Moment lebaran, ketupat dan opor adalah primadonanya selain acara silaturahim dan kumpul keluarga. begitupun lebaran kali ini. Meski kami tidak mudik ke rumah simbah di Kebumen, tak menghalangi request makanan dari suami tercinta.

Dengan semangat hunting selongsot ketupat sepagi mungkin, berharap mendapatkan selongsong daun kelapa yang masih muda dan fresh. Dalam pikiran, harga pergantung yang biasanya isi 10 selongsong masih sama seperti tahun tahun sebelumnya, Rp. 5000,- hingga Rp.8.000 -. ternyata, untuk tahun ini per gantung selongsong ketupat memiliki "harga" yang sangat fantastis. 1 gantung selongsong ketupat isi 10 buah seharga Rp. 16.000,- . Whaats?! sefantastis itu? mengalahkan harga beras yang per kilonya hanya berkisar Rp. 10.000,- hingga Rp. 12.000,-

jika dipikirkan, bagaimana harganya bisa seperti itu? efek pandemi kah? entahlah. yang jelas, jika diminta membuat sendiripun, belum tentu mampu. pohon kelapa pun (jika di rumah sendiri, tidak ada. kecuali di rumah simbah, banyak). sembari menenteng selongsong ketupat di tangan, pikiran melayang, "bagaimana dengan orang yang tidak memiliki pohon kelapa, tidak bisa membuat selongsong ketupat sendiri, yang ditambah masa pandemi covid-19 ini terputus kontrak kerjanya?! Apakah mereka akan tetap berharap mengkonsumsi ketupat di hari raya.

pada akhirnya, mencoba positif thinking saja. bahwa lonjakan harga selongsong ketupat ini adalah lahan bisnis baru dan merupakan ikhtiar mereka para pembuat dan penjual selongsong ketupat untuk bertahan dalam masa pandemi ini. semua sudah di atur alur kehidupannya. tinggal di jalani dn saling mengisi.

Kami sudah siap memasak ketupat untuk hari raya esok hari. Bagaimana dengan anda?!