Tepat tiga tahun USBN dilaksanakan di negeri ini, akhirnya berakhir. Ini lah headline yang beredar di dunia maya  yang saat ini butuh pencerahan dan kejelasan bagi guru mengenai dihapuskannya Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Kebenaran berita ini paling tidak akan mengurangi beban guru dan beban sekolah. 

USBN yang dilaksanakan tiga tahun lalu berakhir dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 43 Tahun 2020.Terimakasih Mas Menteri.

Bukan guru menganggap USBN sebagai beban yang mengindikasikan kemalasan guru, namun faktanya proses pembuatan administrasi penilaian dalam USBN yang dikerjakan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) cukup membuat guru kerepotan dalam manajemen waktu.

Berbagai masalah yang cukup menyebabkan pembuatan soal tidak selancar yang dibayangkan. Mulai dari sulitnya menentukan jadwal pertwmuan MGMP yang mana jadwal Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) masing sekolah berbeda sehingga ketika pertemuan MGMP mengandung resiko guri meninggalkan sekolah yang otomatis meninggalkan jam pelajaran. Kepala Sekolah yang sejatinya mendukung kegiatan MGMP dalam penyusunan soal -pun tidak selalu hadir sesuai dengan yang diharapkan. Susahnya ijin untuk mengikuti pertemuan kerapkali dialami guru dengan dalih guru meninggalkan jam mengajar. Dalih seperti ini guru juga menyadari bahwa resiko pertemuan MGMP untuk menyusun soal akan menyita waktu guru yang seharusnya guru memberdayakan waktu yang tersisa untuk melayani peserta didik dengan optimal sebelum tiba masa Ujian Sekolah.

Dengan terbitnya Permendikbud Nomor 43 Tahun 2020, penilaian peserta didik pada tahun terakhir menjadi siswa diselenggarakan oleh sekolah menjadi Ujian Sekolah (US) dengan teknis penyusunan soal dibuat oleh guru di sekolah. Efektif; tanpa harus meninggalkan tugas pokok guru di sekolah.