apa yang dialami Hanna saat bersua keluarga Dik Lia?

Bersambung.... .

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wah, seru ni. Mengenang masa lalu dan menjalin silaturahmi. Keren, Bunda

01 May
Balas

Kisah napak tilas Hana di kota hujan. Keren. Lanjutkan.

29 Apr
Balas

Hehehe, asiyap neng. Hanupis

30 Apr

mantabs.. Lanjut ukhti.. Barokalloh

29 Apr
Balas

Alhamdulillah. InsyaAllah. Ea bariik fiik ukhti

29 Apr

Keren kisahnya, Bu. Salam sukses selalu.

29 Apr
Balas

Alhamdulillah. Sukses juga buat ibu sekeluarga. Barokallah

29 Apr

Pendeskripsian tempat byang sempurna next bunda

29 Apr
Balas

Alhamdulillah. Hanupis neng geulis. Barokallah

29 Apr

Mantap kisahnya bunda Yarnita, semoga sukses selalu

29 Apr
Balas

Aamiin. Terima kasih Bun. Barokallah

30 Apr

Semakin menarik ceritanya, sukses selalu Bunda.

29 Apr
Balas

Aamiin. Terima kasih. Ibu juga. Barokallah

30 Apr

Keren ceritanya Bun. Ditunggu lanjutannya ya. Salam sukses selalu.

29 Apr
Balas

Salam literasi sukses selalu...

29 Apr
Balas

Aamiin. Sukses juga buat bapak. Barokallah

29 Apr

Keren bu hanna

30 Apr
Balas

Keren ceritanya. Lanjutkan Bun. Semoga sehat dan bahagia selalu

30 Apr
Balas

Alhamdulillah. Aamiin. Panjenengan juga. Barokallah

30 Apr



search

New Post