Fadillah Rahmi Nasution

WRITER INSPAIRING 18 HARI MEMBAKAR DOSA Fadillah Rahmi Nasution SSos Meletakka

Selengkapnya
Navigasi Web
ULAMAKU IDOLAKU (catatan dari ramadhan 2017)

ULAMAKU IDOLAKU (catatan dari ramadhan 2017)

Diawal ramadhan seorang syeikh dari jalur Gaza datang mengadakan lawatan ke Medan atas undangan sebuah NGO kemanusian yang konsen terhadap recovery masyarakat palestina di Indonesia. Hingga sampailah sang shyeikh ke sebuah sekolah terpadu di kota Medan. Alfityan school Medan, tempat dimana putriku menimba ilmu. Melalui pesan singkat di grup Wa orang tua siswa, kami orang tua diundang untuk menghadiri ceramah syeikh seputar kondisi palestina terkini. Menarik ujar kudalam hati paling tidak menambah wawasan tentang politik internasional dan dunia islam. Akhirnya kusempatkan waktuku untuk menghadiri kegiatan ini....

Semangat sekali sang syeikh memaparkan kondisi kekinian negerinya, walau seluruh ruangan tak memahami seutuhnya bahasa sang syeikh namun semua diam menikmati cerita dan antusias, melalui pemaparan penterjemah. Walau sesekali gemuruh riuh anak-anak TK yang juga ikut hadir , tak mengurangi seriusnya para undangan yang hadir. Orang tua siswa, siswa TK sampai SMA, para guru, pegawai tata usaha sekolah, pengurus yayasan bahkan tukang kebun dan tukang masak sekolahpun tak mau ketinggalan. Sang syeikh lebih banyak memaparkan bagaimana kondisi negerinya yang sebenarnya negeri para pejuang yang jarang diekspose oleh media massa . Mengkhabarkan bahwa disana banyak anak-anak yang semangat belajar, semangat menimba ilmu dan keingin membangun negerinya yang sudah porak-poranda karena perang. Pemaparan didukung oleh beberapa film dokumenter yang membuat anak-anak semangat.

Sungguh hatiku tersentuh sebuah masyarakat yang infrastrukturnya hancur, psikisnya terluka karena perang tetapi masih memiliki semangat luar biasa untuk bangkit dan membangun negerinya. Tak lama pertemuan ini namun membawa semangat luar biasa yang bisa kurasakan dan kulihat dari mata para hadirin terutama para siswa/i. Usai mengakhiri salam tanpa ada yang mengkomandoi barisan anak laki-laki langsung menyerbu sang syeikh untuk bersalaman sambil berdesak-desakan. Senyum lebar dan harumenghiasi wajah sang ulama dari jalur Gaza ini.

Semangat syeikh yang seorang Doktor seolah berpindah pada para siswa/i ini. Sebahagian meminta foto bersama, sebahagian lagi meminta tanda tangan sang syeikh pada buku. Bahkan ada yang rela tasnya dicoret tanda tangan sang ulama. Mereka memperlakukan sang ulama seperti anak remaja bertemu selebritis idolanya. Tetapi ini adalah seorang ulama, seorang pejuang, seorang yang mencintai negerinya. Seorang yang berharap semangat belajar, semangat membangun, membela dan mencintai negeri sendiri mengalir pada diri pelajar-pelajar indonesia untuk rain belajar, membangun bangsanya dan mencintai negerinya.

Sampai-sampai seorang anak bernama Naufal yang berlari kepada ibunya dan mengatakan “Ummi masih terasa bekas salaman dengan syeikh, saya mau berjuang saya akan bilang sama ustadz Hanafi agar disamapaikan sama syeikh sahalden”, ujarnya polos. Ibunya hanya tersenyum haru. Kecintaan terhadap ulama/guru telah menghujam pada diri siswa/i ini. Ketika kotak infaq diedarkan dengan ringan mereka merogoh saku kecilnya dan merelakan uang jajannya untuk anak-anak palestina agar bisa sekolah lagi, ujar celotehan mereka.

Bersyukurlah kita para orang tua jika anak-anak kita sudah mencintai para ulama, para guru dan mengidolakan mereka. Terjangan westernisasi dan hedonisme yang mengepung para remaja hari ini jelas- jelas menjauhkan remaja kita dari agama dan norma yang ada. Sehingga remaja seolah tanpa karakter dan rapuh jiwanya. Namun jika remaja sudah terbiasa berinteraksi dengan para ulama maka bisa kita pastikan jiwanya akan tumbuh subur dengan nilai-nilai hikmah kehidupan . sang remaja akan memiliki karakter yang kuat dan cita-cita yang tinggi terhadap dirinya dan bangsanya. Sebaliknya jika remaja mengidolakan para selebritis/artis tentunya perilaku yang sangat berbeda hakan kita temui dalam diri remaja. Mudah galau, imitasi dan cendrung konsumtif.

Sangatlah tidak tepat jika dikatakan ulama menyemaikan bibit-bibit radikalisme dan kebencian. Jika kita melihat sejarah bangsa Indonesia ulama, pesantren dan pemuda selalu bersinergi dalam membela bangsa dan mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Ulamalah yang memompakan semangat cinta tanah air kepada para pemuda.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya sepakat dengan paragraf terakhir bu Fadillah Rahmi. Ulama bukan radikal. Ulama menjadi memompakan semangat cinta tanah air.

04 Jul
Balas

karena ulama adalah pembela negara

04 Jul
Balas

Keren...setuju banget, bu

04 Jul
Balas

alhamdulillah

04 Jul

Ulama lah pejuang yang sesungguhnya. Di negri para pejuang, para ulama berjuang tanpa pamrih. Terimakasih info nya bu.

04 Jul
Balas

sejarah membuktikannya

04 Jul



search

New Post