Fatchur Rohman

PAMONG BELAJAR DI BP PAUD DAN DIKMAS PAPUA [email protected]...

Selengkapnya
Navigasi Web
DETEKSI LEARNING LOSS PADA ANAK USIA DINI

DETEKSI LEARNING LOSS PADA ANAK USIA DINI

Oleh: Tri Fatchur Rohman, S.Pd (WP_BP PAUD dan Dikmas Papua). Ditengah wabah pandemi, khususnya covid-19 yang belum sepenuhnya usai mengharuskan sekolah/lembaga pendidikan harus mengunakan sistem pembelajaran jarak jauh atau yg lebih dikenal dengan istilah atau singakatan PJJ, sehingga sedikit banyak orang tua juga mau tidak mau mencoba beradaptasi dengan pola baru dalam konteks pembelajaran anak, bahwa orang tua diberikan pilihan mau mimilih pembelajarn full online (daring) dengan bertatap muka melalui layar virtual melalui perangkat elektronik yang terkoneksi dengan jaringan interneta atau mereka (orang tua) memilih untuk PJJ dengan pengambilan tugas oleh orang tua ke sekolah, sehingga sekarang ini di rumah - rumah orang tua mendapat pekerjaan baru yaitu mencetak lembar materi dan juga lembar kerja peserta didik yang diberikan oleh guru anak-anaknya di sekolah daring (dalam jaringan). Hal ini orang tua lakukan untuk meminimalkan penggunaan gawai dan laptop yang punya pengaruh negative seperti radiasi dan adiksi bagi anaknya. Usia anak yang baru 4 dan 6 tahun membuat orang tua harus berkorban ekstra bai dari segi waktu, biaya dan juga tenaga demi membuat mereka tetap semangat belajar.

Sebetulnya apa yang dilakukan orang tua yang lebih memilih mengambil materi dan tugas serta mencetaknya dengan pertimbangan dampak negatif pada anak itu bisa menjadi contoh bagi orang tua lainnya. Sebab sejak korona mewabah, anak sekolah belajar jarak jauh lewat daring. Padahal menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam konferensi pers di YouTube Kemendikbud mengatakan bahwa pembelajaran via daring atau online ini beresiko menyebabkan learning loss pada peserta didik. Semakin rendah jenjang pendidikannya semakin banyak resiko learning loss nya.

Jadi menteri pendidikan, kebudayaan riset dan teknologi sendiri sudah paham jika masa pandemi ini berlangsung lama dan penerapan PJJ ini terus menerus dilakukan dalam waktu yang lama pula dan sekolah tatap muka masih dihentikan maka yang tidak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi menurunnya kompetensi belajar peserta didik pada semua level dan jenjang pendidikan baik PAUD, Dikdas maupun Dikmen. Learning loss memiliki dampak yang sangat besar bukan hanya terhadap peserta didik. Tetapi juga bagi nasib dan majunya bangsa Indonesia di masa - masa yang akan datang. Jika learning loss terus terjadi dan tidak segera mampu untuk diatasi, maka dalam waktu lebih kurang 15 tahun lagi bangsa ini akan mengalami kehilangan generasi penerus yang berkualitas.

Contoh kasus learning loss yang patut menjadi bahan perenungan bersama dan menjadi early warning bagi kita semua adalah learning loss yang terjadi di Pakistan. Dimana pada tahun 2005, gempa bumi dahsyat di Pakistan mengakibatkan hampir 100 ribu orang meninggal dan berbagai infrastruktur dan fasilitas publik rusak berat, termasuk fasilitas - fasilitas pendidikan seperti gedung sekolah dan lain-lain. Anak-anak terpaksa tidak sekolah selama lebih kurang 3 bulan. Ternyata setelah dilakukan sebuah penelitian terhadap kondisi tersebut ditemukan bahwa mereka yang kehilangan kesempatan belajar karena tidak bersekolah selama 3 bulan akibat bencana itu mengalami ketertinggalan belajar selama 1,5 tahun dibanding mereka yang tetap bersekolah (Michele Kaffenberger, 2020).

