Ferli Gusti

Penulis merupakan alumni MWC XVI Kabupaten Dharmasraya...

Selengkapnya
Navigasi Web

MENTARI DIUJUNG SENJA

MENTARI DIUJUNG SENJA

By : Ferli Gusti, S.Pd

Alumni MWC XVI Dharmasraya

Bangun Pagi

Pagi ini, selepas subuh akupun kembali tidur, sampai kudengar suara mama membangunkanku lagi, dengan malas-malasan akupun bangkit dari tempat tidur. Jelas sekali ocehan dari beliau yang sudah biasa juga aku dengar, “ayo bangun, pagi-pagi itu mesti bergerak, kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan, jangan tidur lagi, ayam saja langsung nyari makan tuh” kalimat yang sudah sangat hafal oleh ku, sekaligus ini adalah kalimat menjengkelkan yang kudengar rutin seminggu ini, masa iya aku disamakan dengan ayam oleh orang tua ku sendiri.

Mama ku seorang guru SD, sedangkan papa ku adalah PNS yang bekerja sebagai pegawai tata usaha di sebuah sekolah menengah pertama, pagi-pagi sekali mereka sudah bersiap untuk bekerja, begitu juga dengan adik perempuanku yang masih duduk di bangku kelas 2 SMA.

Aku sendiri baru saja menamatkan kuliah D2 dengan jurusan PGSD di sebuah universitas negeri di kota Padang, jadi resmi lah diriku menyandang gelar pengangguran. Karena saat ini aku belum bekerja. Seminggu sudah aku menganggur di rumah, aku hanya tidur, makan, nonton televisi, lalu tidur lagi.

Rutinitas yang membuatku menjadi sangat sensitif, apalagi ketika mendengar orang tua ku membahas untuk bangun pagi lalu disuruh kerjakan apa yang bisa dikerjakan, entah apa yang mau aku kerjakan, tapi untuk sementara aku merasa senang, karena mereka semua sudah berangkat dari rumah untuk melaksanakan rutinitas mereka, sampai akhirnya handphone ku berdering yang membuat senyuman menghampiri bibirku, karena melihat nama yang muncul di layar handphone itu, ya “dakocan” begitulah nama yang ku buat di kontak telepon, bukan nama asli, melainkan nama yang kuberikan kepada seseorang yang telah menjadi teman baikku sejak SMA, nama aslinya ialah rika, seorang gadis periang yang entah kenapa selalu bertemu dengan ku, termasuk ketika aku mulai kuliah, ternyata kita dipertemukan lagi dikampus yang sama dan dijurusan yang sama.

Ku angkat panggilan itu,, “tumben nelpon pagi-pagi, ada apa?” rika pun menjawab “aku udah diterima honor di salah satu sekolah dasar dekat kampung ayah ku loh, yaah jika dengan motor palingan cuma lima belas menit nyampe tu di sekolahannya”, senyuman ku secepat kilat hilang, dada ku terasa sesak, tekanan yang kurasakan begitu berat, tak satupun kata-kata yang keluar dari mulutku kala itu. “kok diam...?” rika pun menyahut, dengan agak tergagap aku pun menjawab “eh..ah... ooo, bagus lah,,, selamat yaa, aku senang sekali mendengarnya,,”. “kamu gimana, udah ada rencana untuk cari tempat honor juga?” kata rika. “Sepertinya belum, kapan-kapan aja lah, aku masih ingin menikmati enaknya tidur di pagi hari, ha,,,ha,,,” aku mencoba menghilangkan rasa tertekanku dengan bercanda. “oooh gitu, ya udah... aku siap-siap dulu untuk berangkat ke sekolah ya..”jawab rika, “iya buk guru,,, hati-hati di jalan ya,,, jangan ngebut, kalau waktu normalnya lima belas menit, jadikan saja lima menit,,,he,,he,, bercanda kok” begitulah aku mengakhiri percakapan tersebut.

Jam telah menunjukkan pukul 13.00 WIB tidak lama lagi mama, papa dan adik perempuanku akan sampai di rumah, itu artinya aku akan mendapatkan ocehan lagi, ku persiapkan diri untuk segera menjauh dari ocehan itu, jadi ku putuskan untuk pergi main keluar rumah. Namun ada sesuatu yang mengganjal, saat itu lah aku teringat bahwa dalam dompetku tidak ada selembar uang pun, akupun terpaku lemah tak bertenaga. “ya sudahlah kalau begitu, aku tidur siang saja...” gumamku dalam hati.

Ku baringkan lagi tubuh ini, rasa malas terus saja memeluk tubuh ini. Sampai pada akhirnya aku dikagetkan dengan ketukan pintu yang sangat keras. “Bangun...udah siang masih tidur juga, mau jadi apa kamu nanti!” suara mama ku kembali terdengar membangunkan tidur siangku. “Ngantuk ma.... “ jawab ku. Tak lama kemudian papa pun pulang, kemudian kami pun makan siang bersama.

Selesai makan, papa memanggilku dan menyuruh duduk dekat beliau, “sini nak,, papa ada cerita, begini, papa dulu waktu masih berusia lima tahun, ibu yang melahirkan papa meninggalkan papa untuk selamanya bersama dengan dua adik papa yang masih sangat kecil, kami bertiga masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu, namun itu pasti tidak akan kami dapatkan lagi, Allah telah memanggilnya, rezekinya sudah cukup di dunia ini. Kakekmu waktu itu merasakan kesedihan luar biasa, sehingga beliaupun sering meninggalkan rumah, entah kemana beliau pergi, papa juga tidak tahu, yang papa tahu, kakekmu seakan-akan menganggap kami tidak ada, tiada perhatian waktu itu, papa bersama adik papa benar-benar ditinggalkan. Akhirnya papa mulai berusaha untuk bekerja serabutan di usia yang masih sangat belia, demi adik-adik papa, demi makan kami bertiga, demi menyambung hidup kami, pagi-pagi sebelum subuh papa sudah bangun, papa bersihkan rumah, dan dilanjutkan dengan menyiapkan makan untuk adik-adik papa. Ketika terdengar suara azan, papa ambil wudhu, lalu shalat, dan memohon kepada Allah, agar kami diberi kekuatan untuk menjalani hidup ini dan diberikan jalan hidup yang baik, walau papa menyadari untuk saat itu rasanya sangat tidak mungkin. Begitulah sepenggal kehidupan papa nak, asal kamu tahu, setiap hari papa bangun jam empat pagi, menyiapkan semua keperluan adik papa, kemudian siangnya bekerja memotong rumput untuk pakan ternak orang, kadang-kadang papa juga membantu orang kerja mencangkul di sawah. Sampai pada akhirnya ayah disekolahkan oleh nenek buyutmu dan bekerja dengan beliau. Dengar nak, kamu bisa bayangkan betapa berat yang papa lalui di umur lima tahun, apakah kamu merasakan itu sekarang? Nak... yang kamu rasakan sekarang adalah buah dari bangun pagi dan bekerja itu nak,,, papa bisa menguliahkanmu, memberi uang jajanmu, memenuhi setiap keinginanmu, itulah buah dari disiplin nak, disiplin itu prosesnya pahit nak, namun percayalah buahnya akan sangat manis.”

Papa pun beranjak pergi ke kamarnya untuk beristirahat, meninggalkanku termangu dengan uraian air mata, ingin ku berteriak sejadi-jadinya, namun dalam hati aku sudah punya tekad untuk membuang selimut malas ku. Sejak hari itu lah aku mencoba untuk selalu bangun pagi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Ferly..!!!

02 Mar
Balas

siiip buk tin,,, sukses selalu....

02 Mar



search

New Post