Euis Rohayati

Saya adalah guru yg bertugas di SMPN 1 Pangandaran, sekolah yg terletak di pesisir pantai Pangandaran yg eksotis, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Menulis mer...

Selengkapnya
Navigasi Web
Berburu Tanda Tangan ala Generasi Milenial
Anak-anak sedang meminta tanda tangan dari pak ustadz.

Berburu Tanda Tangan ala Generasi Milenial

Generasi milenial yang lahir antara tahun 1981-1996 adalah generasi beruntung, karena mereka hidup di antara dua zaman, yaitu zaman konvensional dan zaman serba digital. Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, manusia tidak lepas dari peralatan teknologi yang serba canggih. Mulai dari masak nasi menggunakan rice cooker yang tinggal mencolokkan kabel dan pencet tombol. Berbelanja tidak usah pergi keluar rumah, tinggal buka aplikasi, pesan barang dan klik antar, beres. Begitu juga dengan kebutuhan yang bersifat jasa, seperti kebutuhan rohani. Jika dulu sering datang ke pengajian, maka sekarang tinggal buka youtube atau membuka saluran televisi yang ada program pengajian. Dengan teknologi, semua serba mudah dan praktis. Namun manusia menjadi kurang bersosialisasi

Hari pertama puasa, tiba-tiba muncul kenangan bulan puasa yang saya jalani saat masih anak-anak. Sekitar tahun '90-an suasana Ramadan sangat terasa dan bermakna. Saat itu belum mengenal gadget, yang ada hanyalah televisi dan saluran yang tersedia masih terbatas. Saat dini hari, saya dibangunkan orang tua dan wajib untuk makan sahur supaya puasanya kuat sampai magrib tiba. Terkadang terdengar suara bedug keliling bertalu-talu bertujuan membangunkan orang-orang untuk sahur. Dini hari yang biasanya sepi terasa ramai.

Setelah sahur selesai, orang tua melarang saya untuk tidur lagi. Dilanjut salat subuh berjamaah dengan keluarga. Setelah itu bolehkan tidur lagi? Oh, tidak. Saya pergi ke masjid jamie' untuk mengikuti kuliah subuh. Dengan membawa buku kegiatan Ramadan yang dibeli di sekolah, buku itu harus diisi dengan ceramah dari pak ustadz. Maka pada saat pak ustadz berceramah, saya pun mencatat isi ceramahnya dengan terburu-buru. Tapi kalau pak ustadznya mengerti, beliau mendikte materi ceramahnya untuk ditulis oleh anak-anak. Selesai kegiatan ceramah, anak-anak mengumpulkan bukunya untuk ditandatangani oleh pak ustadz. Saat itu tanda tangan pak ustadz sangat berharga. Anak-anak tidak ada yang berani memalsukan atau menandatangani sendiri jika tidak mengikuti kuliah subuh. Mereka membiarkan kosong. Sehingga saat guru agama di sekolah memeriksa buku kegiatan Ramadan, anak-anak ada yang ditegur karena tidak mengikuti kuliah subuh. Indah sekali saat itu. Kejujuran masih dijunjung tinggi.

Selain kuliah subuh, kegiatan yang paling berkesan saat itu adalah ngabuburit. Sore setelah salat asar, anak-anak yang biasa mengaji setelah magrib dialihkan menjadi setelah asar. Ngajinya sebentar saja, hanya sekitar 1 jam. Setelah itu anak-anak bebas bermain atau melakukan aktivitas apa saja untuk mengisi waktu menjelang berbuka puasa. Saya biasanya berjalan kaki bersama teman menyusuri kampung untuk mencari makanan takjil. Cilok, cireng, rendos, dan sirop adalah beberapa jajanan yang dicari untuk berbuka. Kemudian jajanan itu diletakkan berbaris di atas meja untuk siap disantap saat berbuka. Sambil menunggu adazan magrib, terkadang mendengarkan siaran radio atau menyetel televisi bersama keluarga. Terasa hangatnya kebersamaan dengan keluarga tercinta saat berbuka puasa. Saat itu belum musim buka bersama di luar rumah. Buka bersama dengan keluarga adalah suasana yang dirindukan. Masakan ibu yang terhidang masih hangat, menjadi makanan favorit saya saat itu. Meskipun menunya sederhana, namun mampu memberi kekuatan hingga dapat mengikuti salat sunat tarawih di masjid setelah isya. Pulang tarawih, masih sempat juga jajan bakso yang dijajakan oleh tetangga sebelah. Saya dan teman-teman begitu menikmati suasana ini, tanpa harus update status di soaial media karena memang saat itu belum ada facebook, instagram, tiktok, dan lain sebagainya. Sebelum tidur, kadang bapak menyalakan kembang api yang batangnya dari besi yang tipis. Cukup dipegang dan diputar-putar sambil berlari-lari segitu juga sudah membuat hati bahagia. Alhamdulillah, Ramadan selalu membawa berkah.

Pangandaran, 12 Maret 2024

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap

12 Mar
Balas

Terima kasih, Pak.

12 Mar



search

New Post