Bersama lantunan puji-pujian dari mushola kampung. Deru suara hujan menyerbu tiba-tiba. Hawa dingin menembus kulit yang masih basah oleh air wudhu.

Hujan dinihari ini adalah hujan kedua di bulan September. Hujan kedua pula setelah berbulan-bulan bumi tak tersentuh tetesan air hujan. Hujan yang sudah begitu dirindukan.

Ada banyak manusia yang menikmati gemericik jatuhnya air dari langit yang begitu merdu. Di saat yang sama, lebih banyak pula yang memilih terbuai oleh mimpi. Terlebih hawa dingin memaksa tangan menarik selimut kembali.

Kerinduan pada hujan dirasakan juga oleh seorang perempuan yang kesepian. Dia yang saat hujan jatuh pertama kalinya langsung menyambut penuh syukur. Sumber airnya terancam kering akhir-akhir ini. Tetangga sebelah yang sudah lebih dulu kekeringan selalu mengambil air dari kran di samping rumahnya. Tetangga belakang rumah pun mengambil air dari sumurnya. "Alhamdulillah, hujan turun. Meski tak deras. Sumurku tak jadi kekeringan." ucapnya pada diri sendiri. "Kalau kekeringan bisa buat masalah sama tetangga." kembali dia berucap.

Dia perempuan yang baik. Bahkan kadang sungguh kelewat baik. Hingga kebaikannya yang polos sering mengundang senyum kawannya. Bahkan tawa. Mungkin sudah sampai pada zamannya, ketika sebuah kebaikan justru dianggap aneh. Seperti yang dilakukan perempuan ini. Selalu dianggap aneh, lugu dan kadang justru menjengkelkan.

Kebumen, 23 September 2020