Fatmi Amro

Aku cemburu pada samudera Yang menampung segala Aku cemburu pada sang ombak Yang selalu bergerak ...........

Selengkapnya
Navigasi Web
SAYA ANAK KAMPUNG
#TAGUR 1 TAHUN KEDUA#

SAYA ANAK KAMPUNG

Episode : Cerita sangkat Pacu Kuda masih Rami di Kampung Saya

Lama tak menulis, rindu juga untuk menulis. Sejak dinyatakan dokter bla bla bla, dan diberi tindakan medis bla bla bla, kehidupan saya serasa tidak senormal dulu. Setelah keluar dari rumah sakit, pergerakan cepat atau gercep istilah kata anak muda sekarang tak boleh banyak saya lakukan. Semua orang yang menyayangi dan merasa simpati senantiasa mengingatkan saya untuk jalan jangan terlalu cepat, makan jangan yang pedas-pedas, kurangi konsumsi gula, jangan lagi minum kopi. Tahan selera kalau melihat kalio jariang atau abuih petai. Apalagi kalau makan bakso yang banyak micinnya, kalau dapat dihindari atau minta pedagang keliling baksonya tukar arah, jangan jalan lewat rumah lagi. Kalau tahu isteri pedangang baksonya, mungkin saya kena rimbek eh bukan rumah saya. stock makanan instant terutama mie sedapatnya tidak ada lagi. Banyak saja istirahat, tak usah gatal tangan itu untuk melakukan pekerjaan rumah. Pokoknya anggap saja kondisi habis melahirkan, jaga ujung tumit, jaga air susu (eeaallahhh), jaga badan dan jaga stamina. Wah, pokoknya banyaklah yang membuat siklus eh rutinitas sehari-hari saya berubah.

Menulis, inilah salah satu yang saya rindukan. Ketika membuka laptop, tergerak juga untuk menulis. Karena banyak istirahat, pikiran saya banyak pula melalang buana kemana-mana. Salah satunya melalang buana ke masa lalu, konon ketika itu saya masih gadis jombang belia. Belum punya KTP, tapi sudah ada kartu SPP sekaligus kartu pelajar dengan status ya pelajar.

Semasa itu ada moment-moment yang sangat saya tunggu-tunggu. Tapi tidak saya saja, orang sekampung dan juga beberapa kampung tetangga juga menunggu moment itu, yaitu Pacu Kudo di Ampang Kualo, Kota Solok. Acara ini adalah salah satu bentuk perayaan hari jadi kota Solok dan untuk memperingatinya maka diadakanlah Pertandingan “Pacu Kudo” yang pesertanya dari beberapa daerah. Bahkan, ada dari luar provinsi, tapi belum ada saya dengar dari luar negara he he he. Lama acaranya tergantung jumlah peserta yang bertanding atau berpacu, maksudnya kuda dan jokinya. Ada tiga hari atau dua hari. Dan selama acara, selalu rami eh ramai oleh pengunjung.

Dulu, sebulan menjelang acara ini akan dilaksanakan, sudah bergema kemana-mana. Spanduk dipasang dan selebaran sudah mulai dibagikan. Berapa kuda yang akan bertanding, dari mana saja, apa nama kudanya, pemiliknya, hadiahnya, jokinya, dan sebagainya. Pokoknya, penggemar kuda akan mengetahui sekali seluk beluk tentang acara pacu kuda itu. Kudanya besar-besar, tidak seperti kuda yang kami naiki untuk ke sekolah sebagai alat transportasi favorit semasa itu dengan istilah kudo kalupak batuang, ah saya lupa kepanjangan istilah kuda ini.

Lalu, seminggu atau empat hari sebelum acara dimulai, sudah mulai pula didirikan tenda-tenda dan tempat duduk atau stadion bambu dan kayu golong-golong. Entah kenapa, kayunya tidak terlalu besar, tetapi kuat juga untuk diduduki oleh banyak orang. Sepertinya memang berbedalah kualitas kayu dahulu dengan sekarang. Bahkan melonjak-lonjak kegirangan karena kuda yang dijagokan menang, kayu itu tak patah, kuat juga. Itulah menandakan memang bagus kualitas kayu itu.

Selain stadion kayu-bambu, didirikan pula lapau-lapau kecil untuk jualan es tebak, es cendol, es cicau, godok pisang, bakwan, pargedel jagung, sate, bakso, ampera mini, dan sebagainya. Tak hanya pedagang makanan, ada juga pedagang pistol-pistolan, topi, kipas kertas, dan berbagai macam mainan anak-anak. Ah, pokoknya betul-betul berelatlah kota Solok semasa itu.