Coba sekarang kita komparasikan pada kondisi pendidikan atau persekolahan yang kita hadapi dewasa ini ketika masa pandemi masih berlangsung, bayangkan saat ini persekolah ditutup mulai April tahun 2020. Sudah lebih dari satu tahun anak-anak tidak bersekolah akibat pandemi. Itu artinya jika merujuk pada hasil penelitian yang tersebut diatas dimana ketika tidak belajar di sekolah selama 3 bulan berarti mengalami ketertinggalan belajar selama 1,5 tahun maka 1 tahun anak-anak tidak bersekolah sama dengan tertinggal 6 tahun. Mungkin saat ini masih lebih baik karena sekolah tetap mengadakan pembelajaran via online. Hanya saja banyak keterbatasan seperti kondisi geografis daerah, infrastruktur, jaringan listrik, internet, perangkat/media, spesifikasi gawai, pulsa serta kemampuan untuk mengoperasikan aplikasi yang digunakan. Pada akhirnya kesenjangan layanan dan kualitas antara yang punya akses ke teknologi dan yang tidak jadi semakin besar. Mereka yang tak punya akses memilih untuk tak menyekolahkan anaknya. Apalagi untuk anak usia dini yang biasanya menjadi pilihan terakhir buat disekolahkan.

Menurut beberapa survei dan kanjian yang dilakukan para praktisi bidang pendidikan ditemukan fakta bahwa dibeberapa daerah selama masa pandemi ini terjadi penurunan animo orang tua dalam menyeklahkan anaknya, hampir pad semua jenjang pendidikan mengalami trend yang sama yakni menurut hal ini terlihat dari jumalah peserat didik yang terdaftar pada lembaga persekolah. Terlebih lagi kondisi ini juga terjadi pada konteks Pendidikan Anak Usia Dini dimana terdapat riset bahwa di Yogya yang notabene kota pendidikan dan baromater pendidikan di Indonesia secara umum ternyata juga mengalami kondisi yang sama dimana anaimo orang tua menyekolahkan anak di PAUD itu berkurang hingga 85%. Orang tua menganggap anak usia dini tidak terlalu penting untuk ikut sekolah jika pembelajaran dilakukan secara jarak jauh. Hal ini juga tidak lepas dari kurangnya inovasi dan kreatifitas pendidik dan tenaga kependidikan PAUD yang hanya memberikan tugas kepada anak usia dini tanpa pendampingan, pembimbingan, interaksi dan stimulasi tumbuh kembang yang optimal.

Jadi yang terjadi bukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sesungguhnya melainkan menjadi pemberian tugas jarak jauh. Apalagi untuk konteks anak usia dini, dimana usia mereka adalah usia yang lebih banyak untuk bermain dan aktifitas fisik-motori, sehingga tidak bisa dipungkiri baru sebentar mengikuti pembelajaran daring sudah tidak betah ingin bermain. Belum lagi jika pikiran orang tua harus berbagai peran dan konsentrasi ketika meraka harus melakukan pekerjaan lebih dari satu dalam waktu yang hampir bersamaan tentu fikiranya akan terpecah ditambah lagi jika anaknya bukan hanya satu. Antara mendampingi anak belajar, pekerjaan rumah lainya, penghasilan yang menurun, kenaikan pengeluaran, adanya anggota keluarga yang sakit atau bahkan meninggal karena wabah korona. Pastinya menjadi gambaran betapa kompleknya serta sulitnya situasi yang harus dihadapi saat ini.

Namun satu hal yang belum banyak disadari oleh kebanyak orang tua adalah bahwa ketika mereka (orang tua) memutuskan tidak mendaftarkan anaknya ke layanan Pendidikan Anak Usia Dini maka mereka orang tua berpotensi menghilangkan hak dan kesempatan anak untuk bisa mendapatkan stimulasi tumbuh kembang yang lebih optimal sehingga berpotensi untuk tidak terasahnya kecerdasan anak. Bagi orang tua yang tidak mampu menstimulasi aspek - aspek (6 aspek) tumbuh kembang anak, maka anak akan mengalami penurunan atau kemunduran kecerdasannya karena tidak berkembang sesuai usia, potensi, bakat dan minatnya.

Oleh karenanya penting bagi setiap orang tua untuk mengetahui secara dini tanda-tanda atau ciri-ciri umum pada anak usia dini yang mengalami ketertinggal belajar, sehingga dengan begitu akan lebih mudah dalam melakukan langkah antisipasi terhadap kondisi yang mungkin terjadi pada anak. Berikut adalah tanda-tanda anak usia dini yang mengalami learning loss?

1. Aspek Perkembangan Moral dan Agama

Hafalan dan bacaan doa anak menurun.

Anak tidak mau mengikuti ibadah yang biasa dilakukan karena lebih suka menonton TV atau bermain gawai.

Berkurangnya kebiasaan dan karaker baik yang biasanya diajarkan guru di sekolah.

2. Aspek Perkembangan Fisik Motorik

Anak kurang aktif bergerak dan terlalu banyak makan. Anak bisa mengalami obesitas.

Motorik halus kurang berkembang (meremas, menggunting, melipat, mengancingkan, menarik garis, mencetak, meronce) karena kurang ada kegiatan yang merangsang motorik halus atau banyak dibantu orang tua.

