Fajrul Akbar

Bukan guru tapi sempat mengajar dan menjadi koordinator jurusan perawatan kesehatan di salah satu SMK Swasta. Berprofesi sebagai seorang Perawat yang menekuni p...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sang Pejuang Telah Pergi

Oleh: Fajrul Akbar, 25/11/2019 00.40

Siang 24 november 2019 kembali aku mendapatkan kabar kepergian guru kehidupanku. Siang itu kubuka handphone, terlihat pemberitahuan pesan baru whatsapp. Saat kubuka pesan terlihat poster bertuliskan telah berpulang. Seketika perhatianku terpusat untuk membaca lebih rinci, kuraih kacamata disamping bantal. Jelaslah tulisan kubaca, nyata kulihat gambaran wajah diposter. Ternyata sang pejuang telah menuntaskan misi nya. Ia telah berpulang keharibaan Sang Pencipta.

Bergetar kalbuku, masih tak percaya. Namun aku yakin tak salah penglihatanku, benar tulisan yang kubaca. Kupandangi lagi layar Hp, kubaca teliti untuk meyakinkan diri. Benar saja nama sang pejuang yang tertulis diposter tersebut. Sejenak aku menenangkan diri, menarik nafas dalam. Kulanjutkan dengan berdoa kepada sang Maha Pencipta untuk kebaikannya.

Terlintas diingatanku betapa tegarnya sang pejuang. Tak kusangka 11 november 2019 menjadi pertemuan terakhir. Terakhir aku melihat semangatnya, terakhir aku melihat senyum disela-sela rintihannya saat kubersihkan luka didadanya. Dihari itu pula ia bercerita dan aku menjadi pendengar setianya. Tak pernah sebelumnya ia mengatakan hal-hal yang bernada kekalahan, menyerah, ataupun ketakutan akan kematian.

Hari itu ia mengabarkan kalau ia akan menjalani rangkaian kemoterapi untuk kesekian kalinya. Ia mengatakan akan mengeluarkan biaya yang besar lagi, akan menghadapi efek kemo kembali. Aku berusaha membalasnya dengan diplomatis sembari memberinya semangat. Ia kembali melontarkan kalimat yang asing menurutku. Janggal rasanya kalimat yang kudengar hari itu. Selama aku mengenal superwomen ini, tak pernah kalimat dengan suasana seperti ini.

Kali ini kalimat yang dilontarkannya cenderung memaksaku untuk menyetujuinya. “Kemo yang sekarang mahal mas, emang kalau dikemo lagi saya bakal sembuh ? enggakkan, bakal mati-mati juga, ya kan mas ?. Berasa ditabok warga sekampung aku saat diserang pernyataan dan pertanyaannya itu. Aku terdiam. Namun ia tetap memaksa aku menyetujui pernyataannya. “mas fajrul ... iya kan ? saya nanya malah nga dijawab?”. Kurespon dengan senyum.

Ia melanjutkan “Dari pada saya bayar mahal, akhirnya mati juga, mending uangnya saya belikan sesuatu untuk anak-anak, bekal buat sepeninggalan saya, ya kan ?”. Pertemuan hari itu sangat asing untukku, tak pernah kudapati keadaan sang pejuang sepertinya ini. Sehingga tak ada jawaban yang kuberikan selain senyum.

Sang pejuang yang kukenal adalah seorang perempuan tangguh. Tak hanya sebagai seorang ibu, ia juga aktif sebagai pengurus POTADS (komunitas orang tua dengan anakan sindrom down). Semua aktifitas ia lakukan seperti orang kebanyakan, tak akan ada yang tau kalau ia sedang berjuang melawan kanker. Ditengah rangkaian pengobatannya mulai dari radiasi, kemoterapi baik yang diminum maupun infus. Dengan berbagai efeksampingnya, ditambah lagi dengan luka yang pasti perihnya tak dapat dikira. Ia tetap aktif penuh semangat menjalani harinya.

Senyumnya selalu merekah, tak tampak muka pucat. Hanya jari jemari dan kuku yang gelap dan menghitam sebagai penanda bahwa ia sedang berjuang melawan penyakitnya. Dengan menjalani kemoterapi. Sesekali ia menyeringai menahan sakit saat kurawat lukanya, sambil berkata “tahan dulu sebentar mas”. Saat itu aku akan berhenti sejenak dan kami mulai membuka obrolan ringan, obralan seputar anak bungsunya selalu menjadi panawar sakitnya.

“Adek” aku memanggil sibungsu, hampir selalu adek menemani sang pejuang saat perawatan luka. Adek selalu mengingatkanku untuk melakukan segala sesuatu dengan hati-hati dan pelan. “pelan-pelan om Fahrul... hati-hati biar mama nga sakit”. Sangat khas ia memanggil namaku dengan panggilan om Fahrul bukan fajrul. Sesekali ia mengelus rambut sang pejuang dan mengatakan “sabar ma, mama tarik nafas... buang...” sambil ia memberikan contoh. Entah dari mana si kecil ini belajar teknik nafas dalam.

Tak hanya itu ia kadang melantunkan entah lagu, entah syair atau doa (aku tidak tahu pasti) dalam bahasa Hindia dan kadang bahasa Bali. Terdengar hikmat ia melantunkannya. Setiap akhir bait ia mencium sang mama sambil berucap “adek sayang mama”, kemudian melanjutkan kembali syairnya. Dihari pertemuan yang terakhir ini pun ia melakukan hal yang sama. Sambil aku merawat luka mamanya, ia membantuku mengarahkan lampu. Terdengar olehku ia juga berdoa, “Tuhan sembuhkan mama biar bisa ke Mall”.

Begitu polos anak kecil ini, sang pejuang langsung tertawa melihat kearah ku. Lupa ia dengan sakitnya. Sang pejuang mengatakan sibungsu setiap berdoa selalu meminta hal yang sama untuk kesembuhannya agar bisa ke Mall. Lepas tawa sang pejuang kala itu, meski kulihat napasnya ngos-ngosan. Selang terpasang didada kakannya untuk mengeluarkan cairan agar paru-parunya tidak terendam. Serta luka didada dan punggung. Tak mengurangi keceriannya. Dengan kondisi seperti itu ia tak pernah menggunakan kursi roda, langkahnya masih terlihat tegas tanpa dipapah.

Tak habis pikir aku dibuatnya. Entah dari mana ia mendapatkan kekuatan dan semangat. Aku malu pada diri sendiri, sakit kepala saja cukup membuat mataku merah dan pucat wajah. Uring-uringan dan terkapar seakan tak berdaya. Padahal bila dibandingkan dengan sakit yang menimpanya, belum lagi mengurus anak, keluarga dan komunitasnya tak ada seberapanya diriku.

Sekarang aku tak akan pernah bisa lagi bertemu dengan mu. Sang pejuang, guru kehidupan ku. Semoga kenangan dan pelajaran yang kudapat dari mu menjadi bibit kebaikan yang dapat membatu banyak orang. Tunai sudah tugasmu di dunia, selamat jalan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren tulisannya pak...

27 Nov
Balas

Terimakasih pak Nurdin. Selamat hari guru pak Nurdin. Semoga sehat selalu

27 Nov



search

New Post