Penjual karcis adalah Pemda Kota Solok dengan menggunakan tenaga siswa pramuka, PMI, Pemuda setempat, dan beberapa badan lain yang sudah ditunjuk secara resmi. Karcis, selalu terjual habis. Eh, Tahun itu ada juga yang nepotisme, contohnya kalau ada sanak atau kawan terdekat, digratiskan pula oleh petugasnya dan saya juga pernah menjadi petugas menjual karcis yang ditunjuk dalam pramuka.

Selain itu, sepanjang jalan menuju lokasi, pemuda-pemuda dekat arena itu sudah menyediakan tempat parkir. Setiap halaman rumah yang luas pekarangannya dijadikan tempat parkir. Dan hampir selalu penuh. Acara helat yang dilakukan Pemda Kota Solok, tak hanya menghibur masyarakatnya, tetapi juga menghidupkan ekonomi rakyat pula meski hanya beberapa hari. Oh iya, ada juga sebagai ajang menemukan jodoh bagi beberapa orang. Tapi ada juga membawa masalah bagi bapak-bapak yang memiliki bini lebih dari satu, karena semuanya mau ikut maka ada yang menimbulkan pertengkaran sesama isteri hehehe. Nah, untuk urusan ini Pemda tak bertanggung jawab lho.

Lalu, apakah seluruh penonton menikmati acara pacu kuda nantinya? Tidak semua, yang serius mengikutinya adalah bapak-bapak yang memang betul-betul menyukai pacu kuda. Sementara yang lainnya adalah yang meramaikan acara saja bahkan mereka ada yang tidak tahu, kudanya sudah berpacu atau belum. Pokoknya mereka datang dan meramaikan acara, titik.

Di hari jadi alias di hari H, keluarlah semua macam mode terkini dari seluruh pelosok kampung. Bedak yang tebal dan lipstick yang fantastis warnanya akan menghiasi arena panggung, tetapi akan luntur dan hilang kena sinar matahari atau akibat minum es nantinya. Sepatu hak tinggi eh highheel nanti akan ditenteng kalau sudah pulang karena tak kuat lagi memikul beban pemakainya. Anak-anak akan gembira dengan pistol-pistol air di tangan. Penduduk yang tinggal di sepanjang jalan akan menikmati pemandangan penonton yang pulang. Ada juga yang menyempatkan menjual karupuak leak dan mentimun potong di pinggir-pinggir jalan. Ah, pokoknya emak-emak yang jualan mukanya selalu sumringah alias berseri-seri karena selalu daganganya laris manis…

Baik hari pertama atau hari terakhir, hampir sama ramainya. Karena masyarakat tak ingin melewatkan moment yang berbahagia itu. Pada moment itulah mereka bisa membawa keluarganya untuk bercanda ria. Lalu kapan lagi mereka akan menikmati bahagia? Kalau tidak perayaan tujuh belasan, atau hari raya idul fitri. Nah…so sweet sekali moment-moment itu.

Bagaimana sekarang? Teknologi digital sudah mengubah segalanya. Anak-anak sekarang sudah mendapat hiburan dari “benda ajaib” yang ditangannya. Mereka sudah tak mau lagi berpanas-panasan, apalagi jalan kaki sekian kilometer. Jangankan dalam jarak kiloan meter, beberapa meter saja mereka naik motor.. akh!

(Kota Solok, Kotaku,19/02/2021)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren bu....ambo lun pernah nonton pacuan kudo lai

19 Feb
Balas

Hehehe di Solok biasonyo tiap tahun. Yuk

19 Feb

Salam kenal bunda, ijin follow ya!

19 Feb
Balas

Salam kenal juga ibu. Terima kasih ya.

19 Feb

Onde...takana lo dek awak kisah lamo. Tiok acara pacu kudo, berarti manuai rasaki. Galeh ndak bamodal, tumbuah di sampiang rumah. Manjua tabu di muko rumah sambia manonton urang lalu.

25 Feb
Balas

Ondeh Bu Fatmi ... ingat kembali masa SD, kalau sudah pacu kuda boleh dikatakan harus nonton, pulang sekolah cepat2 berberes, kalau ndak menonton rugi! Bela2in menangis demi menonton pacu kuda! Msh ingat juga kenangan jalan kaki ke ampang kualo krn angkutan penuh! Benar2 kenangan yang tak terlupakan... sangat jauh perbedaannya dengan jaman now! Benar, saya juga orang kampung

20 Feb
Balas

Iyo buk Winta, pokoknya rugi rasonyo klu tak sato heheheh

20 Feb



search

New Post