Part III

Humosing Gidion Nathan Rafael Tambunan namanya. Kelas 8-8. Ku panggil dia dengan nama kecinya Dion. Banyak guru yang masuk di kelasnya mengeluh karena kelakuannya. Ada saja kenakalan-kenakalan kecil yang dilakukannya,sehingga suasana kelas menjadi tidak nyaman. Kalau ribut di kelas sudah menjadi kebiasaannya. Tidak mengerjakan PR,tidak mau mencatat,berkelahi,melawan guru,merokok,bolos,mencuri,atribut tidak lengkap,tidak ikut upacara bendera,ini sudah menjadi hal yang biasa baginya.

Hanya dua bulan setelah dia pindah kesekolah kami,dia patuhi semua peraturan dan tata tertib sekolah. Bulan berikutnya,ruang bimbingan dan konseling yang menjadi saksi bisu betapa dia begitu mengesalkan dan mengecewakan. Nyaris putus asa ku sebagai guru bimbingan dan konseling menghadapinya. Apapun yang ku lakukan untuk kebaikanya,hanya satu sampai dua hari usia kebaikannya. Padahal secara akademis,dia bukannya anak yang bodoh.

Manja...,pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan,terutama ibunya. Ibu yang selalu melindungi dan selalu merahasiakan setiap kenakalan yang dilakukannya dari sang ayah. Tidak ada kontrol menggunakan uang,tidak ada larangan meskipun apa yang dilakukannya sudah diluar batas kewajaran,selalu membela anak walaupun salah. Didikan ayah yang terlalu keras.Inilah yang menjadi salah satu latar belakang mengapa dia nakal.

Hari ini sabtu tanggal 08 Pebruai 2020,kuhampiri dia di kursi taman pada jam istirahat. Ku sapa dia dengan sentuhan seorang ibu,kuingatkan kembali apa tujuan dia datang kesekolah. Ku tanamkan kepercayaan kepadamu nak. Apapun keputusan yang di pilih,itu adalah pilihan yang terbaik untuk masa depanmu. Semoga dirimu bisa menghargai setiap usaha yang dilakukan siapapun untuk kebaikan hidupmu kelak.. Dan semoga ini akhir dari kenakalanmu nak. Akan ku pantau terus hari-harimu di sekolah,sampai kau tinggalkan sekolah ini karena akhir dari belajarmu. Semoga...