Fathonah Sri Utami

Bisa itu karena terbiasa, maka akupun kepengin bisa, mulai kubiasakan agar aku bisa. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Bukan Trophy Ataupun Robot

Mendampingi tumbuh kembang buah hati untuk bisa tumbuh menjadi sosok yang sesuai dengan keinginan orang tua dalam level sempurna bukanlah hal yang mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Tiap anak memiliki keistimewaan sendiri, tidak bisa disamakan.

Suatu pagi di kamar mandi sederhana kami di rumah saat aku membantu bungsuku untuk siap-siap mandi pagi sebelum ke sekolah, tiba-tiba bungsu berkata, ......” ibu, kemarin aku tidak menyelesaikan tulisanku di sekolah, celotehnya. ( Sambil menyiapkan pasta gigi dia melanjutkan pembicaraannya, sebelum aku menanggapi celotehannya ). Tapi ternyata ibu tidak marah ( ujarnya sambil tertawa ). Ibu, semalam aku sudah menyelesaikannya, dan hari ini aku janji akan menyelesaikan tulisanku di sekolah biar tidak ketinggalan ( aku masih terdiam sambil mendengarkan bungsuku ). Berarti kalau aku nanti selesai mencatat di sekolah, itu artinya aku bertanggungjawab ya bu? ( lanjut si bungsu)”.

Seketika hatiku terasa sesak, penuh dengan rasa. Rasa menyesal mengingat akan amarahku yang kadang tidak bisa aku bendung ketika aku menganggap anakku tidak mampu seperti teman-temannya yang lain. Rasa bahagia dan bangga tanpa kusadari bungsuku mulai mengerti apa itu tanggungjawab.

Sambil kugendong bungsuku setelah selesai mandi, seperti kebiasaanya aku berbisik pada bungsuku. Iya mas, kalau nanti kamu bisa menyelesaikan tulisanmu di sekolah, itu artinya kamu sudah tanggungjawab. Dan akupun berbisik lagi, maafkan ibu ya mas kalau kadang ibu marah-marah ( sambil kucium pipi bungsuku).

Rutinitas pagi selanjutnya yang kami lakukan makan pagi bersama dengan menu alakadarnya. Tepat pukul 06.00 WIB seperti biasanya, bungsuku berangkat sekolah bareng dengan lesung pipitku dan bapaknya sekaligus ke kantor karena mereka satu arah.

Kulepas bungsuku pagi itu dengan perasaan yang berbeda. Ada beribu macam rasa yang berkecamuk dalam dada. Sesaat anganku terbang mengingat akan bungsuku.

Betapa aku tidak adil dengan bungsuku selama ini, karena aku terlalu banyak menyamakannya dengan lesung pipitku yang memang mandiri dan tidak pernah tertinggal kemampuannya jika dibandingkan dengan teman-temannya. Lesung pipitku tanpa aku bersususah payah mengajarinya menulis, membaca dan menghafal tapi dia mampu menjalaninya dengan cepat dan mandiri.

Semua yang ada pada lesung pipitku kuharapkan akan aku dapati pula pada bungsuku. Namun kenyataanya tidaklah seperti itu. Untuk mau sekolah di Taman Kanak-kanak saja aku begitu susah membujuknya. Dengan berbagai macam cara, dari sekolah satu ke sekolah lainnya.

Kini bungsuku sudah duduk di kelas satu. Dari kempuan membaca dan menulisnya yang belum begitu lancar jika dibandingkan dengan teman-temannya di kelas, hal ini yang seringkali membuat bungsuku ketinggalan.

Sampai kemarin siang saat pulang sekolah, seperti biasanya kudapati bungsuku setengah ketakutan berbisik padaku, ....ibu, aku tidak selesai lagi nulisnya. Untuk kali ini, aku tidak lagi marah tapi aku gendong bungsuku sambil aku berkata. Nanti kita selesaikan sama-sama setelah kamu makan dan istirahat siang. ( kulihat seketika raut mukanya berbinar, sambil bungsuku menciumi pipiku ia berbisik di telingaku ) berarti ibu tidak marah?. Sembari tersenyum aku menggelengkan kepala dan menjawabnya, tidak mas....ibu tidak marah.

Siang ini, aku pulang lebih awal dari kantor. Aku tunggu kepulangan bungsuku dari sekolah. Tepat pukul 12.25 WIB bungsuku pulang dari sekolahnya. Kali ini bungsuku begitu ceria melihat aku sudah di rumah saat ia pulang sekolah. Setengah berlari dia menghampiriku sambil bertetiak, .... ibu, aku selesai nulisnya. Ini buktinya, ( kata bungsuku sambil membuka tas dan mengeluarkan buku-bukunya). Aku lihat semua buku catatannya, ternyata memang hari itu ia selesai mencatat semua pelajarannya seperti janji yang ia ucapkan tadi pagi saat mandi di kamar mandi. Kupeluk bungsuku dan kubisikkan ditelinganya, bagus mas....itu artinya kamu bertanggungjawab dengan janjimu pada ibu.

Sejak saat itu aku tanamkan dalam benakku, kalaulah anak bukanlah sebuah trophy atau benda pajangan yang bisa dipamerkan. Mereka juga bukan robot yang harus tunduk pada pemegang remote. Mereka memiliki imajinasi dan keinginan yang kadang berbeda dengan orang tuanya. Itulah mereka dengan keunikan dan karakternya masing-masing.

Aku sudah cukup bangga dengan bungsuku, walau perjuanganku untuk mengejar ketinggalannya tidak begitu saja berhenti sampai di sini. Aku dengan caraku akan senantiasa mendampingi bungsuku dalam menjalani serangkaian proses dalam mengasah kemampuannya.

Seperti halnya sebuah ungkapan, “Karena hasil tidak akan menghianati proses”. Proses yang baik insyaAllah akan mendapatkan hasil yang baik. Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Sebagai orangtua mari kita gali kemampuan dasar anak, kemampuan akademiknya, motoriknya serta sikapnya. Semoga kelak anak-anak kita akan menjadi permata kita baik di dunia maupun di akhirat.

Aamiin,,,,,

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren buu..

06 Mar
Balas

terimakasih,,,,masih tahap belajar, belajar lebih cinta literasi.

06 Mar



search

New Post