Esti Munafifah

Esti Munafifah. Mengajar IPA di MTsN 1Kota Blitar sejak tahun 1999 hingga sekarang....

Selengkapnya
Navigasi Web
Meranting Mawar Kuning (3)
google.com

Meranting Mawar Kuning (3)

Meranting Mawar Kuning (3)

Pikiranku yang carut marut membuat hatiku kalut akut. Aku merasa apa yang kulakukan selama ini dalam mendidik anak tak ada hasilnya. Do’a-do’a yang setiap hati kurapal beriringan dengan detak jantungku serasa tak berbekas. Aku marah pada Rabb-ku. Aku tak bisa menerima takdir ini.

Rob, bukankah selama ini aku telah menjalankan perintahmu sebaik mungkin. Apa yang Engkau perintahkan aku berusaha menjalankannya, apa yang kau larang aku berusaha menjauhinya. Semua itu kulakukan dengan sekuat tenaga. Engkau yang menciptakan aku dan aku mengakui sebagai hambaMu. Aku menepati perjanjian untuk taat kepadaMu, dan Engkau berjanji akan membalasnya sesuai kemampuanku. Apa kemampuan yang sudah kumaksimalkan ini kurang ya Rob? Aku juga telah berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui nikmat yang kau berikan padaku, dan mengakui dosaku kepadaMu, aku telah mohon ampun kepadaMu karena aku tahu tak ada yang bisa mengampuni selain Engkau ya Rob.

Rob, doaku setiap selesai salatku tak pernah putus, di waktu siang dan malam, sebagaimana yang dilakukan Muhammad SAW nabiku. Aku melakukan permohonan untuk anakku dari sejak proses pembuatan hingga kini dia dewasa. Aku tak pernah lelah melakukanNya. Tapi kali ini aku benar-benar kecewa padaMu. Aku menagih janji-janjiMu. Aku mohon ya Rob, kembalikan kesalihan anakku, tegakkan kembali salatnya, kembalikan ke jalan yang benar, tempatkan dia bersama orang-orang yang salih, lindungilah dari segala keburukan yang sudah Engkau tetapkan, jangan biarkan dia hidup dalam kesesatan.

Rob, doa-doa dan permohonanku sudah tak bisa lagi terhitung waktu. Tapi hingga kini, dalam rentang waktu sepanjang ini, Kau timpakan peristiwa yang menyakitkan. Aku tidak bisa menerimanya ya Rob.”

Air mataku mengalir, deras, tak berkesudahan. Tanganku kaku menengadah. Ketika kusudahi doa kemarahanku, aku mengakhirinya dengan mengusapkan kedua telapak tanganku ke seluruh bagian wajahku, rata. Aku terkejut, seluruh telapak tangan ini penuh dengan air mata sehingga wajahku seperti habis dicuci. Saat itulah aku menyadari bahwa baru kali ini air mataku banjir di sepertiga malam.

Di sepertiga malam yang lalu-lalu, aku selalu berdoa dengan hati bahagia. Doa yang kulantunkan sarat dengan pujian dan rasa syukur, karena kehidupan yang kuperoleh selama ini sarat nikmat yang tak ternilai.

Ya Allah, apa Engkau merindukan air mataku? Apa Engkau ingin melihat bagaimana dahsyatnya aku mengadu? Apa Engkau ingin merasakan bagaimana hati yang hancur ini terus berusaha mendekapMu?”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post