Fathul hayati arlian

Saya adalah seseorang yang biasa-biasa saja, dilahirkan di kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Sejak remaja saya senang deng...

Selengkapnya
Navigasi Web

MASIH CERITA TENTANG SANG BAPAK DAN ANAK GADISNYA

Oleh : Fathul hayati Arlian Tantangan hari ke 223 #TantanganGurusiana Malam ini mendengarkan curhat dari cang calon pengantin tiba-tiba sang bapak langsung baper alias terbawa perasaan, apalagi ketika sang putri (anak gadisnya) bilang bahwa dia sudah mendapatkan kontrakan baru dan sedang dalam proses pindah dari kost-kost an lama ke rumah kontrakan yang setelah menikah besok hari akan langsung ditempati. Sang putri cerita dengan riangnya tentang bagaimana tadi memindahkan barang-barang ke kontrakan, dan butuh waktu sehari lagi untuk menata barang-barang tersebut agar bisa lebih rapi. Si Bapak terharu lagi ketika menanyakan ke putrinya yang belum ada atau belum sempat dibeli apa saja, lalu sang putri bilang dia belum beli kasur, lemari dan perabotan dapur, saking terharunya si Bapak sampai keluar komentar ke-bapak-annya : “ Lihat story WA Mbak gede lagi pindahan kok aku jadi terharu dan kasian ya bun…, mau membangun kehidupan baru, semoga mereka bisa ya.” Sebagai ibu saya hanya koment sederhana .. “ Mbak gede itu udah paham rasanya bagaimana, dia bilang sendiri dia sudah mengalami namanya pindah ke rumah kontrakan sewaktu dia kecil, jadi dia ndak kaget.” “ Tapi tetap saja bapak kasian dan rasanya ndak tega melihat Mbak gede mengalami ini, berasa baru kemarin dia yang menemani kita memulai perjalanan kehidupan dalam berumah tangga, sekarang dia yang akan memulai perjalanannya berumah tangga.” Begitulah, ternyata benar.. si Bapak tampangnya gagah perkasa, sangar dan tegas, tapi hatinya selembut salju, bahkan begitu melihat atau menemui hal-hal yang berkaitan dengan anak-anaknya air mata pun bisa meleleh karena terharunya berlebihan. Kalau saya sebagai ibu bukan tidak bisa terharu, tapi saya lebih memilih menyembunyikan moment mellow atau melankolis itu, kalau bisa anak-anak tidak perlu tahu, betapa ibunya juga jadi melow berlebihan begitu menyadari sebentar lagi anak gadisnya akan segera memasuki gerbang perkawinan. Saya lebih banyak menemani anak gadis untuk mempersiapkan segala sesuatunya secara detail, baik itu persiapan acara pernikahan mereka juga untuk urusan pindahan ke kontrakan itu. Walaupun hanya lewat telepon atau videocall saya berusaha mendampigi dia dalam mendata apa saja yang harus di dahulukan atau diadakan untuk mengisi rumah kontrakannya, yang paling penting atau paling dibutuhkan apa dulu, itulah yang harus dibeli lebih dulu, selebihnya sambil jalan. Tadi setelah sempat videocall dengan anak gadis kami tiba-tiba kami jadi teringat bagaimana dulu ketika kami mengawali kehidupan sebagai pasutri yang baru menikah, hanya bedanya kami dulu menempati rumah dinas yang sudah disediakan Negara, tapi karena kondisi perekonomian kami masih belum begitu stabil jadi kami memulai semuanya dengan apa adanya, benar-benar apa adanya. Dulu, kami suka mengawali semuanya dengan slogan “Tak ada rotan akarpun jadi”, karena belum bisa membeli gorden, jadi kalau malam hari jendela kaca rumah dinas kami gordennya berupa seprei yang kami ikat dengan tali di ujung-ujungnya dan dikaitkan dengan paku di tembok. Karena belum bisa membeli ceret untuk masak air, jadi kami masak air nya pakai panci yang untuk menanak nasi. Jaman itu piring dan sendok pun kami Cuma punya enam pcs, jadi kalau selesai makan kudu cepat di cuci. Karena waktu itu listrik belum sampai ke daerah kami tinggal maka setiap malam kami hanya pakai lampu teplok, karena waktu itu belum tidak ada sarana air bersih, maka kami hanya menggunakan air sumur yang digali di samping rumah, yang kadarkapurnya sangat tinggi sehingga kalau mandi pakai sabun, sabunnya ndak nampak busanya.. Demikianlah, semua pada akhirnya jadi kenangan sejarah hidup kami berdua, hal itulah mungkin yang membuat suami saya baper ketika mendapati putri sulungnya bersiap memulai kehidupan berumahtangga. Sejatinya setiap orangtua pasti mendoakan anak-anaknya memiliki masa depan yang baik, kehidupan yang mapan dan berkecukupan, serta dapat meraih pencapaian melebihi kedua orangtuanya, baik dalam karir/ pekerjaan dan kehidupan. Tapi rasanya tidak ada kelirunya juga jika saya membiarkan putri sulung saya melakukan persiapan segala sesuatunya sendiri, dengan ide-idenya sendiri, yang dipadupadankan dengan ide serta pemikiran sang calon suami, saya ingin mereka puas dengan hasil proses belajar mereka sendiri, selangkah demi selangkah mereka mulai menapaki perjalanan mereka membangun rumah tangga mereka, jadi biarkanlah… sebagai orangtua kita hanya memberikan masukan dan saran jika diminta, selalu mendoakan kebaikan untuk mereka berdua. OmahGulon, 30 September 2020 Fathul hayati Arlian #TantanganGurusiana
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren, semangat berliterasi

30 Sep
Balas



search

New Post