Meranting Mawar Kuning (4)

Aku tak tinggal diam. Berbagai usaha kulakukan. Aku menasihatinya baik-baik, namun tak didengar. Bahkan dia mengatakan bahwa hidupnya sudah nyaman. Aku membawanya ke Kyai untuk dirukyah, aku tak sabar menunggu perubahan. Aku membawanya ke psikiater, rasanya belum ada juga perubahan. Sementara doa-doa panjang yang kurapalkan di setiap sepertiga malam bahkan setiap detik, setiap waktu, setiap detak jantungku, tak juga dikabulkan.

Dalam kondisi rapuhnya iman, tetiba ada saran untuk membawanya ke dukun. Katanya dukun itu mampu membuat doa-doa segera terijabah. Aku yang tengah gundah dan tak tahu arah, kini lengah. Aku menyetujuinya dalam gundah.

Aku datang ke padepokannya. Ternyata, dukun itu seorang perempuan, berhijab, berdandan menor, badannya tinggi dan besar. Cantik. Pertama kali bertemu dengannya, matanya memandangiku lekat, lalu bertanya.

“Ibu ada masalah dengan anaknya. Wira kan namanya? Sekarang dia lagi di Bandung ya?” Begitu dia berkata padaku. Sepertinya dia sudah tahu banyak tentang anakku. Tiba-tiba hp-ku berdenting, notifikasi untuk WA masuk.

“Mungkin itu WA dari anaknya,” kata dukun cantik itu. Setelah kulihat, ternyata benar, itu WA dari anakku yang mengabarkan bahwa dia sedang berada di kota Bandung. Apa yang dilakukan dukun itu membuat aku percaya dia adalah dukun sakti. Entahlah tiba-tiba saja aku mencari-cari alasan untuk menghalalkan kesyirikan. Pertolongan Allah bisa melalui berbagai cara termasuk melalui dukun cantik ini. Yang penting adalah niatku. Niat untuk mencari pertolongan. Sungguh, takdir ini telah mengubah diriku.