Catatan Sang Wali Kelas

#part_1

-------------------------------------------------

Oleh: Firya Aulia (Emaknya anak-anak bangsa)

Tiga warna primer dalam seni rupa. Merah, kuning dan biru. Ketiganya dalam kombinasi yang tepat, akan menghasilkan warna sekunder. Seperti hijau yang terbentuk dari biru dan kuning. Ungu terlahir dari merah dan biru. Jingga dari kuning dan merah. Lalu putih abu-abu itu warna apa?

***

Aku selalu deg-degan menghadapi tahun ajaran baru. Bukan deg-degan yang menakutkan. Tetapi membahagiakan. Membayangkan seperti apa anak bangsa yang akan ku asuh satu tahun ke depan.

Aku siap membentangkan kedua tangan selebar mungkin. Agar mampu ku rangkul semua dengan cinta. Mereka tak percaya. Mereka bilang aku lebih sayang si A karena dia pintar. Di lain waktu mereka bilang aku lebih perhatian sama si B.

"Semua mendapat tempat yang sama di hati saya, tak peduli bagaimana rupa, sebanyak apa harta, dan dari keluarga mana kalian berasal. Begitu masuk ke kelas ini. Semua adalah anak-anak saya. Semua mendapatkan satu kursi di hati saya."

Jangan pikir suasana akan hening. Ini anak SMA bro..!!! Bebas berpendapat asal sopan. Lalu kami mulai berbincang, eh mereka yang berisik, bertanya. Aaaah... entah apalah namanya. Yang jelas mereka tidak diam.

"Kalau memang satu anak satu kursi, pasti ada yang duduk di depan, trus siapa penghuni kursi belakang hati ibuk?"

Glek..!!! Mati gaya? No!

Aku mulai berimajinasi seperti spongebob dengan kotak ajaibnya.

"Susunan kursi itu, tidak seperti denah kelas kita. Melainkan melingkar rapat. Sekarang kita dapat satu jawaban tersirat, mengapa Tuhan menciptakan banyak benda dan lintasan yang berbentuk lingkaran."

Masuk Pak eko...!!!! Hehe maksud saya, masuk sedikit materi fisikanya.

"Trus ibuk menghadap kemana?" ogah kalau musti berada di belakang."

"Akulah Matahari, kalian pikir aku tetap? Tidak. Aku berputar pada porosku yang tetap.

***

Lalu putih abu-abu itu, sebenarnya warna apa sih? Jawabnya adalah warna rindu. Tak percaya? Tanyakan pada semut merah yang berbaris di dinding.

Sungai Penuh