Ternyata Suamiku ODHA (44)
44.
Tiga hari kemudian... .
"Pak Soni sudah boleh pulang."
Dokter Elmiza yang memberikan kabar baik itu, setelah melakukan cek kesehatan pagi ini.
"Terima kasih, Dok."
Aura wajah yang sumringah dihiasi senyum, menggambarkan rasa bahagia Mas Soni.
Sang bagaskara baru saja tergelincir ke ufuk barat. Meninggalkan jejak berwarna oranye bercoret kelabu. Sisa air yang baru saja tumpah dari langit, menggenang di bagian tepi jalan yang permukaannya labih rendah. Aku fokus di belakang setir.
Mas Soni duduk di samping kiriku. Melalui ekor mata, aku meliriknya. Pandangan matanya jauh menerawang menembus jarak. Entah apa yang sedang ada dalam pikirannya.
"Mas, kita pulang ke rumah ya?"
Mas Soni hanya mengangguk kecil, menanggapi penawaran yang kulemparkan.
Hanya membutuhkan empat puluh menit saja. Kami telah tiba di rumah.
"Papaaaaaa,"
Zacky menghambur ke dalam pelukan ayahnya, disusul Sonia beberapa saat kemudian.
Pemandangan seperti yang tersaji di depan mataku ini, selalu berhasil mencabik-cabik perasaanku.
Aku masih tak habis pikir, kok bisa ya Mas Soni menginginkan perceraian disaat kedua buah hatinya sangat memerlukannya.
***
Dua hari yang lalu aku menerima surat panggilan dari Pengadilan Agama Surakarta untuk menghadiri sidang perdana. Aku sungguh dilanda galau tingkat dewa. Namun setelah melakukan pemikiran secara mendalam. Aku memutuskan untuk tidak menghadiri sidang yang beragendakan mediasi antara aku dan Mas Soni.
Hari ini adalah bertepatan dengan tanggal pernikahan kami. Miris sekali rasanya, ikatan suci pernikahan yang sudah berusia lima belas tahun ini harus diputus. Hanya karena menuruti keinginan sepihak Mas Soni.
"Tidak bisakah kita tetap dalam ikatan pernikahan ini, Mas."
Tanyaku sambil mengangsurkan segelas teh hijau untuk Mas Soni. Sejurus kemudian dia menikmati aroma teh yang menguar menerobos masuk ke indera penciuman, lalu merelaksasi seluruh sel-sel hingga ke ujung tubuh. Selanjutnya dia menyeruput minuman hangat itu pelan-pelan.
Mas Soni berjalan pelan sambil membuang pandangan matanya ke arah kolam ikan yang berada di sudut taman. Gemericik suara air yang jatuh dari pancuran, sungguh menenteramkan jiwa.
"Maafkan aku Hann. Keputusanku sudah bulat."
Aku berjalan mendekati Mas Soni yang asyik bercengkerama dengan ikan Koi kesayangannya.
"Beri aku satu alasan yang bisa kuterima dengan akal sehat, Mas!"
Mas Soni membalikkan badannya. Kini kami saling beradu tatap.
"Hann, akan ada saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang. Bukan tersebab karena orang tersebut berhenti mencintaimu. Melainkan karena kita menyadari jika orang itu akan lebih berbahagia bila kita melepasnya."
Sungguh, hingga detik ini aku belum bisa menerima alasan yang disampaikan Mas Soni. Jalan pikirannya sangat aneh menurutku. Tapi ya sudahlah, aku sudah memperjuangkan ikatan suci pernikahan ini semampuku. Hingga pada akhirnya aku harus belajar ikhlas, jika memang jodohku hanya sampai di sini saja.
Bersambung... .
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Apa alasan Sony bersikeras ingin berpisah dari Hana?Lanjutkan Jeng.
Ada deh, hehehe. Terima kasih sudah berkenan singgah neng. Barokallah
Sebenarnya ada apa dengan Soni kenapa dia begitu Keukeh ingin bercerai, apakah murni karena masalah kesehatan, aach hanya penulisnya yang tau next bunda
Insya Allah terjawab di episode selanjutnya ya say. Terima kasih sudah berkenan singgah. Barokallah