Fisik kurang bugar karena kurang bergerak, lebih banyak bermain HP atau menonton TV. Jika terjadi terus menerus, anak bisa mengalami obesitas, kelainan postur tubuh, kelelahan mata, kerusakan retina dan kornea, serta sulit tidur. Dampak adiksi terhadap gawai juga ditengarai dapat menyebabkan radiasi gelombang elektromagnetik ke otak yang bisa menjadi pencetus kanker.

Pertumbuhan fisik terganggu karena asupan gizi yang berkurang. Ini di antaranya terjadi karena berkurangnya atau hilangnya pendapatan orang tua

3. Aspek Perkembangan Kognitif

Pranumerasi (memahami bentuk, posisi, konsep ukuran, pengelompokan, pola, pengukuran) kurang berkembang karena orang tua kurang memahami jenis dan cara bermain bermakna yang bisa dilakukan di rumah.

Konsentrasi menurun, misalnya karena adanya banyak distraksi atau gangguan seperti ajakan bermain, menonton TV atau bermain gawai, dan digoda kakak.

Kemampuan memecahkan masalah kurang berkembang karena anak terlalu dibantu oleh orang tua atau pembantu dalam mengerjakan tugas dari guru maupun dalam kegiatan sehari-ha

4. Aspek Perkembangan Bahasa

Kemampuan menyimak kurang berkembang, misalnya karena orang tua jarang atau tidak pernah membacakan buku cerita, mendongeng, atau mengajak bercakap-cakap dan membiarkan anak menonton TV seharian.

Minat baca kurang berkembang, misalnya karena tidak tersedia buku-buku anak untuk dibaca.

Penguasaan kosakata baru rendah, misalnya karena orang tua tidak mengenalkan kosakata baru ketika bercakap-cakap tentang sesuatu yang dilihat, ditonton, atau dialami.

Kemampuan menyampaikan ide, kemauan, dan perasaan kurang berkembang misalnya karena orang tua terlalu sibuk dengan diri mereka sendiri.

5. Aspek Perkembangan Sosial Emosional

Emosi kurang stabil, anak mudah tantrum. Ini bisa merupakan dampak dari kondisi emosi orang tua yang mengalami banyak tekanan

Kurang percaya diri, misalnya karena anak tidak dibiasakan menyampaikan pendapat, ide, dan perasaannya. Ini bisa juga merupakan akibat dari rasa kurang percaya diri yang diperlihatkan orang tua.

Keterampilan berinteraksi kurang berkembang karena kesempatan bermain bersama teman dan orang lain terbatas.

Kemampuan berempati kurang berkembang, karena orang tua tidak menstimulasi anak untuk berbagi, sayang dan peduli kepada teman dan orang lain, dan membantu teman yang kesulitan.

Kemandirian kurang berkembang. Anak cenderung pasif dan tidak tahu harus berbuat apa ketika tidak dibantu atau diberitahu

6. Aspek Seni

Anak tidak bisa membedakan suara benda yang satu dengan benda lainnya

Anak tidak memperlihatkan minat untuk berpartisasi dalam aktivitas yang melibatkan music seperti menyanyi, menari atau senam irama.

Anak tidak berminat dengan kegiatan kreativitas visual seperti menggambar, melukis, membuat bentuk dari playdough dll.

Bapak dan ibu orang tua bijak, perlu dipahami bersama bahwa jika ada anak usia dini yang ada dalam pengasuhan anda berada dan atau mengalami tanda-tanda seperti tersebut diatas, itu artinya anak dalam kondisi tidak baik-baik saja. Perkembangan otak manusia sangat pesat, terlebih pada rentang usia 0 sd 6 tahun, karena pada rentang usia tersebut merupakan masa usia keemasan atau Golden Age. Sehingga apabila pada usia 0-6 tahun tersebut orang tua dan orang-orang disekitar lingkaran anak tidak mampu memberikan dukungan positif sehingga kurangnya stimulasi tumbuh kembangnya maka akibatnya baru akan terasa pada saat anak sudah duduk di bangku sekolah formal, maka mari bersama menjadi smart parent untuk masa depan anak yang lebih baik. (fatchur)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi

08 Mar
Balas

Terimakasih Pak Dede, salam hormat...salam literasi...masih terus belajar dari bpk/ibu yg luar biasa

08 Mar

Terimakasih Pak Dede, salam hormat...salam literasi...masih terus belajar dari bpk/ibu yg luar biasa

08 Mar

Mantap tulisannya, sukses selalu pak Fatchur Rohman

08 Mar
Balas

Terimakasi atas atensinya bu Zuyinah....sukses juga untuk ibu dan keluarga..

08 Mar



search

New Post