Muhamad Fajri Ikhsan Qalby

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Lily

Lily

Sebuah api unggun kecil membara menantang sinar jingga di sore hari. Asapnya tidak terlalu mengepul, tidak akan mengganggu siapapun disana, walaupun sekarang memang tidak ada siapapun selain lelaki dewasa yang membuat api itu. Tidak biasanya dia membakar sesuatu, apalagi di petang yang cerah ini, ditambah lagi dia membakar sesuatu di dekat makam seseorang.

Api kecil yang dibuat Hadi, pria itu disapa dengan nama itu, melahap beberapa lembar foto dan pernak-pernik kecil peninggalan orang yang dimakamkan di dekatnya saat ini. Ya, tidak ada yang salah dengan itu, Hadi memang sedang membakar barang-barang yang mengingatkan dirinya pada orang yang berarti baginya, yang sekarang sudah terbaring dihimpit tanah itu, tidak ada lagi makam yang terlihat disekitar sana, karena tempat itu bukan pemakaman umum. Tempat itu adalah tempat yang biasa dijadikan sebagai titik pertemuan antara Hadi dengan perempuan itu. Perempuan itu dulunya adalah kekasihnya, walaupun tidak secara resmi mereka adalah sepasang kekasih, tapi setidaknya Ratna sudah memberikan warna dalam kehidupannya.

Hadi mulai membakar sebatang rokok untuk dia hisap. Dia tahu bahwa sebenarnya dia tidak sanggup menghirup asap, dan Ratna dulunya juga membenci asap yang diciptakan benda itu. Tapi entah mengapa sinar jingga sore itu seolah menyuruhnya untuk mencoba menghisap asap rokok itu, meskipun ia berkali-kali batuk karena tidak kuat menahan asapnya, ditambah dia tegak berdiri tepat di samping asap api unggun yang ia buat. Menambah keperihan pada paru-parunya, namun itu tidak sebanding dengan kepedihan yang ia rasakan setelah ditinggal oleh Ratna, luka itu terus membekas dalam relung jiwanya. Walaupun ia pada dasarnya tidak memiliki rasa belas kasihan, tidak disangka ia bisa merasakan sakit ditinggalkan seorang yang dikasihinya. Mengetahui bahwa ia masih mampu mencintai seseorang saja sudah sangat mengejutkan.

Tak berapa, butir bening pun mulai keluar satu persatu dari kelopak matanya, ia tidak tahu bagaimana bisa air mata itu keluar. Ia berasumsi bahwa asap rokok dan api tadi membuat matanya pedih sehingga mengeluarkan air. Namun ia tidak berniat untuk menyeka aliran itu, justru bulir bening kecil itu berubah seperti aliran sungai, persis seperti sungai di dekat makam itu. Hadi menangis dalam diam, tidak ada isakan dan suara disana, tidak akan ada yang menyadari bahwa seorang pria gagah itu tengah menangis.

Ia teringat kembali masa-masa suramnya yang kemudian tercerahkan oleh keberadaan seorang gadis bernama Ratna. Hari-hari kelamnya sebagai seorang eksekutif di perkumpulan mafia seolah menjadi berwarna kembali ketika ia bertemu dengan Ratna setiap sore nya, tepat di tempat ia berdiri saat ini menjadi titik yang selalu ia tempati setiap petang menjelang malam. Mereka bertemu setiap hari, di tempat dan waktu yang sama, setelah bertemu mereka selalu bersama mengelilingi kota pelabuhan ini, menikmati peralihan hari yang begitu indah dengan keberadaan Ratna di sisi Hadi. Ia tak tahu bagaimana perasaan gadis itu yang sebenarnya, namun yang ia lihat adalah Ratna selalu tersenyum lebar saat bersama dengannya. Wanita itu pun tidak pernah tahu bahwa lelaki tinggi ini sebenarnya adalah seorang mafia.

