Faidah Setyaningsih

Teruslah menulis meskipun tidak ada orang yang membacanya....

Selengkapnya
Navigasi Web

Aplikasi Sederhana Pembelajaran Bermakna

Oleh: Faidah Setyaningsih

Guru SMA Negeri 1 Mirit, Kebumen,

Jawa Tengah

Sejak merebaknya virus korona Maret lalu, berbagai aspek kehidupan mengalami dampaknya. Tidak terkecuali dunia pendidikan. Kegiatan pembelajaran yang semula dilakukan secara tatap muka beralih menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hal ini dilakukan untuk menghindari kerumunan peserta didik di sekolah dan mencegah kontak langsung dengan orang lain sebagai upaya menyebarnya virus yang telah banyak memakan korban jiwa.

Saat pertama kali dilakukan, guru masih meraba-raba bagaimana sebenarnya PJJ dilakukan, mengingat pembelajaran tersebut merupakan hal baru bagi guru. Apalagi kebijakan untuk melaksanakan PJJ berlangsung secara tiba-tiba dan mendadak. Saat libur akhir pekan, sekolah mendapatkan surat bahwa pembelajaran esok hari tidak boleh dilakukan secara tatap muka. Segera melalui dunia maya kepala sekolah, guru dan karyawan menyikapi kebijakan tersebut dengan melakukan koordinasi. Teknis pembelajaran dirumuskan bersama dengan masih menduga-duga pola ideal PJJ.

WhatsApp adalah fasilitas yang mayoritas dimiliki peserta didik sebagai penghubung guru dengan peserta didik. Meskipun masih terdapat beberapa peserta didik yang tidak memiliki android. Anggota keluarga yang lain pun tidak memilikinya. Aplikasi ini dipilih untuk penyelenggaraan PJJ. Grup WhatsApp untuk pembelajaran daring pun dibentuk. Waka Kurikulum dibantu wali kelas dan guru BK berburu nomor WhatsApp peserta didik dan memasukkannya ke dalam grup daring. Para peserta didik pun kaget dengan perubahan pola belajar yang mendadak tersebut.

Beberapa hari kegiatan PJJ berlangsung. Guru maupun peserta didik menyadari bahwa tanpa tatap muka pelaksanaan pembelajaran tidak efektif. Orang tua peserta didik pun ikut gelisah dengan PJJ. Bahkan, mayoritas di antara orang tua menganggap anaknya libur sekolah. Saat anak mengikuti pembelajaran dengan androidnya, orang tua marah karena mengira anaknya hanya bermain-main saja tanpa membantu pekerjaan orang tua. Sementara anak pun mengeluh bahwa selama tidak berangkat ke sekolah orang tua tidak memberikan uang saku sehingga sering kali android mereka minim kuota sehingga tidak dapat mengikuti pembelajaran daring. Apalagi bagi yang tidak memiliki android. Mereka belum mengetahui apa yang harus dilakukan saat di rumah.

Beberapa langkah telah dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengatasi permasalahan dalam PJJ. Sekolah menghadirkan orang tua untuk menyamakan persepsi tentang PJJ sehingga tidak ada salah paham antara sekolah, peserta didik dan orang tua. Tentu dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat. Sekolah pun mengalokasikan anggaran untuk bantuan kuota bagi peserta didik yang membutuhkan. Wali kelas bersama guru BK pun melakukan home visit kepada peserta didik yang sulit atau tidak dapat dihubungi lewat handphone.

Seiring dengan berlangsungnya PJJ, sekolah melihat bahwa pandemi merupakan momentum untuk lebih akrab dengan teknologi. Apalagi berbagai aplikasi pembelajaran daring banyak ditawarkan sejak merebaknya Covid-19. Sekolah pun akhirnya menyesuaikan diri dengan mengenalkan aplikasi belajar dengan google classroom. Mengingat beberapa sekolah lain sudah menggunakannya. Dengan penggunaan aplikasi ini sekolah berharap pembelajaran akan lebih efektif sekaligus tetap update teknologi.

Tetapi, alih-alih mengefektifkan PJJ, penggunaan google classroom justru mengurangi keterlibatan peserta didik dalam belajar. Bahkan sebagian mereka yang sudah aktif di awal pelaksanaan PJJ justru menghilang. Peserta didik yang aktif pembelajaran hanya itu-itu saja, peserta didik yang memang memiliki semangat belajar tinggi.

Hal tersebut berlangsung pada hampir semua mata pelajaran, termasuk Sosiologi. Tiap kelas hanya sekitar 70 persen yang dapat bergabung di GC. Dari yang bergabung tersebut hanya sekitar 30 persen yang dapat aktif dalam pembelajaran. Selebihnya dengan status yang tidak diketahui. Saat dihubungi lewat WhatsApp pribadi, peserta didik yang tidak aktif mengaku sedang tidak memiliki kuota. Peserta didik yang lain mengatakan tidak ada sinyal. Sementara itu, ada juga yang mengaku tidak dapat join ke GC karena tidak mengetahui caranya.

Dalam kondisi seperti ini, guru mencoba untuk mengambil langkah yang tepat. Di satu sisi harus mengikuti kebijakan sekolah untuk penggunaan aplikasi pembelajaran yang update teknologi. Namun di sisi lain harus melayani peserta didik dengan berbagai permasalahan. Terlebih di masa sulit seperti saat ini.

Sebagai guru Sosiologi yang mengalami permasalahan sama seperti guru lain, saya mencoba mencari tahu tentang keefektifan PJJ dari sudut pandang peserta didik. Sebuah angket sederhana berisi beberapa pertanyaan tentang pelaksanaan PJJ saya susun dengan memanfaatkan office 365. Peserta didik diminta mengisi angket tersebut di penghujung kegiatan pembelajaran.

Data yang dihasilkan 89,8 persen peserta didik memilih aplikasi WhatsApp untuk pembelajaran. Sisanya sebanyak 10,3 persen atau sejumlah 6 orang dari 59 responden memilih penggunaan google classroom. Berbagai alasan peserta didik yang memilih penggunaan aplikasi WhatsApp karena lebih hemat kuota dan lebih mudah jaringannya. "WhatsApp dapat menggunakan kuota gratisan, berbeda dengan google classroom yang harus menggunakan kuota utama. Jadi lebih irit." tulis seorang peserta didik. "Kalau terpaksa kuota habis dan belum bisa beli masih bisa membuka WhatsApp dan menyimak pembelajaran." ujar yang lain. Selain itu aplikasi ini lebih familiar sejak sebelum pandemi sehingga peserta didik sudah paham cara penggunaannya. Menurut peserta didik, WhatsApp juga memiliki notifikasi sehingga mudah untuk mengetahui adanya penugasan maupun pengumuman dari guru. Hal ini tidak terdapat pada aplikasi google classroom.

Sedangkan sejumlah 10,2 persen responden yang memiliki penggunaan aplikasi google classroom beralasan karena dalam aplikasi ini tugas dan materi pelajaran mudah ditemukan, tidak tenggelam dalam chat seperti yang terjadi pada aplikasi WhatsApp. Selain itu, mereka menganggap penyampaian materi lebih jelas karena tidak ada perbincangan (chatting) yang mengganggu.

Berdasarkan masukan dalam angket tersebut guru kembali mengaktifkan pembelajaran daring di grup WhatsApp. Meskipun masih melayani siswa yang menghendaki pembelajaran lewat google classroom. Jadi, saat pembelajaran guru harus memandu pembelajaran daring di grup WhatsApp sekaligus pada google classroom.

Respon peserta didik sangat antusias pada grup WhatsApp. Mereka merasa lebih dekat dan akrab dengan gurunya dan tidak sungkan saat diskusi berlangsung. Hal ini tidak terjadi saat mereka belajar pada google classroom. Di sela-sela pembelajaran pada grup WhatsApp guru menyelipkan canda yang direspon ceria oleh peserta didik. "Lebih enak belajar di grup WhatsApp, tidak tegang." komentar peserta didik. Guru pun semakin bersemangat melihat partisipasi peserta didik yang meningkat dibandingkan saat penggunaan google classroom. Karena diyakini, peran serta peserta didik dalam proses pembelajaran merupakan indikator keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Meskipun telah menemukan cara yang nyaman untuk pembelajaran jarak jauh, guru tidak berhenti untuk terus belajar. Berupaya mencari tahu bagaimana sekolah lain menyelenggarakan PJJ. Belajar dari guru lain agar pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif dari hari ke hari. Salah satunya dengan mengikuti berbagai pelatihan, diklat maupun webinar yang akhir-akhir ini bak jamur di musim penghujan.

Sebuah diklat yang gratis dan mudah diikuti adalah diklat guru belajar yang digelar Kemdikbud melalui akun GTK. Di sana guru mendapatkan inspirasi sekaligus suntikan motivasi untuk menjalani masa pandemi dengan penuh semangat. Kesulitan menjadi guru di masa wabah ternyata juga dialami guru-guru lain. Tetapi, kondisi yang sulit tidak membuat mereka patah semangat. Justru dijadikan sebagai momentum untuk terus berinovasi untuk pembelajaran yang lebih baik.

Inspirasi yang mendalam terasa dalam berbagai video yang ditayangkan. Ternyata, dalam PJJ teknologi bukanlah hal yang utama. Ruh pembelajaran terletak pada guru. Meskipun dengan teknologi sederhana asalkan dapat diterima dan dinikmati oleh peserta didik maka itu jauh lebih bermakna. Daripada mengejar ke-update-an teknologi tetapi justru membebani peserta didik. Apapun teknologi yang digunakan, apapun metode yang diterapkan mari menikmati mengajar dengan merdeka belajar.

Tugas Diklat Guru Belajar Kemendikbud

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu, sama dengan saya. Murid- murid saya pun seperti itu, kasusnya.

25 Dec
Balas

Terima sudah berkunjung. Salam kenal dan salam literasi.

25 Dec



search

New Post