Esti Munafifah

Esti Munafifah. Mengajar IPA di MTsN 1Kota Blitar sejak tahun 1999 hingga sekarang....

Selengkapnya
Navigasi Web
Meranting Mawar Kuning (2)
google.com

Meranting Mawar Kuning (2)

Meranting Mawar Kuning (2)

Setelah aku mengamatinya dengan seksama, aku yakin benar, itu anakku. Irama jantung semakin melaju tak menentu. Seketika itu juga duniaku hancur. Pikiranku mengerucut pada satu kata. Waria. Apakah anak kebanggaanku menjadi seorang waria?

Pikiranku kacau balau. Kehidupan yang kurasakan tentram kini runyam. Aku tak mampu mengendalikan diriku. Liarnya rasa kecewaku telah merusak kesabaranku. Aku marah. Aku marah yang sesungguhnya, pada Rabb-ku.

***

Aku menarik napas dalam-dalam. Kutatap foto-foto keluarga yang kupajang pada dinding di setiap ruang. Foto yang menjadi penyejuk hati setiap kali aku memandangnya. Tapi kali tidak. Foto-foto itu menggugah amarah. Hatiku bergetar, air mataku mengalir gencar, batinku mengumpat kasar. Aku ingin membangkitkan suamiku dari kuburnya. Aku ingin menceritakan babak baru, takdir yang datang padaku. Aku ingin berbagi derita dengannya. Sungguh babak baru kehidupan yang tak pernah kubayangkan, apalagi kuharapkan.

Anganku terbang, jauh ke masa lalu. Masa ketika aku dan suamiku bahagia membersamai tumbuh kembang kedua buah hati. Samar-samar batinku berbisik. Ada sebuah kesalahan. Kesalahan besar yang luput dari perhatian. Sesuatu yang kuanggap biasa yang kini kuhubung-hubungkan dengan takdir baruku yang menyakitkan.

Masih segar dalam ingatanku, ketika balita, sulungku suka bermain boneka dan aku membiarkan kenyamanannya. Aku ingat, dia suka menirukan tari-tarian dan aku menganggapnya itu lumrah. Aku ingat dia suka membantuku pekerjaan dapur dan aku menyukainya. Aku ingat, dia lebih suka bermain dengan anak-anak perempuan dan aku menganggapnya itu aman. Aku ingat ketika dia mau tampil berpidato, dia sangat menyukai make up-nya. Aku ingat, dari kecil hingga remaja dia selalu rapi, tak pernah berpenampilan ala kadarnya layaknya lelaki. Aku mengingat semua, bagaimana rute perjalanan tumbuh kembangnya. Apa ini sebuah kesalahan besar, hingga hidupku terasa terbakar? Penyesalan selalu datang ketika takdir sudah menyapa.

Sungguh, aku ingin memutar waktu, untuk menyapu luka. Aku ingin memulai dengan lebih baik dan hati-hati. Keinginan yang tak mungkin ini memberikan kesedihan yang tak ada tandingannya. Sedih, sedih sekali. Jauh lebih sedih dari peristiwa apa pun. Termasuk ketika aku ditinggal mati suamiku. Lalu bagaimana aku harus menggeser takdir ini, agar Wira anak sulungku bisa kembali pada kodratnya.

Aku harus tenang. Barangkali tik tok itu hanya keisengan yang dibuat Wira. Bagaimana mungkin anak yang begitu santun, cerdas, mandiri, dan berprestasi, tiba-tiba saja berubah drastis. Apa penyebabnya? Salah pergaulan? Salah pertemanan? Salah lingkungan? Entahlah. Tapi ketika kutelusuri lebih jauh melalui media sosialnya dan teman-teman dekatnya, aku mengetahui bahwa jalan yang ditempuh Wira telah jauh, jauh sekali, hingga tak kutemukan jejak kesalihanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post