Memori yang diputar ulang dalam otak Hadi tadi terus berjalan selama ia masih menangis dalam diam. Ingatan itu berputar hingga pada saat yang mengembalikan Hadi pada masa gelapnya kembali. Ketika gadis yang ia sayangi itu akhirnya meninggalkan dirinya untuk selamanya dan tak akan pernah kembali. Ratna tewas setelah terkena timah panas tepat di jantungnya saat berusaha melindungi Hadi pada Sabtu malam beberapa bulan yang lalu. Saat itu Hadi sedang bertarung dengan seorang bos mafia yang menjadi musuh bagi organisasinya. Mereka bertarung diantara kargo muatan kapal di pelabuhan, saling bergantian melesakkan tembakan, tanpa tahu disana juga ada seorang wanita yang tiba-tiba merasakan firasat buruk pada Hadi yang berada dalam bahaya. Pada saat Hadi sedang terpojok, Ratna tiba-tiba berada di depannya melindungi orang yang dicintainya dari timah panas itu.

Ratna menghembuskan nafas terakhirnya disana beberapa saat setelah terkena tembakan itu. Dan Hadi yang merasa kehilangan yang amat dalam sekaligus dendam pada musuhnya itu mulai mengamuk dan menembakkan senjata nya secara membabi-buta pada bos musuh itu, ia menembakkan semua peluru yang ia punya, ia menjejalkan tembakan itu ke tangan, kaki, jantung, tengkorak kepala hingga semua peluru yang ia punya habis.

Ingatan itu akhirnya merekam kembali pada beberapa saat sebelum kepergian Ratna pada malam itu, ia berkata pada Hadi dalam pelukannya dengan suara yang sangat kecil dan sedikit serak, bibir kecilnya mulai bergerak menyampaikan hal terakhir yang ingin dikatakannya pada Hadi.

"Temukan alasan untuk dirimu terus hidup, manusia itu ditakdirkan hidup untuk mengisi dua sisi, setidaknya hidup menjadi orang yang baik bukanlah hal yang buruk juga ya..." Beberapa patah kata yang akhirnya tidak terdengar lagi, karena ia sudah menghembuskan nafas terakhir disana, di pelabuhan itu, di kegelapan malam itu.

Hadi mendapati dirinya sedang duduk bersandar disamping nisan milik gadis itu. Air matanya sudah berhenti mengalir dan rokok yang tadi ia bakar sudah dibuang tanpa sadar. Api unggun yang membakar kenangan dirinya bersama Ratna pun sudah habis menyisakan sekumpulan abu.

Ketika Hadi tengah duduk tidak beranjak dari nisan itu, seorang pemuda mendekat kesana. Pemuda itu adalah rekrutan baru dalam organisasi mafianya, dan Hadi ditugaskan menjadi mentor dari pria muda itu.

"Kau sedang menziarahi temanmu, guru?" Remaja itu bertanya pada Hadi.

"Memang terlihat seperti berziarah,ya?" Hadi pun balik bertanya.

"Yah, memang seperti itu adanya 'kan guru? Walaupun caramu tidak lazim seperti kebanyakan orang." Muridnya ini menimpali.

"Haha, begitu ya... Baikah, kita tidak boleh berlama-lama disini, ada urusan penting yang harus segera diselesaikan, ayo kita pergi sekarang." Hadi pun beranjak pergi.

Beberapa saat sebelum akhirnya pergi ia pun meletakkan kembali bunga lily yang ia dapatkan dari Ratna. Gadis itu memang menyukai bunga putih itu, memang dirinya secantik bunga Lily itu. Hadi pun meletakkannya tepat di depan nisan milik Ratna.

---

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

sedihnya cerita ini. Mantap. Salam literasi

22 Dec
Balas

Terimakasih Bu, Salam literasi

01 May

Terimakasih Bu, Salam literasi

01 May

Cerita penuh dengan kepiluan bagus banget,Salam literasi

01 May
Balas



search

New Post