NASI PADANG, RASA, DAN KENANGAN
Nasi padang adalah sajian khas daerah Minang, Sumatera Barat, dengan aneka lauk pauk berbumbu khas. Ciri khas yang melekat pada nasi padang yaitu tumpahan berbagai kuah sayur dengan warna variatif yang akan semakin menambah cita rasa. Paket standar yang harus ada dalam sepiring nasi padang adalah nasi putih hangat ditambah lauk pauk berupa olahan ayam, daging, telur, atau ikan serta ditemani sayur daun singkong bersantan. Selain itu, sesendok sambal hijau juga menjadi patokan standar nasional nasi padang.
Bicara soal nasi padang, perburuan saya tidak tanggung-tanggung. Rasa penasaran harus dibayarkan dengan makan langsung di daerah asalnya yaitu daerah Sumatera Barat. Lidah saya pertama kali tercengang ketika tiba di perbatasan antara Padang dan Jambi, menyempatkan singgah di rumah makan padang sederhana. Muaro Jambi, tempat pertama saya merasakan perbedaan yang begitu kentara soal nasi padang.
Ketika itu, nasi disajikan hangat dengan kepulan asap yang masih membumbung. Saya hanya menganggap bahwa itu nasi biasa dan akan sama rasanya seperti di Jakarta. Pun dengan lauk yang tersaji tidak terlalu mencuri perhatian saya. Akan tetapi, semua pandangan saya berubah sejak suapan pertama. Ya, nasinya begitu pulen, berbeda dan agak maur. Ketika hendak digenggam oleh tangan seolah terjadi perpaduan yang sempurna antara nasi, lauk-pauk, serta guyuran kuah sayur. Walah... tidak sia-sia saya memaksakan diri untuk beristirahat sejenak sembari makan siang. Rasa penasaran saya perlahan mulai terbayarkan meski fokus saya tetap berada di pusat kota Sumatera Barat yaitu Bukit Tinggi.
Perjalanan harus dilanjutkan karena tujuan utama adalah menjelajahi pusat kota Sumatera Barat. Suasana masih begitu ramai dikarenakan orang-orang sibuk mengisi waktu libur lebaran di tahun 2017. Masya Allah, tiada hentinya saya mengucap syukur atas karunia Allah dengan terpampangnya keindahan Alam Bukit Tinggi. Saya baru kali ini menyaksikan fenomena air terjun di pinggir jalan raya, tepatnya di daerah Padang Panjang. Biasanya ketika di Pulau Jawa harus berjalan kaki jika ingin melihat air terjun. Pemandangan Jam Gadang pun akhirnya benar-benar saya saksikan dengan kepala saya sendiri. Masya Allah.
Sebenarnya banyak yang saya ingin bahas soal Bukit Tinggi, tetapi kali ini fokus saya pada nasi Padang. Ya, saya pun sengaja mencoba varian kuliner Minang lainnya yakni nasi Kapau di Pasar Atas. Alamak...enak kali... bumbunya meresap dan tekstur nasinya begitu saya suka. Kalau Jakarta dengan Bukit Tinggi hanya berjarak 1 hari perjalanan saja, saya tidak akan ragu untuk memborong beras Minang sebagai oleh-oleh. Racikan bumbu rendangnya tetap berbeda dengan yang saya coba di Jakarta. Saya tidak terlalu mengerti mengapa demikian, yang jelas rasa penasaran saya benar-benar terpuaskan.
Nasi kapau dengan nasi padang memiliki kemiripan dari segi makanan, bumbu, dan sebagainya menurut sepengetahuan saya. Perbedaan yang kentara terletak pada cara penyajiannya. Jika nasi padang hanya disajikan secara biasa yakni diambil dengan menggunakan sendok sesuai dengan permintaan konsumen. Berbeda dengan nasi kapau yang harus diambil dengan centong khusus dengan panjang tongkat melebihi tinggi orang dewasa. Saya rasa ada kemampuan khusus agar lauk yang diambil tidak terjatuh meski jarak antara makanan dengan sang uni cukup jauh.
Baiklah, sekian pengalaman icap-icip saya soal nasi Padang.
Semoga berkenan di hati pembaca.
Mohon kritik dan saran mengenai tulisan ini.
Wassalam
Teluk Senja
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar