F.D. Anggaraeni

Penulis memiliki nama lengkap Filia Dina Anggaraeni. Lebih banyak dikenal dengan nama Dina, walau mulai membiasakan fokus publikasi dengan nama akhir Anggaraeni...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ruang Belajar Hidup (Tantangan hari #3)
Pecel uleg

Ruang Belajar Hidup (Tantangan hari #3)

Pedagang pecel uleg ini mengambil lapak kecil di pinggiran jalan besar. Saya menduga ibu yang berperan menguleg bumbu pecel manual satu-persatu setiap pelanggan yang datang membelii, sedangkan anak gadisnya membungkus racikan beragam sayur mayurnya. Tidak ada tempat duduk. Lebih tepat disebut lapak berukuran 3x1,5 meter saja. Tanpa kursi dan meja untuk makan di tempat. Namun terlihat bersih dan rapi. Sekitar pukul 10, biasanya sdh tersedia, dan sebelum azan Ashar lapaknya sudah tutup dan ditata rapi.

Ibu yang kira-kira berusia 40an terlihat sangat trampil meracik bumbu untuk diuleg. Semua alami. Tidak seperti kebanyakan penjual pecel yang sudah menyiapkan bumbu jadi. Batu cobeknya menggambarkan cekungan pertanda material itu sudah digunakan dalam rentang waktu yang panjang. Bisik hati ini menyatakan 'ibu tersebut hebat'. Di kota yang maju seperti ini, beliau bertahan dengan segala cara tradisional. Sudah pasti, beliau berjualan begitu bukan hanya pengisi waktu luang. Beliau berjuang. Bukti hidup ini saling mengisi, bahwa banyak pembeli yang menikmati ke khasan racikan ini. Sedangkan anak gadisnya yang kira-kira usia 20an, dengan tampilan sederhana serta terlihat trampil menyiapkan racikan sayur untuk dibungkus. Tak sibuk memegang apalagi melihat gawai. Sementara banyak terlihat remaja seusianya saat ini hampir takut terlihat tidak 'up date' atau yang kini dikenal dengan istilah 'Fear of Missing Out / FoMO' .

Kesederhanaan yang tersaji, membuat diri ini mengambil waktu untuk merenung dan tiada henti memanjatkan rasa syukur. Kita kadang terlalu sibuk berpikir ingin melakukan ini itu. Seolah waktu tak pernah cukup. Terkadang lupa menikmati anugrah dan bahagia. Seolah-olah bahagia hanya tergambar jika naik turun mobil mewah, berlibur keliling dunia, atau makan di tempat-tempat mewah. Sehingga menjadi alasan mengejar kebahagiaan dengan pemenuhan materi. Bukan mustahil untuk mengelola diri, menahan nafsu, mengambil jeda, mensyukuri hidup serta menikmati kebahagiaan.

Kalimat-kalimat bijak sering 'sliweran' di sosial media. Diantaranya mengingatkan, belilah makanan yang dijual sederhana di pinggiran jalan. Sesungguhnya mereka berjualan untuk menyambung hidup bukan untuk kaya. Selalu ada cara untuk belajar lebih arif dan bijaksana melalui sekitar dengan kesederhanaan. Sebab ruang kelas di sekolah tak mampu memfasilitasi proses belajar demikian.

16.02.2020.23.35

#literasitiadatepi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Begitu menginspirasi, sukses ibu

17 Feb
Balas

Apa kabar bunda, tulisannya bagus sekali segar untuk dibaca. Dan banyak pesan ilmunya. Barakallah bunda guru, hebat sekali

17 Feb
Balas



search

New Post