Membandingkan
Sore itu hujan rintik-rintik. Udara terasa sejuk. Namun, hati Bayu bagai sekam membara. Panas. Dendam. Sang ibu kembali membandingkan dirinya dengan sang kakak yang dinilai lebih pintar. Tak terasa bulir bening luruh dari tandan netranya.
"Ma, kalau masak yang enak gitu lho. Seperti ibu. Masakannya enak sekali. Atau seperti tetangga sebelah. Masakan yang dia kirim kemarin begitu lezat. Maaf lho, Ma," kata ayah Bayu kepada istrinya malam tadi di meja makan.
Nina mengangguk pelan. Hatinya seperti ditusuk jarum mendengar perkataan sang suami. Setelah makan malam selesai, dia bergegas masuk ke kamar. Dada perempuan berjilbab itu penuh emosi. Tak terasa air mata berlinang di pipi. Tangisnya bertambah pilu saat teringat apa yang dia katakan kepada Bayu, putranya, tadi sore.
febry suprapto
Pentigraf
Bondowoso, 29082020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereen Mas... ceritanya...penuh dengan makna yang dalam... Trimakasih pencerahannya...hehehe..
Mantap mas...ternyata membanding-bandingkan itu tidak bagus untuk jiwa seseorang ya mas. Salam sukses, barakallah
Keren mas...semoga jadi pelajaran berharga bagi kita untuk tidak membanding bandingkan anak kita sendiri...atau suami kita dengan suami orang lain...sukses mas Salam literasi
Sedang enaknya cerita lalu putus mantap mas